Mohon tunggu...
Saeful Uyun
Saeful Uyun Mohon Tunggu... Guru - Seorang pengembara yang ingin mengekpresikan daya fikir dan kritisnya

Berkelana dalam luas samudera fenomena sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Karakter, Menjadi Bangsa Terhormat

7 Desember 2015   10:18 Diperbarui: 7 Desember 2015   10:33 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pesantren adalah warisan lembaga pendidikan yang masih eksis ditengah arus globaliasasi saat ini. Pesantren dalam sepak terjangnya, telah ikut andil dalam mencetak tunas-tunas bangsa pelopor perjuangan bangsa negara republik Indonesia. Siapa yang tidak kenal, K.H. Hasyim A’ari, Tan Malaka, kyai Abbas Djamil Buntet, dan banyak lagi tokoh-tokoh pejuang yang lahir dari pesantren. Eksistensi lembaga pendidikan pesantren ini, harus diakui sebagai warisan yang “adiluhung”. Walaupun dianggap kolot, konservatif dan kuno, akan tetapi peran pesantren tidak bisa diremehkan dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia ini. Sejarah mencatat, banyak tokoh-tokoh penting baik tokoh partai, ulama maupun kharimatik lainnya telah mewarnai perjalanan bangsa dan negara ini dalam merebut, memperjuangkan dan mengisi kemerdekaan. Ini menjadi bukti bahwa, Lembaga pendidikan pesantren memiliki tinta emas sejarah yang patut diperhitungkan.

Menurut kyai Said Aqil Siroj, ketua PBNU sekarang, Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang khas. Aktivitas pesantren bisa dikaji dari “Tri Dharma Pesantren” yaitu: 1) Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt; 2) Pengembangan keilmuan yang bermanfaat; dan 3) Pengabdian kepada agama, masyarakat, dan negara. Mungkin dari sinilah, kenapa menteri Anies Baswedan, Mendikbud, melakukan kerjasama dengan ormas NU dalam penumbuhan budi pekerti alias pendidikan karakter dilingkungan kemendikbud. Menteri Anies berharap, pendidikan karakter menjadi budaya bangsa, bukan sekedar pengetahuan tekstual, dan benar-benar diejawantahkan menjadi “habit”. Pertanyaannya, kenapa harus pesantren? untuk menjawab pertanyaan ini, sebaiknya kita mengenal terlebih dahulu apa karakteristik pesantren dan apa peran pesantren bagi bangsa indonesia.

Menurut Dhofier (1994: 84) pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Dari definisi diatas, ada poin penting yang bisa digaris bawahi yaitu moral keagamaan dan pedoman perilaku sehari. Di Pesantren, pengetahuan tentang agama islam dipelajari dengan “paripurna”, bahkan seorang santri harus benar-benar menghayati apa yang mereka pelajari. Dibawah asuhan seorang kyai atau ustadz, para santri dibekali pemahaman dan pengetahuan tentang hakikat dari sebuah ilmu agama. Artinya, selain mereka menguasai  ilmu agama, mereka juga diajarkan bagaimana mengimplementasikan berbagai kajian ilmu agama yang telah dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ketika mereka diajarkan bagaimana cara menghormati ilmu dan guru, maka mereka langsung mempraktekkannya. Kalau dalam istilah pesantren, cara penghormatan santri kepada ustadz atau kyai disebut ta’dim.

Ditengah arus globalisasi, pesantren tetap kokoh mempertahankan pola dan metode pendidikannya. Buktinya, walaupun pendidikan pesantren identik konservatif, tetapi pesantren selama ini menjadi lembaga pendidikan yang berhasil meluluskan alumni yang berkarakter. Pesantren dengan segala kelemahan dan kekurangannya - dalam arus globalisasi saat ini - memiliki peran yang sangat strategis dalam mendorong dan menciptakan  bangsa Indonesia yang berkarakter dan berkepribadian. Saat ini, karakter dan kepribadian bangsa telah pudar tergerus oleh arus globalisasi. Karakter bangsa Indonesia seharusnya menjadi jati diri bangsa, telah menjelma menjadi karakter hedonis, materialistis dan individualistik. Ironis, perkembangan dunia tak bisa dielakkan, akan tetapi negara dan bangsa harus memiliki jati diri. Terkikisnya budaya bangsa dan karakter bangsa hanya akan melahirkan keterpurukan dan kewibawaan bangsa menjadi rendah dimata bangsa lain.

 Fenomena ini, disadari atau tidak, perlu menjadi perhatian bersama. Tunas-tunas bangsa jangan dibiarkan larut dalam buaian kisah kerakusan dan ketamakan. Mereka lupa sebagai bangsa besar. Sifat hedonisme telah merasuk kedalam sanubari sehingga gerak langkah penuh dengan materialistik. Kesuksesan hidup diukur dengan materialisme bukan lagi sebagai capaian pengabdian demi bangsa dan negara. Oleh karena itu, kiranya, dibutuhkan sebuah pola pendidikan yang menentramkan dan menyejukkan hati. Pendidikan yang tidak hanya mengajarkan cara menggapai sukses dunia, akan tetapi menata hati dan fikiran agar menjadi insa yang senantiasa bersikap dan berperilaku proporsional sesuai dengan norma agama dan negara.   

 

Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengutamakan perilaku positif. Dalam hal ini, mendikbud  Anies baswedan, mencoba memberikan solusi terhadap permasalahan bangsa ini melalui kegiatan Penumbuhan Budi Pekerti di sekolah. Beliau menuangkan program tersebut kedalam permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Dalam permendikbud itu dijelaskan bahwa, penumbuhan budi pekerti merupakan tanggung jawab semua elemen baik sekolah maupun orang tua siswa. Penumbuhan budi pekerti diwujudkan melalui dua karakter yaitu karakter moral dan karakter kinerja. Contoh karakter moral, diantaranya kejujuran, ketakwaan, sopan dan santun, serta tatakrama. Sedangkan karakter kinerja, misalnya kerja keras, tangguh, tuntas, ulet, dan rajin.

Sikap positif ini, seyogianya menjadi arahan  dan pijakan bagi sekolah dalam membina siswanya menjadi pribadi yang unggul. Cara yang bisa dilakukan pihak sekolah adalah dengan menuangkannya kedalam visi dan misi sekolah. Ini perlu dilakukan, agar sekolah bisa menjabarkannya kedalam berbagai sendi kehidupan disekolah. Bagaimana sekolah bisa menjadi berkarakter, kalau visi dan misinya juga berseberangan dengan tujuan yang ingin dicapai. Makanya, Visi dan misi inilah kemudian diejawantahkan kedalam program-program yang dikomandani oleh para wakasek, guru dan pelatih ekstrakurikuler.  Selanjutnya, dijabarkan kedalam program baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Nilai moral maupun kinerja yang dicanangkan oleh mendikbud, kalau ditelaah lebih lanjut, akan ditemukan titik sinkronisasi dengan pola-pola pengajaran di pesantren. Cobalah tengok pola pendidikan pesantren, santri selain dibekali ilmu-ilmu agama, seperti nahwu, shorof, i’anah, dan ilmu lainnya, juga didorong untuk bisa berwirausaha. Disinilah letak keselarasan karakter  moral dan  karakter kinerja ditanamkan.  Misalnya, di pesantren Al itifaq Ciwidey Kabupaten Bandung, santri tidak hanya dibekali ilmu agama tetapi ilmu kewirausahaan. Pada malam hari, santri Al Itifaq digembleng dengan berbagai kajian kitab kuning dan kajian ilmu-ilmu lainnya. Ketika siang hari para santri menyebar sesuai dengan bakat dan kemampuannya masing-masing. Ada yang menanam sayuran di perkebunan milik pesantren, beternak, bagian pengemasan – kebetulan pesantren Al I’tifaq ini sebagai produsen sayuran ke berbagai toko swalayan dan supermarket di kota Bandung dan Jakarta, dan ada juga yang berposisi sebagai administrasi di koperasi.

Alhasil, Pendidikan di Pesantren telah memadukan dua karakter sekaligus yaitu karakter moral dan karakter kinerja. Pola pendidikan seperti ini tidak dimiliki oleh sekolah umum. Maka wajar, kalau Mendikbud Anis Baswedan memilih kerjasama dengan Pesantren dalam membumikan program Penumbuhan Budi Pekerti di sekolah. Pesantren tetap kokoh dalam mencetak dan membina tunas bangsa menjadi manusia yang berkepribadian dan berkarakter akhlak mulia. Metode dan cara pengajaran boleh konservatif, akan tetapi lulusan pesantren lahir menjadi warga masyarakat yang kreatif dan kontributif dalam pembangunan dimasyarakat. Mari kita tunggu realisasi dari kerjasama kemendikbud dengan PBNU ini, Semoga tunas-tunas bangsa senantiasa memiliki kepribadian yang unggul sehingga bisa menjadi harapan bangsa dalam menggapai Indonesia sejahtera dan berkepribadian. ##

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun