Itulah mengapa studi seperti Comparative Study of Emoji Interpretations: U.S. vs China (Science Publishing Group, 2020) jadi sangat penting. Hasilnya menunjukkan bahwa orang dari latar belakang berbeda bisa membaca emoji yang sama dengan cara yang benar-benar beda. Hal yang sama juga disorot oleh LGT Insights (2023), bahwa salah paham lintas budaya dalam percakapan digital makin sering terjadi seiring makin banyak obrolan yang melintas batas negara. Bahkan di dunia kerja, sesuatu yang sederhana seperti 👍🏻 bisa membuat rekan kerja merasa diabaikan alih-alih diapresiasi. Sementara itu, emoji yang dulunya sangat populer seperti 😂 sekarang udah nggak sepopuler itu lagi. Tren emoji baru terus bermunculan, membuat ikon yang dulunya kesukaan semua orang bisa cepat tergeser. New York Post (2024) bahkan menunjukkan bahwa beberapa emoji yang dianggap sederhana justru sekarang masuk dalam daftar emoji yang paling sering disalahpahami.
Lalu solusinya apa, stop menggunakan emoji? Tentu tidak. Emoji justru masih menjadi alat paling seru dan ekspresif untuk digunakan saat komunikasi via online. Mereka bisa membuat obrolan menjadi lebih hidup, menyatukan orang dengan lintas bahasa, dan seringkali menyampaikan perasaan yang sulit diungkapkan hanya dengan kata-kata (Kompasiana, 2025). Intinya, emoji itu berperan seperti jalan pintas untuk menunjukkan perasaan, satu hal yang ketikan saja sering kali terlewat (Kumparan, 2022). Tetapi perlu diingat, emoji bukanlah bahasa universal yang sempurna, dan itu tidak masalah. Kuncinya adalah kepekaan. Lain kali waktu kamu sedang mengobrol dengan seseorang yang lintas budaya, coba pikir dulu dua kali sebelum mengirim emoji. Lalu, tanya ke diri sendiri, mungkin nggak sih orang menangkap emoji ini dengan arti lain? Kalau ragu, lebih baik ketik saja dengan kata-kata. Bukan soal menghilangkan keseruan, tetapi menjaga supaya maksud kamu tetap tersampaikan dengan jelas.
Emoji juga mengingatkan kita bahwa dalam komunikasi lintas budaya, yang penting bukan hanya apa yang kamu ucapkan, tetapi juga bagaimana orang lain menerimanya. Emoji memang kecil saat tertera di layar, tetapi dampaknya cukup besar, yaitu bisa membuat orang menjadi lebih dekat, bikin ketawa, atau malah bikin bingung. Seperti yang dilansir oleh Facetxt (2025), tiap budaya tidak hanya berbeda dalam penggunaan emoji, tetapi ada juga yang menggabungkannya dengan gaya visual lain seperti kaomoji, yang membuat maknanya makin berlapis. Hal ini menunjukkan bahwa emoji itu bukan sekadar gambar tetap, tetapi simbol yang berkembang bersama kita, dipengaruhi dengan konteks budaya, sampai generasi.
Jadi intinya, tidak perlu sampai berhenti menggunakan emoji, cukup menjadi lebih bijak saja dalam penggunaanya. Emoji itu sebenarnya alat kecil yang berperan besar, seperti dalam hal membantu menyampaikan perasaan atau maksud yang sulit diungkapkan hanya lewat ketikan. Tetapi, karena tiap-tiap orang datang dari latar belakang dan budaya yang berbeda, penting juga untuk kita bisa lebih peka agar maksud yang ingin disampaikan tidak terbalik. Dengan begitu, emoji bisa tetap menjadi jembatan yang mendekatkan orang, bukan malah membuat salah paham.
Penulis:
1. Sabrina Faiza Putri
2. Yuni Sari Amalia S.S., M.A., Ph.D
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI