Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Eksodus Pekerja Asing Mengguncang Arab Saudi

20 Juli 2018   20:46 Diperbarui: 20 Juli 2018   21:07 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Isu tentang tenaga kerja asing (TKA) ternyata bukan hanya santer di Indonesia, bahkan negara makmur sekelas Arab Saudi pun belakangan ini harus memberikan perhatian khusus untuk urusan tersebut. Bedanya, warga Indonesia resah dengan kemungkinan 'perebutan' peluang kerja oleh TKA, sementara Saudi repot dengan hengkangnya sekitar 800,000 TKA sejak tahun 2016 yang berimbas pada lenyapnya potensi pajak dan nilai belanja konsumtif para ekspatriat yang cukup signifikan kontribusinya pada pendapatan negara.  

Saudisasi, proyek penataan ekonomi yang digagas oleh putra mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) untuk menciptakan angkatan kerja lokal yang produktif, adalah faktor pemicu hal tersebut.

Gagasan itu direalisasikan dengan jalan menaikkan berbagai pungutan terhadap perusahaan-perusahaaan yang memanfaatkan TKA, membebankan biaya pertanggungan pada TKA, dan membatasi secara ketat sektor-sektor usaha yang bisa dijadikan lahan mencari nafkah para TKA. Eksodus ekspatriat pun terjadi tak lama setelah Saudisasi diberlakukan yang ditandai secara kasat mata dengan anjloknya jumlah hunian yang disewakan dan sepinya mal-mal di negeri petrodollar tersebut.

Sayangnya gagasan nasionalis MBS untuk memberdayakan angkatan kerja negerinya terbentur pada fakta bahwa para pengusaha Saudi kesulitan merekrut tenaga kerja lokal karena warga Saudi tak memiliki keinginan untuk berkiprah sebagai karyawan apalagi pemerintah mereka sangat murah hati dalam memberikan tunjangan bagi warga yang tidak bekerja.

Hal itu pula yang mendorong sejumlah kepala dagang perusahaan dan industri pada Februari 2018 mengajukan pada pemerintah untuk membebaskan sektor swasta dari kebijakan Saudisasi 100 Persen. Kebutuhan yang sangat banyak untuk proyek-proyek konstruksi bakal sulit dipenuhi kalau berharap pada perekrutan tenaga lokal dan bila dibiarkan berlarut-larut, maka dikuatirkan akan memaksa banyak pengusaha menutup bisnis mereka. 

Pada bulan Mei 2018 terkuak data bahwa selama periode tiga bulan berjalan ada lebih dari 5000 sanksi denda dijatuhkan pada berbagai perusahaan yang tidak mematuhi ketentuan-ketentuan Saudisasi. Mereka yang terkena sanksi tersebut bervariasi dari mulai perusahaan telekomunikasi, hotel, bahkan sampai ke usaha mobil sewaan.

MBS dengan Saudisasi-nya yang membuat TKA terusir, berharap ketergantungan mutlak ekonomi negerinya pada bisnis minyak bumi perlahan-lahan dapat diatasi dengan diversifikasi ekonomi. Perginya TKA diharapkan dapat menciptakan lowongan pekerjaan baru yang ditargetkan dapat mencapai 450,000 posisi di sektor swasta pada tahun 2020 khusus untuk warga Saudi. 

Masalahnya dia pun harus menemukan cara untuk membujuk warganya agar mau menggeluti pekerjaan yang kurang prestisius di mata mereka. Mayoritas TKA asal Timur Tengah dan Asia-lah yang biasanya mengisi lowongan pekerjaan berupah rendah, MBS berharap suatu saat angkatan kerja Saudi bersedia berkiprah di sektor itu juga.

Di sisi lain, Saudisasi juga berdampak pada penurunan investasi asing langsung dari $7,5 biliun (2016) menjadi $1,4 biliun (2017). Pada November 2017, Institute of International Finance dalam sebuah penelitian memproyeksikan adanya arus modal ke luar negeri senilai $101 biliun (2017) atau setara 15 persen PDB. Sebagian kalangan menilai bahwa itu merupakan indikasi bahwa para pengusaha yang kuatir bisnisnya terimbas Saudisasi telah memindahkan sebanyak mungkin aset mereka yang dapat segera diuangkan ke mancanegara.

Namun MBS nampaknya akan maju terus melalui Saudisasi-nya dengan menargetkan pendapatan negara dari pajak TKA baru senilai $17,33 biliun pada tahun 2020 untuk menambal defisit keuangan negara (diproyeksikan mencapai $52 biliun tahun 2018 ini) dan membiayai proyek-proyek ekonomi baru. 

Sebagian kalangan mempertanyakan apakah nilai pajak tersebut bisa mengimbangi kerugian dari hengkangnya para TKA atau dipulangkannya keluarga mereka karena tingginya biaya tanggungan yang harus dibayar padahal mereka termasuk konsumen dengan total nilai belanja sangat signifikan untuk aneka produk/ jasa. 

Selain itu, MBS pun harus mewaspadai praktek 'Saudisasi palsu', membayar warga lokal untuk mengaku sebagai karyawan sementara sesungguhnya TKA-lah yang melakukan pekerjaannya, karena bila dibiarkan akan melahirkan generasi muda yang tidak tertarik untuk bekerja dan memilih untuk makan gaji buta. Sesuatu yang sangat berlawanan dengan tujuan dasar kebijakan Saudisasi.

Referensi

http://www.businessinsider.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun