Mohon tunggu...
Sabam191974
Sabam191974 Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Me

Me

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rantai Keegoan

2 Mei 2019   17:48 Diperbarui: 2 Mei 2019   18:06 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku melihat di sekelilingku ada
banyak pribadi terkungkung gelisah.
Duduk terkulai di singgasana reyot.
Wajah-wajah mereka terlihat
Tegang dan tidak lagi simetris.

Di leher mereka kulihat mengenakan
Kalungan pita lusuh bermata mainan
tembaga kusam tidak pernah dicukai
Di jari-jari mereka terlihat cincin tua
bermata bebatuan sungai hutan liar

Begitu banyak yang dibanggakan dulu
sekarang sudah berkerudung malu
Mulut yang saat itu menggemakan keangkuhan
kini gemetar dengan sesekali mengucurkan
liur kumuh berbau menyengat sumsum

Kulihat mereka berusaha berdiri dari
singgasananya namun tak berdaya
Kaki-kaki sombong itu menumpu tubuh
mereka yang retak tulang pinggangnya.
Mereka saling merengkuh tapi akhirnya jatuh.

Inikah akhir keegoanmu dulu kawan-kawan?
Haruskah seperti ini akhir kebangganmu dulu?
Sanggupkah kau menanggungnya?
Atau beritahu aku, kapan kau segera berlalu?

Akan ku kunjungi peristirahatanmu dengan
Membawa bunga tabur tujuh warna dan air
bening tujuh rasa. Agar gembur tanah
timbunan itu menumbuhkan kamboja liar.

Tak kuselang waktu berlalu kutundukkan
kepalaku dengan mengkatup mata berujar
ampun dan mohon kepada Sumber Hidup.
Kiranya bermurah hatilah Dia untuk semua
Keangkuhan diriku terlepas dari rantai
Keeagoan itu.

Amin..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun