Mohon tunggu...
Sahal Mahfudh
Sahal Mahfudh Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lunturnya Budaya Takzim terhadap Guru di Sekolah

20 Maret 2019   16:40 Diperbarui: 20 Maret 2019   16:46 1068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kedua, belum terbentuknya budaya moral positif di sekolah. Kasus Pak Joko Susilo di Kaliwungu Kendal, yang dikeroyok dan ditertawakan oleh murid-muridnya sendiri adalah salah satu contoh belum terbentuknya budaya moral positif di sekolah. Meskipun kejadian tersebut, menurut pengakuan para murid dan Pak Joko sendiri, motifnya hanya bercanda, namun menunjukkan adanya tindakan yang sangat tidak sopan terhadap guru, yang mencerminkan bahwa sekolah belum mampu membentuk budaya moral yang baik di sekolah, dalam hal ini adalah budaya takdzim terhadap guru.

Untuk mengatasi persoalan tidak terbentuknya budaya positif di sekolah, sekolah perlu menegakkan aturan dan tata tertib yang telah ditetapkan di sekolah, utamanya tata tertib yang berkaitan dengan pembentukan karakter siswa. Selain itu, sekolah perlu memberikan reward terhadap para guru dan murid yang mampu menjadi teladan bagi terbentuknya budaya yang baik di sekolah, sekaligus juga memberikan punishment terhadap para guru maupun murid yang justru menciptakan budaya yang kurang baik di sekolah. 

Jika perlu, sekolah membuat pakta integritas yang ditandatangani oleh seluruh masyarakat sekolah, yang memuat aturan tentang tata nilai yang telah disepakati, supaya pelaksanaan pembentukan budaya yang baik di sekolah dapat berjalan secara maksimal, karena telah didukung seluruh entitas sekolah.

Ketiga, minimnya kerjasama antara sekolah, orang tua dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan moral. Sekolah, orang tua dan masyarakat, sering kali menjadi komponen yang berdiri sendiri-sendiri, bukan menjadi satu kesatuan yang saling menguatkan dalam pembentukan moral anak-anak. Terkadang, kasus yang terjadi, sekolah sudah berusaha sekuat tenaga mendidik anak supaya memiliki moral yang baik. 

Namun, pendidikan moral di sekolah seketika luntur ketika sang murid bergaul dengan teman-teman bermainnya di kampung. Terkadang, kasus yang terjadi sebaliknya. Orang tua sudah berusaha mendidik moral anak sekuat tenaga, tetapi sang anak justru berubah menjadi pribadi yang kurang baik karena terkena dampak teman-temannya di sekolah.

Untuk mengatasi problem ini, yang bisa menjadi penjembatan antara sekolah, orang tua dan masyarakat adalah pihak sekolah. Sekolah sebagai kawah candradimuka pembentukan karakter anak bangsa, memiliki kewajiban untuk menjalin kerjasama yang baik dengan orang tua murid dan masyarakat.

Kerjasama yang bisa diterapkan oleh pihak sekolah untuk menjalin sinergitas dengan orang tua, antara lain dengan: Pertama, menjalin komunikasi yang baik dengan cara membentuk komunitas moral yang anggotanya berisi wali kelas, guru bimbingan dan konseling, dan wali murid. Komunitas ini dapat berbasis kelas dan juga bisa dibuatkan grup Whatsapp supaya komunikasi bisa intens, sehingga setiap persoalan moral dapat segera terselesaikan dengan baik. 

Kedua, pihak sekolah membuat kartu kendali moral murid, yang mana kartu ini selalu dibawa oleh orang tua, dengan tujuan untuk mengamati dan mengawasi perilaku murid. Contoh, apabila sekolah ingin menerapkan bahwa murid harus selalu shalat berjamaah ketika di rumah, maka di dalam kartu kendali tersebut, terdapat poin shalat berjamaah yang bisa dicheklist hanya oleh orang tua manakala anak melakukannya di rumah. 

Ketiga, untuk membangun sinergitas yang produktif dan menyatukan visi-misi-tujuan, pihak sekolah perlu memberikan edukasi kepada wali murid tentang bagaimana cara mengasuh, mendidik dan membimbing anak supaya memiliki perilaku dan moral yang baik, dengan mendatangkan tokoh-tokoh pendidikan yang sudah berpengalaman. Diharapkan, dengan adanya bimbingan dan edukasi ini, wali murid menjadi lebih pro aktif dalam mendukung program-program pembentukan karakter di sekolah.

Keempat, penguatan pendidikan karakter di sekolah masih sebatas teori. Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sudah sering menyerukan kegiatan PPK (Penguatan Pendidikan Karakter) di sekolah. Akan tetapi, pelaksanaan di lapangan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Pada kenyataannya, penerapan program penguatan pendidikan karakter di sekolah, kebanyakan masih sebatas teori, atau masih berada pada ranah moral knowing. Belum sampai pada ranah kesadaran bersama untuk menjalankan nilai-nilai moral yang baik (moral feeling), apalagi ranah aplikasi tindakan moral secara berjamaah (moral behavior).

Untuk membentuk kesadaran moral (moral feeling) dan aplikasi nilai moral (moral behavior) secara bersama-sama, dapat dilakukan beberapa langkah berikut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun