Mohon tunggu...
Sabrina Faiza
Sabrina Faiza Mohon Tunggu... Mahasiswi

-

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Emoji di Chat: Penyelamat atau Penyebab Ribet?

4 Oktober 2025   21:25 Diperbarui: 4 Oktober 2025   22:50 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Siapa sih yang nggak suka pake emoji waktu lagi ngobrol via online, mau sama teman ataupun keluarga? Dari 😍 buat flirting, 😂 buat ketawa, sampai 👍🏻 kalau lagi males ngetik OK, emoji ada di mana-mana. Seru, warna-warni, dan jujur aja, kadang emoji bisa bantu kita waktu kata-kata aja nggak cukup buat ungkapin apa yang kita mau. Emoji udah kayak stiker dalam obrolan sehari-hari, kadang lucu, kadang tulus, dan kadang juga sarkas. Tapi masalahnya, meskipun kadang kelihatannya seperti bahasa universal, cara tiap orang baca emoji bisa beda banget tergantung kita ada di belahan dunia mana.

Nah, disinilah letak ribetnya. Emoji terasa gampang dan natural karena kita gunakan terus setiap hari. Tetapi kalau dilihat lebih luas, emoji justru bisa jadi cermin ataupun kebiasaan dari macam-macam budaya. Cara orang Indonesia menggunakan 🙏🏻 misalnya, nggak selalu sama dengan orang Jepang, Brazil, atau Amerika. Yang kita maksud dari emoji itu adalah makasih tetapi bisa aja ditangkap sebagai maaf atau bahkan doa dan berkat, tergantung siapa yang menerima pesannya.

Ambil contoh Indonesia. Kompasiana pernah bilang kalau emoji bikin obrolan online terasa lebih hangat dan natural (Kompasiana, 2025). Bayangin aja kalau kamu chat temen dan dia cuma bilang OK. Rasanya agak dingin kan waktu baca? Tapi coba selipkan 😁 atau 🙌🏻 di belakang, kesannya langsung beda, jadi lebih ramah, santai, atau malah excited. Buat orang Indonesia, emoji sering berfungsi kayak bahasa tubuh digital, yaitu cara supaya pesan kedengarannya nggak kaku ataupun galak.

Tapi begitu keluar negeri, ceritanya lain lagi. Kumparan sempat menyebutkan kalau nggak semua emoji punya arti yang sama di setiap kebudayaan (Kumparan, 2022). Contoh paling gampang yaitu emoji 🙏🏻. Di Indonesia, emoji ini lebih sering digunakan untuk bilang makasih atau minta maaf. Tapi di Jepang, emoji yang sama lebih sering digunakan sebagai simbol dari orang yang sedang berdoa. Jadi, waktu kamu kirim makasih ke teman Jepang menggunakan emoji 🙏🏻, bisa aja dia mikir kamu sedang dalam mode religius. Dan itu baru satu contoh dari sekian banyaknya contoh. 

Di berbagai belahan dunia, emoji punya arti tersendiri yang cukup mengejutkan. Salah satunya yang paling bikin bingung adalah emoji 🙃. Ada yang anggap itu sebagai sindiran, ada juga yang anggap itu hanya sekadar senyum iseng. Jadi waktu ada teman balas chat dengan emoji 🙃, artinya mungkin saja dia sedang bercanda, atau kesal, atau bisa juga cuma main-main? Ya, tetap jadi teka-teki kalau tidak bisa baca situasi.

Contoh lainnya lagi adalah emoji tangan OK 👌🏻 dan jempol 👍🏻 yang artinya agak berisiko. Di Amerika, dua emoji ini biasanya berarti bagus atau semua oke. Tetapi di Brazil, Turki, dan sebagian Timur Tengah, justru bisa dianggap sebagai gestur yang cukup menyinggung (New York Post, 2024). Bayangin aja, kamu iseng kirim emoji 👍🏻  di grup kerja yang berisi kolega luar negeri. Yang kamu kira ramah, malah bisa terbaca kasar karena dianggap memberikan jari tengah. Awkward banget, kan?

Lalu ada juga persoalan mengenai perbedaan generasi. Ingat emoji 😂 alias muka ketawa sampai nangis?  Pada tahun 2015 emoji ini sampai dinobatkan sebagai Word of The Year oleh Oxford Dictionaries. Tapi coba lihat sekarang? Banyak Gen Z di Amerika dan Eropa justru mengatakan itu cringe dan lebih pilih menggunakan emoji 💀 untuk bilang I'm dead, yang artinya lucu banget. Jadi, sementara sepupu kamu di Indonesia masih rajin spam emoji 😂 di grup keluarga, temanmu di Amerika bisa jadi berpikir hal itu udah jadul. Dari sini terlihat bahwa budaya emoji bukan cuma berbeda antar negara, tetapi juga antar-generasi.

Perbedaan makin terasa kalau kita bandingkan daerah Timur dan Barat. Sebuah studi menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen emoji dipahami berbeda oleh pengguna di Amerika Serikat dan Tiongkok (Science Publishing Group, 2020). Contohnya, emoji air mata bisa berarti sedih di satu budaya, tapi tertawa di budaya lain. Jepang sendiri memiliki gaya unik khas mereka, yaitu lebih sering menggunakan emoji yang halus dan sopan, seperti emoji 🙇🏼‍♀️ orang membungkuk atau 🥺 tatapan puppy eyes, dibanding menggunakan emoji dengan ekspresi heboh yang sering digunakan di barat (Facetxt, 2025). Hal ini menunjukkan bahwa gaya komunikasi suatu budaya juga tercermin dalam hal pemilihan penggunaan emoji, ada yang cenderung tenang, ada pula yang lebih ramai dan ekspresif.

Terkadang, salah paham dalam penggunaan emoji bukan hanya lucu, tetapi bisa bikin salah arti dalam kategori serius. LGT Insights (2023) pernah menyebutkan kalau emoji tepuk tangan 👏🏻  bisa jadi contoh rawan dalam komunikasi internasional. Kalau di Barat, biasanya berarti applause atau dukungan. Tetapi di Tiongkok, emoji ini terkadang dibaca sebagai simbol keintiman. Bisa kebayang kan salah kaprah jadinya? Ada juga emoji cat kuku 💅🏻 yang nggak kalah liar. Awalnya digunakan hanya untuk simbol manikur.  Tetapi di internet slang Amerika, emoji ini berkembang menjadi simbol untuk bersikap cuek atau sassy. Kalau nggak paham konteks itu, bisa-bisa kamu berpikir lawan bicara kamu lagi cerita mengenai self-care, padahal maksudnya adalah I don't care alias bodo amat.

Dan itu baru sebagian contoh. Masih banyak emoji lain yang mudah hilang terjemahan seperti emoji 🍑 dan 🍆yang sudah jelas memiliki arti nakal, emoji 🙌🏻 yang di Amerika dianggap tanda pujian tetapi di tempat lain hanya sekedar simbol high five, atau emoji 😏 yang bisa terasa genit di satu tempat tetapi sombong di tempat lain. Dan masih banyak contoh lainnya.

Sekilas mungkin terdengar lebay kalau emoji sekecil ini dibahas serius. Tetapi faktanya, emoji berperan besar dalam cara kita berkomunikasi atau istilahnya terhubung di dunia online, terutama di ruang yang berisi orang-orang dengan berbagai macam budaya. Emoji bisa menjadi semacam bahasa tubuh digital, yang memberikan nada dan emosi ketika kata-kata saja tidak cukup untuk mengungkapkan. Sama seperti bahasa tubuh, emoji juga dipengaruhi oleh budaya. Di lingkungan kamu sendiri mungkin terasa natural dan gampang dimengerti. Tetapi begitu digunakan lintas budaya, hal itu bisa berubah menjadi sumber salah paham. Salah interpretasi bukan hanya bikin bingung, tapi juga bisa berpengaruh ke hubungan, kerja tim, bahkan komunikasi profesional. Yang awalnya bermaksud ramah, bisa saja dianggap kasar atau mungkin terlalu blak-blakan di tempat lain. Jadi meski emoji terlihat main-main, mereka sebenarnya memiliki pengaruh besar dalam membentuk bagaimana cara orang saling melihat di dunia online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun