Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

"Partai Milenial" di Pilpres 2019

18 Agustus 2018   14:00 Diperbarui: 18 Agustus 2018   14:32 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: nusantara.news

Jika dikaitkan secara spesifik dengan Pemilu 2019, jangan-jangan bukan generasi milenial Indonesia secara umum, yang berjumlah sekitar 95 juta jiwa itu. Tapi generasi milenial yang baru pertama kali mengikuti Pemilu pada 2019.

Kedua, dari segi karakteristk, sebenarnya belum ada studi serius yang memastikan bahwa generasi milenial Indonesia menjamin akan menjadi penentu keterpilihan Parpol atau pasangan Capres-Cawapres. Sebab beberapa studi menyebutkan, selain beberapa ciri positif, generasi milenial juga punya karakter negatif: mereka lebih terkesan individual, fokus pada nilai-nilai materialistis, cukup mengabaikan masalah politik, dan kurang peduli untuk membantu sesama.

Beberapa kajian lain menjelaskan, karakteristik generasi milenial cenderung: menginginkan jadwal kerja yang fleksibel, lebih banyak memiliki 'me time' dalam pekerjaan, terbuka pada saran dan kritik, termasuk nasihat karier dari pimpinannya. Psikolog Jean Twenge menjelaskan Millennials sebagai "Generation Me" melalui bukunya "Generation Me : Why Today's Young Americans Are More Confident, Assertive, Entitled - and More Miserable Than Ever Before (2006).

Sebagai sebuah kategorisasi sosial yang mengacu pada periode tahun kelahiran terentu (sejak 1981 dan seterusnya), salah satu ciri generasi milenial adalah akrab dengan komunikasi, media, dan teknologi digital, pro liberalisasi politik dan ekonomi; pikirannya terbuka, pendukung kesetaraan hak; percaya diri yang bagus, mampu mengekspresikan perasaannya, pribadi liberal, optimis, dan menerima ide-ide dan cara-cara hidup.

Ketiga, semua ciri-ciri tersebut sebenarnya lebih mengacu pada generasi milenial di Amerika Utara dan sebagian Eropa Barat. Dan ketika kriteria itu coba dijadikan acuan untuk mendeskripsikan generasi sebayanya di Indonesia misalnya, terbukti bahwa tidak semuanya compatible dengan generasi milenial di Indonesia. Jangan-jangan kita hanya latah menggunakan istilah atau kategorisasi sosial di negara lain, sementara secara mental dan perilaku, generasi milenial Indonesia hanya mengikuti trend kulit-kulitnya saja, dan karena itu, boleh disebut "generasi separuh milenial".

Keempat, berdasarkan pengamatan sekilas, belum tampak ada Parpol di Indonesia yang memiliki agenda komprehensif tentang bagaimana mengelola dan meraih simpati generasi milenial. Mungkin karena wacana milenial ini, sekali lagi, baru muncul sayup-sayup pada Pemilu 2014, dan mulai kencang terdengar pada Pilkada serentak Juni 2018.

Saya pikir, ke depan, masih diperlukan lebih banyak studi tentang pengaruh generasi milenial dalam Pemilu 2019.

Apapun itu, jika seandainya ada yang berminat membentuk partai politik baru, mungkin nama yang paling seksi adalah "Partai Milenial".

Namun dalam Pemilu 2019, ternyata bukan hanya "Partai Milenial" yang menarik. Beberapa minggu terakhir, sejak pendaftaran Capres-Cawapres di KPU, muncul wacana baru yang berpotensi menyaingi "Partai Milenial", yakni "Partai Emak-Emak", yang Insya Allah akan menjadi tema artikel berikutnya.

Syarifuddin Abdullah | 18 Agustus 2018/ 06 Dzul-hijjah 1439H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun