OB: Lha kan Bapak tau sendiri, tahun '98 itu gimana sengsaranya kita, nikah sampek batal lho Pak karena saya di-PHK. Lha apa mau kayak gitu lagi?"
Nyeruput kopi..
OB: Ekonomi morat-marit, kan yang sengsara kita-kita ini tho Pak, ndak bakal jauh dari kami, Pak. Apa mereka ndak mikir ke sana ya, Pak?
Saya: Mungkin memang sengaja, ya politik ya gitu tho tok.
OB: Ndak bisa Pak, beda. Kalo ini mereka konyol, beda sama '98 sewaktu ada krismon itu. Waktu itu kan memang susah ekonomi Pak, krisis. Lha klo sekarang ya enggak tho, Pak. Mereka memang sengaja mau ngancurin ekonomi kita. Kan gak bener ini, Pak.
Kagum juga saya, OB pun kalau sudah bicara ekonomi ternyata tak kalah dengan Sri Mulyani. Tapi sebagai pemilik tanggung jawab mencerdaskan bangsa, termasuk bangsa OB dan sekitarnya, pantang bagi saya untuk tidak mengajukan pertanyaan lagi.
Saya: Kamu lihat dari mana kok bilang sekarang gak krisis, lho?
OB: Ya merasakan tho, Pak. Anak saya masih sekolah adem-ayem, tentrem di Mbantul. Saya sendiri masih alhamdulillah bekerja aman, bos muka ceria, paling pusing proyek, bukan pusing krisis, makan siang masih gratis, apa bukan nikmat dunia, Pak?
OB: Cukuplah untuk mikir harga cabe dan bawang, itu sudah pol-polan.
Nyeruput kopi lagi...
Saya: Ah sok tahu kamu.