Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Misteri Lenyapnya Covid-19

12 April 2020   11:54 Diperbarui: 12 April 2020   12:26 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Misteri Lenyapnya Covid-19 Chapter 1

 

Akhir tahun 2019 yang lalu masih sangat melekat pada ingatan kami tentang indahnya menghabiskan sisa-sisa detik, menit, jam dan hari bersama keluarga. Mungkin saat-saat itu yang membahagiakan kami sepanjang perjalanan berkeluarga. Betapa tidak?perjalanan kami tidak hanya melintasi satu titik, namun berbagai titik, mulai dari kuliner, tempat wisata, kehangatan bertemu sanak dan saudara serta melakukan niaga. Sungguh itu putaran waktu singkat yang sulit untuk diulang kembali dan dilupakan sekejap.

Mamasuki tahun baru 2020, kami memiliki semangat untuk menatap dan melangkah sesuai rencana yang telah kami buat dan sepakati, yaitu 2020 harus lebih baik yaitu mewujudkan target jangka pendek dan jangka panjang. Tidak hanya obsesi dunia, lebih dari itu, obsesi akhirat menjadi target utama kami. Kami berfikir, tentu ini bukan pekerjaan yang tidak mudah dan ringan, namun kami memiliki modal keyakinan dan optimisme. Memaksimalkan taqdir, itulah tagline kami dalam setiap melangkah dan membangun harapan dan kemauan.

Tidak terasa seiring perjalanan waktu,  dua permulaan bulan 2020 telah kami lalui dengan penuh semangat dan kami berharap bulan-bulan berikutnya mampu kami lampui bersama istri dan anak. Ibarat sedang mendengarkan music dan sedang menari kami begitu larut dan menikmati dengan sepenuh hati, hingga kami menyakini suasana ini akan tercipta hingga ujung tahun 2020.

Seketika kami dikejutkan dengan berita mengerikan dari medsos yang sebelumnya tidak pernah kami bayangkan dan fikirkan, yaitu meledaknya virus corona atau covid-19 di Kota yang belum pernah kami dengar sebelumnya yaitu Wuhan China. Virus ini begitu cepat berpindah kebanyak manusia dalam waktu singkat, hingga kematian ujung dari kekejaman virus ini. Seketika pandangan dunia tertuju pada Kota Wuhan, setiap saat bahkan setiap detik, jam, hari, minggu dan bulan dan puncaknya secara nasional akhir Februari dan awal Maret pemberitaan di Indonesia.

Berita dan tayangan yang kami dengar hanya bermula dari berjatuhanya penduduk Wuhan akibat ganasnya Covid-19, betapa tidak? dalam waktu yang tidak lama negara-negara diluar China termasuk Korsel, Jepang, AS, Irak, Italy, Siangapura dan Malaysia dirasuki Covid-19 melalui jalur korban positif baik warga Wuhan atau WNA yang dari berbagai negara kemudian melalui mobilisasi fisik jalur wisata.

Indonesiaku sejak Januari-hingga awal Maret masih menjadi penonton yang baik atas wabah global ini dengan pemikiran berbagai pihak terutama pemerintah, politisi, tokoh dan akademisi yang berbeda-beda. Mulai dari yang menyatakan: Corona tidak akan mungkin bisa eksis di negara agraris (Indonesia), Corona akan terbendung dengan makanan tradisonal Indonesia, Indonesia sudah terbiasa dengan situasi sulit/terserang virus dan pasti bisa ditangkal, bahkan masih ada himbauan atas nama peningkatan devisa dan investasi WNA masuk ke Indonesia dengan bebas hingga pertengahan Maret 2020. Padahal, negara lain sejak pertengahan Januari sudah menutup seluruh jaringan penerbangan atau keluar dan masuknya warga negara.

Negara-negara yang terserang Covid-19 secara cepat dan cermat melakukan langkah-langkah real sebagaimana rekomendasi WHO dengan dipadukan kebijakan domestik. Ibarat peperangan, negara-negara telah mempersiapkan strategi dan rencana dengan sangat matang hingga mampu memukul balik lawan dan meminimalisir kematian atau kerugian fisik dan non fisik. Perlawanan terhadap Covid-19 merupakan eksistensi kepemimpinan, nasionalisme dan harga diri sebuah bangsa dan negara. Tentu perlawanan terhadap virus mengerikan tersebut tidak dilakukan dengan cara-cara amatiran tapi dengan SOP, perintah dan operasional yang koordinatif, sistematis dan massif.

Pada saat negara lain sedang melakukan peperangan nyata, di negeriku masih memanjakan mata untuk membuntuti alur cerita negara-negara lain yang terserang Corana. Aku melihat dan merasakan seolah tidak ada sedikitpun kecemasan  dan ketakutan jika hal yang sama melanda Indonesia. Padahal aku berguman dalam hati, mengatasi hal yang tidak nyata jauh lebih sulit dan menguras tenaga dibadingkan yang tampak oleh mata. Sebenarnya Indoensia bisa lebih sigap dan cepat dari awal untuk membendung laju tranformasinya Covid karena sejak awal sudah membaca dan mencermati infomasi dan berita. Berbeda dengan negara-negara yang sangat berdekatan dengan Wuhan, dimungkinkan mereka tidak memiliki waktu banyak untuk menyiapkan perlawanan.

Begitu waktu bergulir dan Maret tiba, maka Indonesiku di guncang oleh berita terserangnya warga dan terus meluas hingga Indonesia. Ditengah suasan seperti ini, para pengambil kebijakan strategis masih belum satu pendapat bahkan cenderung saling curiga dan melempar tanggungjawab. Padahal di saat itu dibutuhkan langkah cepat dan tepat. Namun apa yang terjadi? Covid-19 sudah leluasi memakan mangsa mulai dari masyarakat, pejabat, tenaga medis dan dokter. Satu per satu dari putra terbaik bangsa meninggal dengan sia-sia akibat persiapan dan strategi tempur yang tak terencana.

Ibarat pertempuran, saat ini banteng pertahahan telah jebol satu persatu. Mulai dari hanya terserang secara perorangan, keluarga, RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional. Musuh  Covid-19 sudah terlalu jauh melakukan intervensi hingga menerjang kaum lemah dan wilayah-wilayah yang minim informasi dan tenaga medis. Inilah peperangan melawan makluk Ghoib yang kita tidak tahu sampai kapan peperangan ini berakhir dan seberapa banyak korban yang akan musuh inginkan.

2,5 bulan waktu emas dan kesempatan berharga yang lenyap karena musuh sudah memasuki wilayah-wilayah strategis Indonesia. Kini sudah tidak terhitung berapa besar kerugian material dan non material selama Covid-19 menghantui. Bahkan sebagian pengamat dunia dan medis mempresdiksi, serangan Covid-19 di Indoensia akan berlangsung lama dan memakan korbang mengerikan jika model perlawananya tidak sistematis, cepat dan akurat karena sebagian besar dari penduduk Indonesia tidak terbiasa untuk mengikuti protokolor tertib dan patuh (baik untuk karantina, lock down dan social distancing). Pemerintah harus menanggung beban yang sangat berat jika pilihan lock down dan karantina nasional dilakukan karena tidak cukup anggaran untuk memenuhi kebutuhan logistic masyarakat dan kompensasi biaya operasional sektor riil (pasar).

Tidak ada waktu untuk meratap, menyesali dan saling menyalahkan, ini adalah pekerjaan rumah rakyat, bangsa dan negara. Pada saat pelik saat ini dibutuhkan jiwa rela berkorban, bekerjasama, terbuka dan menjadi satu kesatuan anak bangsa. Tidak ada lagi kesempatan untuk mencuri dan menciptakan panggung popularitas dab pencitraan politik karena cara-cara itu sia-sia dan tidak menyelesaikan masalah. Rakyat saat ini sedang dihantui masalah besar yaitu kepastian kematian, ketidakpastian penghasilan dan ancaman masa depan. Negaralah yang paling bertanggungjawab atas musibah ini karena itu amanah UUD 1945. Jangan abaikan hak rakyat, karena rakyat hamper 1 bulan sudah menahan diri untuk mengurangi makan, minum, tidur, berinteraksi dan bergerak. Sungguh! inilah ujian nasionalisme dan kecintaan sesungguhnya pemimpin terhadap rakyatnya serta ujian kesabaran rakyat terhadap pemimpinnya.

Kami tidak tahu, sampai kapan langkah, bicara dan mobilisasi kami tertahan oleh Covid-19. Dunia begitu sangat sempit dan runyam, begitu halnya dengan suasana sosial, pendidikan dan ekonomi seolah mati suri dan menjauh dari kehidupan kami. Apakah ini sebuah isyarat, agar manusia menyadari akan keangkuhan dan ketamakkanya karena dunia telah lama memanjakanya. Tidak sedikitpun Tuhan menghalau keinginan manusia, bahkan manusia bebas untuk melakukan apa saja sekehendak keinginan dan hawa nafsunya. Namun kita, manusia harus berhenti dan bertekuk lutut dan menunjukkan kelamahan yang sesungguhnya. Kematian yang mencekam selalu menghantui sepanjang hidupnya.

Tidak ada jalan lain untuk keluar dari cekaman ini, kecuali tetap melakukan ikhtiar, bersabar dan berdoa sepanjang waktu kepadaNYA. Harapan dan keinginan kami terganjal dan entah sampai kapan berdiam di rumah. Ini adalah ujian bagi orang-rang yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhanya, namun menjadi bencana dan petaka bagi mereka yang mencintai dan menuhankan dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun