Mohon tunggu...
Sabrina Treeva
Sabrina Treeva Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Senang menulis.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Imperialisme, Puncak dari Seluruh Kapitalisme Kontemporer

14 Maret 2023   11:16 Diperbarui: 14 Maret 2023   11:28 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Dalam salah satu paham ekonomi, sebut saja marxisme yang seringkali kita temui dalam segala teori-teori ekonomi,  selalu mengatakan bahwa kaum borjuis akan selalu memanfaatkan kaum proletar untuk mendapatkan keuntungan. Ketidakadilan inilah yang nantinya akan menimbulkan revolusi; sebagai upaya untuk menegakkan keadilan antar sesama kaum dan mengamankan hak-hak kaum proletar yang selama ini diambil oleh para borjuis itu sendiri. Revolusi untuk menumbangkan kapitalisme inilah yang nantinya akan mengubah tatanan ekonomi suatu negara menjadi sosialis, dengan asas-asas komunisme.  Namun Vladimir Lenin, seorang politikus Rusia, berkata lain tentang teori ini. 

Vladimir Ilyich Ulyanov, atau lebih sering dikenal dengan Vladimir Lenin, mengatakan bahwa apa yang dituangkan dalam teori Marxisme tidak bisa selalu terjadi dalam ekonomi politik global. Dalam ekonomi politik global, kapitalisme tidak hanya terjadi di salah satu negara, namun terjadi dalam ruang lingkup yang jauh lebih luas dan mencakup perdagangan lintas negara. Perdagangan dan industri ini saling berkaitan erat dengan satu sama lain, sehingga membentuk sebuah chain atau rantai besar tak terbatas antara satu dengan yang lainnya. Contoh kecil adalah bagaimana perusahaan-perusahaan di Jepang saling memiliki saham di sesama perusahaan Jepang lainnya, sehingga bilamana salah satunya ada yang mengalami kerugian, yang lainnya tidak akan tinggal diam. Jika salah satu perusahaan ada yang bangkrut, maka perusahaan lainnya yang memiliki saham disana akan mengambil alih perusahaan tersebut, sehingga perusahaan tadi tidak akan hancur sia-sia. Inilah salah satu alasan yang membuat Jepang dapat terus bertahan sebagai negara maju. 

Selain menerapkan sistem chains tersebut, pemilik kapitalisme global juga menerapkan stigma produk dalam masyarakat. Seperti yang sering kita lihat dalam situasi modern ini, seringkali produk maupun jasa yang kita konsumsi hanyalah menjual nama dan 'gengsi', misalnya bagaimana warga dari seluruh kelas; baik kelas atas maupun kelas bawah akan selalu memandang tinggi merk-merk kopi seperti Starbucks, padahal bisa saja cita rasa kopi lokal layaknya Kopi Kenangan memiliki ciri khas yang sebenarnya jauh lebih nikmat dibandingkan dengan Starbucks. Namun, masyarakat akan tetap memandang Starbucks lebih 'tinggi' bila dibandingkan dengan merk kopi lokal. Hal ini tercipta dari stigma yang memang ditanamkan oleh para kapitalis dengan warga itu sendiri. 

Stigma inilah, yang akan mengembalikan roda perputaran konsumsi itu agar kembali ke para pemilik perusahaan itu sendiri. Prinsip kapitalisme adalah semakin tinggi konsumsi, maka akan semakin banyak keuntungan yang didapat, dan stigma ini akan terus memupuk konsumtivitas tersebut. Kapitalisme kontemporer, singkatnya, bukanlah lagi kapitalisme yang mempekerjakan buruh secara kasar seperti halnya yang terjadi di zaman kegelapan Eropa, namun membuat mereka menghabiskan uangnya untuk membeli barang-barang branded yang ditanamkan dan menjadi stigma mereka. Pada akhirnya, perputaran uang itu akan kembali lagi ke tangan-tangan kaum kapitalis, dan mereka pun akan menikmati lagi hasil keuntungan tersebut. 

Hal ini seperti yang ditulis Lenin dalam bukunya Imperialism: the Highest Stage of Capitalism dimana ia mengutarakan bahwa "although commodity production still "reigns" and continues to be regarded as the basis of economic life, it has in reality been undermined and the bulk of the profits go to the "geniuses" of financial manipulation. At the basis of these manipulations and swindles lies socialised production; but the immense progress of mankind, which achieved this socialisation, goes to benefit . . . the speculators. We shall see later how "on these grounds" reactionary, petty-bourgeois critics of capitalist imperialism dream of going back to "free", "peaceful", and "honest" competition." 

Di sini ia menyampaikan bahwa apa yang ada dalam mekanisme ekonomi politik global bukanlah persaingan yang 'jujur' dan 'adil', melainkan telah dikuasai oleh mereka yang jauh lebih cakap dan jenius dalam mengurusi perekonomian ini, dan mereka pun telah bersatu sehingga membentuk sebuah imperialisme kapitalis dalam keseluruhan ekonomi global. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun