Sejarah pamarayan
Pamarayan adalah sebuah kecamatan yang terletak di Kabupaten Serang, Provinsi Banten, Indonesia. Secara historis, daerah ini memiliki peran penting dalam perkembangan wilayah Banten, terutama pada masa kerajaan Banten dan sekitarnya.Daerah pamarayan ini memiliki bendungan ari yang bisa mengutungkan kedareah lain untuk berkebun atau menanam padi.
Sejarah Awal Pamarayan
Pada masa pemerintahan Kerajaan Banten (abad ke-16 hingga abad ke-18), Pamarayan menjadi bagian dari wilayah yang dikuasai kerajaan tersebut. Kerajaan Banten sendiri dikenal sebagai salah satu kerajaan Islam yang memiliki pengaruh besar di pesisir barat pulau Jawa. Meskipun Pamarayan bukanlah pusat kerajaan, wilayah ini memiliki kedekatan dengan pusat pemerintahan Banten yang ada di sekitar Serang dan Banten Lama.
Bangunan Bendung Lama Pamarayan mempunyia panjang 191,65 meter yang terdiri atas bangunan utama, ruang kontrol, bendungan sekunder, ruang lori, jembatan serta rel lori. Bendung Lama Pamarayan di Kabupaten Serang, Provinsi Banten, menjadi salah satu bendungan terbesar yang pernah dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda. Lokasinya terletak persis di tengah-tengah batas wilayah antara Desa Pamarayan, Kecamatan Pamarayan dan Desa Panyabrangan, Kecamatan Cikeusal. Terdapat kisah dari keberadaan bendungan tersebut saat masih beroperasi di masa silam. Saat ini keberadaannya sudah terbengkalai karena dimakan usia.
Menurut sejarahnya, bendungan ini dibangun selama 20 tahun, dimulai pada 1905 dan selesai di 1925. Konstruksinya menjadi yang terkokoh di zaman tersebut, lantaran menggunakan banyak semen dan baja. Total terdapat 10 pintu air yang berlandaskan plat baja di bendungan tersebut untuk menahan debit saat masih digunakan. Hal menarik adalah bentuk desainnya yang dibuat ala gaya Eropa abad pertengahan. Bangunan pintu air di sana dibuat serupa dengan kuil di Athena, Yunani, dengan bentangan yang membelah sungai dan diapit oleh menara. Puncak atap menara sebelah barat berbentuk datar, bertakik pada setiap sudutnya. Sedangkan puncak atap menara sebelah timur berbentuk seperti mahkota. Kedua menara ini terletak pada sayap bangunan dan menyatu dengan bangunan pintu. Struktur konstruksinya yang cukup besar dan rumit membuat biaya konstruksinya sangat mahal pada masa itu. Dari berbagai sumber, dikatakan bahwa proyek ini menghabiskan anggaran sebesar 5 juta Gulden atau jika dirupiahkan mencapai triliunan rupiah, dengan 300 ribu pekerja yang berasal dari Jawa Barat dan Jawa Tengah. Mahalnya bendungan ini membuat sistem kerja adalah sistem kerja paksa dan jarang sekali di berikan makan untuk pekerja dibuat ketat. Jika terdapat pekerja yang susah diatur maka akan langsung dijebloskan ke dalam penjara yang ada di dalam bangunan beton bendungan banyak pekerja yang di jebloskan kedalam beton tersebut.Pada tahun 1970 dilakukan rehabilitas bendungan pamarayan dengan menggunakan dana IDA (international Development association).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI