Ketiga, tiga operasi untuk mengalahkan IS itu (Mosul, Raqqa dan Marawi) tentu mengakibatkan korban jiwa dan materil yang sangat besar. Namun jika dibiarkan berlarut-larut, korbannya bisa lebih besar.
Keempat, dari segi akuntabilitas pelaksanaan operasi, pihak Militer Filipina jauh lebih transfaran dibanding pihak militer Irak dalam operasi Mosul, dan pihak SDF dalam operasi Raqqa.
Karena itu, tidak pernah ada publikasi tentang jumlah korban jiwa di Mosul dan Raqqa.
Seperti diketahui, pada 23 Oktober 2017, Militer Filipina telah mengumumkan: 920 korban tewas dari unsur kombatan IS; 165 korban tewas dari pihak tentara dan polisi Filipina dan sedikitnya  45 korban tewas dari warga sipil, serta mengakibatkan lebih 300,000 warga kehilangan tempat tinggal. Dan tentu sebagian besar bangunan di Kota Marawi menjadi puing atau memiliki lobang bekas peluru dari semua jenis.
Jika operasi yang berlangsung lima bulan saja di Marawi bisa segitu korban tewasnya, bisa dibayangkan berapa korban tewas (militan, aparat keamanan dan warga sipil) di Mosul (Irak) dan Raqqa (Suriah). Bahkan memperkirakannya saja, saya tak berani.
Kelima, kekalahan IS di tiga kota itu (Mosul, Raqqa dan Marawi) mengirim pesan kuat sebenderang matahari di cuaca cerah: bahwa pada akhirnya, hukum sebab akibat (baca: perimbangan kekuatan tempur) menjadi faktor kunci. Zikir, doa, semangat dan pidato berapi-api hanya menjadi faktor pendukung lapis kedua.
Syarifuddin Abdullah | 27 Oktober 2017 / 07 Shafar 1438H.