Mohon tunggu...
Safira Iqlima Royyana
Safira Iqlima Royyana Mohon Tunggu... 24107030127

Writing for assignment. So, be updated buddy!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Di Era Tiktok, Gen Z Bisa Tertawa Tiap Hari, Tapi Cemas Tiap Malam

12 Juni 2025   13:30 Diperbarui: 12 Juni 2025   12:06 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa tahun terakhir, nama TikTok nyaris tidak bisa dilepaskan dari kehidupan generasi muda. Aplikasi video pendek ini bukan sekadar hiburan, tapi sudah menjadi bagian dari ritme harian banyak orang, terutama mereka yang masuk dalam generasi Z.

Di balik tawa yang terlihat setiap hari lewat video kocak, tren lucu, dan joget viral, ada realitas lain yang sering tidak tampak: perasaan cemas, overthinking, dan tekanan batin yang tidak semua orang tahu. Bahkan tidak jarang, orang yang terlihat paling aktif dan ceria di TikTok, justru menyimpan kecemasan paling dalam saat malam tiba.

TikTok memang memberikan hiburan instan. Dalam satu kali geser layar, kita bisa melihat berbagai macam konten. Ada yang membuat kita tertawa, terinspirasi, bahkan merasa terhibur setelah hari yang berat. Namun, terlalu banyak hiburan tanpa henti bisa memberi efek sebaliknya. Otak manusia butuh jeda, dan TikTok tidak pernah benar-benar memberi ruang itu.

Ada sebuah istilah yang mulai sering muncul belakangan ini: “scrolling anxiety”. Ini merujuk pada kecemasan yang muncul saat seseorang terlalu lama menjelajahi media sosial, khususnya TikTok. Awalnya hanya ingin “lihat sebentar”, tapi berakhir dengan dua jam lebih hanya untuk melihat video tanpa henti. Ketika ponsel akhirnya diletakkan, tubuh sudah lelah dan kepala dipenuhi pikiran yang sulit dijelaskan. Tidur jadi tidak nyenyak, dan saat bangun, muncul perasaan bersalah karena merasa membuang waktu. Ini bukan pengalaman satu atau dua orang, tapi realita yang dirasakan banyak anak muda saat ini.

Selain kelelahan mental, perasaan cemas ini juga muncul dari kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain. Di TikTok, semua orang bisa terlihat sempurna. Ada yang menunjukkan gaya hidup mewah, tubuh ideal, karier yang sukses, atau hubungan yang terlihat romantis. Bagi sebagian orang, ini bisa jadi motivasi. Tapi bagi banyak lainnya, ini justru menimbulkan tekanan. Tanpa sadar, muncul pertanyaan seperti “Kenapa hidupku nggak kayak dia?” atau “Kenapa aku belum secantik atau sekeren mereka?”

Kondisi ini diperparah dengan budaya viral yang memberi kesan bahwa semua hal harus terlihat bagus, seru, dan sempurna di depan kamera. Banyak anak muda merasa perlu terus membuat konten agar dianggap eksis. Ketika tidak ada yang menonton atau menyukai konten mereka, rasa kecewa dan minder bisa muncul. Penilaian terhadap diri sendiri pun mulai bergeser. Diri mereka mulai diukur dari angka: berapa views, berapa likes, berapa followers. Akhirnya, bukan hanya tubuh yang lelah karena begadang, tapi juga mental yang perlahan-lahan tergerus oleh tekanan yang tak kasat mata.

Namun tentu, tidak semua hal tentang TikTok bersifat negatif. Banyak juga konten yang bermanfaat, mulai dari edukasi, motivasi, hingga ruang diskusi tentang kesehatan mental. Banyak kreator yang secara terbuka membagikan pengalaman mereka menghadapi kecemasan, depresi, atau burnout. Hal ini menjadi ruang aman bagi banyak Gen Z untuk merasa tidak sendirian dalam perjuangan mereka.

Yang menjadi masalah bukanlah TikTok itu sendiri, tapi bagaimana cara kita menggunakannya. Ketika digunakan dengan bijak, aplikasi ini bisa menjadi sarana belajar dan hiburan yang menyenangkan. Namun, jika digunakan secara berlebihan tanpa kontrol, TikTok bisa menjadi sumber tekanan yang diam-diam menggerogoti kesehatan mental.

Ada baiknya kita mulai mempertanyakan kembali kebiasaan digital yang kita jalani setiap hari. Apakah kita menggunakan media sosial sebagai alat, atau justru sebaliknya—kita yang dikendalikan olehnya? Mungkin sudah saatnya memberi ruang untuk jeda. Tidak harus berhenti sepenuhnya, tapi setidaknya mulai mengatur waktu agar hidup kita tidak hanya diisi oleh layar kecil bernama ponsel.

Tertawa itu penting. Menikmati hiburan juga bukan hal yang salah. Tapi kalau setiap malam kita tidur dalam keadaan gelisah, cemas, dan merasa tidak cukup, mungkin ada yang perlu dibenahi. Karena bahagia yang sejati tidak datang dari video viral, melainkan dari pikiran yang tenang dan hati yang damai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun