Mohon tunggu...
Safira Azzahra_ 22104080026
Safira Azzahra_ 22104080026 Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Sekarang sedang menempuh pendidikan Prodi PGMI pada salah satu Universitas Islam di Yogyakarta. Life is too colorful, my painting skill is bad, so let's start writing.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

KKN Ardhanala UIN Sunan Kalijaga: Ngudi Laras, Tak Sekadar Budaya Namun Perekat Kebersamaan Antar Warga

17 Agustus 2025   11:36 Diperbarui: 17 Agustus 2025   11:36 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karawitan Warga Pringwulung Krambilsawit Gunungkidul(Sumber: KKN kelompok 122 Ardhanala)

Malam itu nampak berbeda dengan malam biasanya. Para mahasiswa KKN UIN Sunan Kalijaga  yang bertempat di Pringwulung berkesempatan menyaksikan, ikut latihan, dan mendokumentasikan sajian permainan alunan musik tradisional jawa langsung dari ahlinya selama kegiatan KKN berlangsung. Meski mayoritas zaman sekarang banyak peminat alat musik modern, tetapi warga Dusun Pringwulung masih setia menjaga dentang gamelan sebagai denyut nadi budayanya. Setiap Rabu malam terdengar bunyi alunan alat musik khas jawa yang begitu syahdu. Suara kendang, gong, saron, gender, demung, dan lainnya berpadu di pendopo, menandai bahwa karawitan masih hidup di hati warganya. Namun, lebih dari sekadar alunan musik, karawitan telah menjelma menjadi ruang kebersamaan, tempat warga bertemu, berlatih, dan merawat tradisi yang diwariskan sejak beberapa tahun lalu.

Mahasiswa KKN Ikut Latihan Karawitan( Sumber: KKN 122 Ardhanala)
Mahasiswa KKN Ikut Latihan Karawitan( Sumber: KKN 122 Ardhanala)

Sejalan dengan suara alunan syahdu alat musik gamelan, organisasi seni karawitan di desa ini bernama Ngudi Laras. Ngudi Laras merujuk upaya untuk menciptakan keindahan dan keselarasan dalam permainan musik gamelan. Secara lebih luas arti ngudi laras adalah sebagai usaha mencapai keselarasan hidup baik lahir dan batin, dengan menghilangkan hal- hal negatif serta menciptakan keharmonisan. Bukti keharmonisan terjadi disaat para penabuh gamelan beristirahat, makan minum bersama dengan canda tawa.

Sejumlah Warga Antusias Mengikuti Karawitan(Sumber: KKN kelompok 122 Ardhanala)
Sejumlah Warga Antusias Mengikuti Karawitan(Sumber: KKN kelompok 122 Ardhanala)

 Karawitan di Pringwulung bukanlah sekadar tontonan. Alunan suara gamelan telah menjadi  warisan leluhur yang terus dipertahankan sejak beberapa  tahun yang lalu. Menurut penuturan Suyatmi, selaku ibu dukuh dan anggota aktif karawitan yang digelar satu kali seminggu selain sebagai  sarana latihan, juga menjadi ajang silaturahmi warga. "Kalau ada latihan, bukan hanya terbuka untuk pemain pemain gamelan yang datang, tapi juga terbuka bagi warga yang sekadar ingin menonton," ujarnya.

Meski begitu, ada tantangan yang mulai terasa. Sebagian besar pemain karawitan di dusun ini berasal dari kalangan orang tua. Generasi muda tampak jarang ikut serta, lebih memilih mendengarkan musik digital lewat ponsel mereka. Hal ini menimbulkan kekhawatiran, apakah karawitan akan tetap bertahan jika kelak para sesepuh tak lagi mampu menabuh gamelan.

Kekhawatiran itu diungkapkan pula oleh Poniman, pengurus kelompok karawitan. Menurutnya, sekarang saat proses latihan rutin karawitan sama sekali tidak ada pemuda yang turut bergabung. "Padahal, kalau mereka mau mencoba, memainkan gamelan itu menyenangkan. Tidak hanya melatih keterampilan, tapi juga membentuk kekompakan karena setiap instrumen harus berpadu," jelasnya.

Pemerintah desa sendiri sudah berupaya mendukung pelestarian karawitan dengan memberi bantuan uang membeli alat gamelan, izin organisasi dan membuat acara pertunjukan kesenian. Peran dukuh Pringwulung selaku Bapak Kasdiyanto juga sebagai penjaga alat musik gamelan agar tetap terawat. Beliau menuturkan bahwa 5 tahun terakhir banyak kondisi gamelan yang rusak sehingga semua warga sukarela memberi iuran untuk memperbaiki. Pendopo direnovasi agar lebih nyaman. Namun, tetap saja minat generasi muda perlu ditumbuhkan dengan pendekatan yang lebih kreatif, misalnya melalui kolaborasi antara karawitan dengan seni modern atau festival budaya yang melibatkan pemuda.Hal tersebut tampaknya tidak mudah karena mayoritas generasi muda di desa merantau keluar daerah. Meski diwarnai tantangan, semangat para sesepuh tidak pernah padam. Mereka percaya bahwa karawitan bukan sekadar hiburan, melainkan identitas desa. Setiap acara besar seperti pernikahan, kenduri, atau sedekah bumi, gamelan selalu menjadi pengiring utama. Bagi warga, karawitan adalah bahasa kebersamaan yang mampu menyatukan perbedaan. 

Di tengah beberapa kekhawatiran di atas, Karawitan Ngudi Laras Pringwulung adalah bukti nyata bahwa seni tradisional masih bisa bertahan di tengah arus globalisasi. Ia bukan hanya bunyi-bunyian dari logam dan kayu, melainkan suara kebersamaan yang mempersatukan warga lintas generasi. Namun, jika tidak segera ditangani masalah regenerasinya, karawitan berpotensi kehilangan penerus.

Sebagaimana pepatah Jawa mengatakan, "Nguri-uri kabudayan, nguri-uri urip," melestarikan kebudayaan berarti melestarikan kehidupan. Semoga suara gamelan Pringwulung tidak hanya bertahan hingga hari ini, tetapi juga terus menggema selamanya tidak punah oleh zaman di masa depan , sekaligus menjadi saksi bahwa tradisi dan kebersamaan bisa berjalan seiring dalam harmoni.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun