Mohon tunggu...
Siska Fransisca
Siska Fransisca Mohon Tunggu... -

Pengamat Kompasiana dan Kompasianer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bohong, Kisah Hidup 850 Ribu Perbulan adalah Kisah Bohong dan Menyesatkan

7 Agustus 2015   11:36 Diperbarui: 7 Agustus 2015   11:36 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kisah hidup Dani Rafikhalif  yang hidup dengan uang 850 ribu di Jakarta sepintas lalu benar dan membuat orang berdecak kagum. Namun setelah saya amati, ternyata Dani tak pernah bisa hidup dengan uang 850 ribu itu. Jadi kisah itu adalah kisah bohong dan menyesatkan. Yang diacungi jempol adalah bahwa dia bisa mandiri dan tidak lagi minta duit dari orang tuanya. Namun hal itu juga dilakukan oleh puluhan juta pemuda Indonesia. Celakanya kisah hidup bohong itu dijadikan oleh admin Kompasiana menjadi Higlight dan lebih ceroboh lagi Headline. Mungkin admin tidak cermat membaca dan hanya membaca judulnya kali. 

Dari pembeberan Dani sendiri ternyata dia tidak hidup murni dengan uang 850 ribu itu. Ada banyak sumber-sumber pemasukan lain yang membuat dia hidup. Karena kalau benar-benar dia bisa hidup dengan uang itu, dan bisa dia bagi uang 850 ribu maka saya ajungi jempol saya dua-duanya. Dani sendiri mengakui bahwa dia sering kali dikasih uang perjalanan dinas dari kantor, ada uang edit foto, ditraktir oleh teman sekantor, dikasih makan siang di kantor. Ada lagi duit dari menulis cerpen. Ada duit membuat website dan tidak pernah ditulisnya berapa jumlahnya. Bukankah duit lain itu juga menunjang biaya hidupnya perbulan? Hidup semacam ini juga biasa dilakukan oleh kebanyakan perantau di Jakarta. Gaji pokok memang 850 ribu rupiah. Tetapi uang pemasukan lain bisa lebih besar dari gaji pokok.

Orang-orang di kampung sana juga mungkin bisa mengatakan bahwa mereka hidup dengan uang 250 ribu perbulan. Lho kok bisa begitu? Kan air tidak dibeli, sayur ditanam sendiri. Makan tiga kali sehari dengan ubi, pisang. Semuanya tidak dibeli. Tetapi kalau dihitung semua biaya hidup itu dengan nilai harga pasarnya di Indonesia maka mungkin orang-orang kampung itu hidup dengan biaya 2 juta perbulan.

Demikian si Dani itu. Kalu dihitung semua pendapatannya dan pengeluaran yang dipakai dengan nilai real di Jakarta misalnya, maka biaya hidup Dani bisa lebih dua juta sampai tiga juta. Dalam hitung-hitungan akuntasi, semua pendapatan baik resmi dari kantor atau penghasilan tambahan harus dihitung sebagai income. Itu yang tidak dilakukan oleh Dani dan seakan-akan membodohi pembaca dengan hidup Cuma 850 ribu itu.

Ada orang yang bisa hidup di Jakarta dengan uang 500 ribu. Namun kostnya dibayar, tranportasinya dibayar, makanannya ditanggung dan seterusnya. Hal yang perlu dibanggakan adalah jika benar-benar hidup dari uang 850 ribu itu dan tidak ada sama sekali penghasilan lain atau sumbangan orang lain. Baru itu namanya ajaib dan muzizat.

Catatan: Ada Kompasianer yang membantah pernyataan saya ini?

Salam Kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun