Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menguji Efektivitas Program Deradikalisasi

31 Agustus 2017   06:42 Diperbarui: 31 Agustus 2017   11:31 1283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"... the blanket repression of all Islamists is the worst possible response. In the end, it will lead only to more resentment, more turmoil and more terrorism(bahwa melakukan represi dengan cara membabi buta terhadap semua kelompok Islamis (baca jihadis) adalah alternatif respon paling buruk. Pada akhirnya, hanya akan menciptakan lebih banyak dendam, lebih banyak kekacauan dan lebih banyak teror".

Karena itu, menurut The Economist, "Rather than trying to crush them all, which would only unite and radicalise them, the aim should be to work with moderates, demand that the obnoxious reform, and fight the most dangerous. In this way Islamists might serve as a roadblock to jihadism... (daripada berupaya untuk menghancurkan semua kelompok Islam radikal, yang justru akan semakin mempersatukan mereka dan membuat mereka semakin radikal, akan lebih baik jika membuka jalur kerjasama dengan kelompok Islam moderat, guna membantu kelompok yang menjengkelkan agar mau melakukan perubahan paham, dan sekaligus memerangi kelompok yang paling berbahaya. Dengan cara ini, Islamis moderat bisa menjadi penghadang kelompok jihadis....".

Pertanyaaannya, lantas bagaimana melakukan deradikalisasi yang diharapkan bisa efektif?

Yang pertama dan utama: semua argumen radikalisme harus dilawan secara head-to-head dengan argumen pembanding, untuk menciptakan perimbangan argumentasi dan memberikan perspektif lain atau tafsiran lain terhadap satu dalil. Tujuannya agar kelompok atau orang radikal menyadari bahwa bukan hanya tafsiran mereka yang benar, atau memberikan pemahaman bahwa ada tafsiran lain terhadap dalil-dalil yang mereka yakini.

Karena itu, sekali lagi, menjadi pelaku deradikalisasi juga sulit. Karena memerlukan pemahaman yang juga detail terhadap berbagai argumen radikalisme. Jika tidak, yah itu tadi, akan ditertawakan.

Bila perlu, para pelaku deradikalisasi mestinya dibuatkan dan mengikuti pelatihan khsusus tentang cara melakukan deradikalisasi. Tanpa itu, deradikalisasi akan menghadapi resistensi yang semakin kuat. Dan itulah yang terjadi selama ini.

Sekedar contoh: pernyataan bahwa "jihad tempur sudah bukan jamannya lagi", tentu berbeda jauh dengan pernyataan bahwa "jihad tempur hanya bisa dilakukan dengan syarat-syarat tertentu". Sentuhannya beda banget. Sebab pernyataan pertama terkesan konfrontatif, sementara pernyataan kedua terkesan memberikan perspektif lain tentang jihad tempur.

Yang kedua dan juga utama: paparan atau publikasi yang bersifat counter narrative (narasi pembanding). Misalnya, semua narasi tentang IS (Islamic State), yang diyakini atau dianggap sukses menggoda banyak peminat, harus dilawan dengan narasi yang membuat orang menjauhi ISIS. Repotnya, selama ini, saya belum pernah membaca kajian yang menginventarisasi narasi-narasi IS yang diasumsikan banyak menggoda peminat.

Sekedar contoh: selama ini banyak orang yang berangkat ke Suriah karena kepincut provokasi bahwa IS akan mengganti biaya perjalanan ke Suriah dan mudah mencari pekerjaan dengan gaji tinggi. Dengan begitu, counter narrative-nya adalah mencari dan mempublikasikan fakta tentang tidak adanya penggantian biaya perjalanan bagi yang datang ke Suriah, dan pekerjaan bergaji tinggi hanyalah propaganda.

Kedua cara deradikalisai di atas, selain sulit dan belum tentu efektif, juga memerlukan stamina dan kesabaran di atas rata-rata. Dan mengharapkan hasil instan dari sebuah program deradikalisasi justru membuktikan kesalahpahaman tentang hakikat program dan proses deradikalisasi.

Program deradikalisasi itu memang tidak gampang, dan semakin digampang-gampangkan, akan semakin tidak efektif. Percaya deh!!!!

Syarifuddin Abdullah | 31 Agustus 2017 / 09 Dzul-hijjah 1438H.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun