Sebagai variasi, timnas berupaya melakukan tendangan spekulasi dari luar kotak penalti. Tapi beberapa kali berhasil diblok lawan. Selain itu, timnas juga beberapa kali melambungkan umpan silang melalui Firza, Saddil, maupun Witan. Karena postur Egy kalah jangkung dari bek lawan, umpan lambung terasa mubazir. Lagi-lagi, andai Rafli masih di lapangan, cerita mungkin akan berbeda.
Todd Ferre yang di partai melawan Filipina dan Vietnam tampil gemilang, di partai melawan Malaysia justru anti-klimaks. Kelincahan hilang, liukannya nir-hasil. Malaysia terlihat paham dengan tingkat bahaya yang diberikan Todd Ferre. Alhasil, ia selalu berada dalam radar perhatian lawan.
Saddil sebenarnya tetap bermain baik. Tapi karena pertahanan lawan bak gerendel, ia pun kesulitan lepas tembakan geledeknya. Giringan bolanya kerap kandas.
Egy yang menjadi tumpuan harapan, di samping memang kurang sesuai dengan taktik yang dimainkan, ia baru saja tiba dari perjalanan panjang dari Polandia. Kondisinya tentu belum prima dan pasti berpengaruh besar pada performa. Hal tersebut terbukti ketika menjelang akhir pertandingan, ia meringis kesakitan, diberikan perawatan, sebelum akhirnya digantikan Hanis Saghara. Masuknya Hanis pun tak mampu mengubah keadaan.
Pertandingan langsung dilanjutkan ke babak tendangan penalti. Tiga pemain kita gagal mengeksekusi. Malaysia menang 3 -- 2. Untuk kegagalan adu penalti, tentu itu masalah mental. Ke depan, harus ada evaluasi mendasar agar pemain kita semakin kuat menghadapi tekanan sekaligus harapan besar seluruh bangsa Indonesia.
***
Timnas kita telah kalah. Kecewa, sangat kecewa. Tapi bukan berarti akan melunturkan kecintaan terhadap timnas kita. Di depan masih banyak pertandingan dan turnamen yang akan diikuti. Evaluasi-evaluasi akan terus dilakukan demi perbaikan berkelanjutan.
Kami siap selalu mendukung timnas, bahkan andai terus sedih atau dikecewakan. Karena cinta akan selalu memaafkan.