Mohon tunggu...
SETIA WAHYUNI
SETIA WAHYUNI Mohon Tunggu... Profesi: Guru Sekolah Dasar, Terapis Mental, dan Trainer Hipnosis Berlisensi Jabatan: Guru Kelas VI, Koordinator Program Penguatan Karakter & Komunitas Belajar Pencapaian: Penggagas Program DEWI SARTIKA (Dialog Empati dan Wawasan untuk Introspeksi Serta Aktivitas Relaksasi dan Transformasi Inspiratif Kepemimpinan Anak) Peserta Simposium Praktik Baik Guru Inovatif Tingkat Provinsi Trainer Hipnosis Berlisensi, aktif dalam pelatihan HypnoParenting dan HypnoMindfulness untuk guru dan orang tua Pendiri channel Sahabat Setia: Relaksasi & Kesehatan Mental yang berfokus pada edukasi kesehatan mental, Praktisi Hypnomotivasi Anak & Remaja di lingkungan sekolah,Aktif dalam komunitas penggerak perubahan karakter pendidikan melalui pendekatan sadar, relaksatif, dan empatik

Saya adalah seorang pendidik yang memiliki ketertarikan mendalam pada dunia anak dan pengembangan karakter. Di balik peran saya sebagai guru, saya juga aktif sebagai trainer hipnosis berlisensi dan praktisi hypnomotivasi anak. Saya percaya bahwa pendidikan bukan hanya soal menyampaikan materi, melainkan tentang membentuk karakter dan kesadaran batin sejak dini. Hobi saya antara lain menulis, merekam konten edukatif, serta menyusun afirmasi dan relaksasi yang membangun ketenangan batin. Saya juga sangat menikmati mendengarkan lagu dangdut dan bernyanyi—karena musik bagi saya adalah cara lain untuk melepaskan emosi dan menyegarkan jiwa. Kepribadian saya cenderung empatik, reflektif, dan visioner. Saya menyukai aktivitas yang melibatkan perenungan dan penciptaan suasana batin yang damai. Selain itu, saya senang healing, berjalan-jalan, bertemu, dan berkumpul dengan orang-orang yang memiliki vibrasi positif—karena dari merekalah saya mendapat energi dan inspirasi baru dalam berkarya. Topik konten favorit saya mencakup: Relaksasi dan kesehatan mental untuk anak-anak dan guru HypnoParenting dan komunikasi sadar dalam dunia pendidikan Pengembangan karakter melalui afirmasi, telepati cinta, dan mindfulness Self-love, refleksi batin, dan kekuatan kata dalam kehidupan sehari-hari Saya menuangkan semangat ini melalui platform Ruang Setia: Relaksasi & Kesehatan Mental yang saya kelola, serta melalui program praktik baik DEWI SARTIKA, sebagai bentuk cinta saya terhadap proses transformasi pendidikan yang menyentuh hati dan membangun jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anak itu Bukan Nakal, Hanya Lelah Dicintai dengan Cara yang Salah

12 Juni 2025   08:04 Diperbarui: 12 Juni 2025   08:04 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Saya enggak ngerti harus gimana lagi biar bisa dibilang anak baik.” 

Itu adalah kalimat yang keluar dari beberapa anak di kelas saya. Ia tidak berteriak. Tidak melempar barang. Tidak menangis. Tapi matanya memuat luka yang dalam.

Hari itu, saya belajar untuk mendengar. Karena saya sadar yang dibutuhkan adalah mereka dibimbing, bukan dipermalukan,penghakiman, tapi pengertian.

Mereka tidak nakal. Mereka hanya tidak tahu bagaimana menyampaikan rasa sakitnya.

Dalam keseharian sebagai guru, kita sering terjebak pada label: “anak ini sulit”, “anak itu bandel”, “anak ini tidak bisa diatur”.

Padahal sesungguhnya, tidak ada anak yang ingin jadi nakal.
Yang mereka butuhkan hanyalah cara baru untuk dimengerti.

Mungkin mereka sedang:
- Lelah di rumah, tapi tidak tahu cara bicara
- Merasa tidak cukup dicintai
- Bingung dengan emosi yang datang bertubi-tubi

Saya mengubah pendekatan. Dari hukuman menjadi pelukan.

Saya mulai menerapkan:
- Komunikasi sadar: mengajak bicara dengan hati, bukan suara tinggi
- Relaksasi ringan sebelum pelajaran
- Menulis jurnal emosi agar anak bisa mengenali perasaannya
- Afirmasi positif seperti: “Aku anak baik. Aku sedang belajar tenang. Aku disayang.”

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Perlahan, mereka berubah.
Bukan karena takut, tapi karena merasa diterima.

Ada luka dalam diri anak yang hanya bisa sembuh dengan kelembutan.

Salah satu anak menulis dalam jurnalnya:
“Kalau di rumah aku dimarahin, di kelas aku merasa lebih tenang. Terima kasih, Bu.”

Apa yang lebih indah dari itu?

Ketika kelas menjadi tempat aman, bukan ruang tekanan.

Kita bisa memilih: menghakimi atau memeluk.

Setiap anak adalah cermin dari cara dunia memperlakukannya.
Kalau mereka tumbuh dengan penghakiman, mereka akan membalas dengan kemarahan.
Tapi jika mereka tumbuh dengan pemahaman, mereka akan mekar dalam kasih.

Akhir Kata

Mari hentikan warisan pola lama yang penuh teriakan.
Mari kita beri tempat bagi keheningan, pelukan, dan kata-kata yang menyembuhkan.

Karena kadang, anak yang paling keras, hanya sedang sangat ingin didengar.

Tentang Penulis
Setia adalah guru SD, trainer hipnosis berlisensi, praktisi hypnomotivasi anak, dan terapis bersertifikat di bidang hipnoterapi. Ia percaya bahwa setiap anak bisa tumbuh lebih kuat dan bahagia saat dipahami dengan cinta. Kini ia aktif berbagi melalui kanal Sahabat Setia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun