5. Gunakan Sarung Tangan dan Penutup Kepala saat Memasak (khususnya untuk usaha kuliner)
Pencegahan kontak langsung dengan makanan sangat penting, terutama jika ada luka atau bisul di tangan.
6. Jangan Memasak Saat Sedang Sakit Kulit Bernanah atau Infeksi
Karena S. aureus mudah menyebar melalui luka atau cairan tubuh
Kesimpulan
Staphylococcus aureus merupakan bakteri berbahaya yang sering ditemukan pada makanan yang tercemar akibat kebersihan yang buruk, seperti tangan kotor, alat masak yang tidak higienis, dan penyimpanan makanan yang tidak tepat. Bakteri ini menghasilkan enterotoksin yang tahan panas, sehingga tetap berbahaya meskipun makanan telah dipanaskan kembali. Banyak kasus keracunan makanan di Indonesia disebabkan oleh bakteri ini, seperti pada makanan jajanan sekolah dan makanan tradisional. Pencegahan kontaminasi dapat dilakukan melalui praktik sanitasi yang baik seperti mencuci tangan, menjaga kebersihan alat masak, serta menyimpan makanan pada suhu yang sesuai. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya keamanan pangan perlu terus ditingkatkan demi mencegah bahaya tersembunyi dari kontaminasi Staphylococcus aureus.
Referensi
1. Aprilika, K., & Advinda, L. (2025). Deteksi Staphylococcus aureus pada beberapa jenis jajanan di SD Negeri 19 Air Tawar Padang. Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, 12(1), 60–67.
2. Gunawan, A. T., Widiyanto, T., Bahri, B., & Suryani, L. (2022). Survey terhadap keberadaan bakteri Staphylococcus aureus di industri rumah tangga makanan jajanan cireng wilayah Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas. Buletin Keslingmas, 41(4), 166–173.
3. Ikrila, I., Widjanarko, B., Fauzi, M., Sutiningsih, D., & Chomariyah, Z. (2025). Analisis Epidemiologi dan Penyebab Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Makanan di Puskesmas Ngombol: Studi Kasus Keracunan Makanan Akibat Staphylococcus aureus. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas, 10(2), 34–43.
4. Lestari, R. A. N., Badriah, D. L., & Iswarawanti, D. N. (2024). Higien pemerahan sebagai penentu kontaminasi bakteri Staphylococcus aureus pada susu sapi di Kabupaten Kuningan. Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti Husada, 15(1), 178–185.