Mohon tunggu...
Ryan Perdana
Ryan Perdana Mohon Tunggu... Administrasi - Pembaca dan Penulis

Kunjungi saya di www.ryanperdana.com dan twitter @ruaien

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tips Hidup Bahagia Versi Cak Nun

26 Februari 2018   15:58 Diperbarui: 26 Februari 2018   17:18 4596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: geotimes.co.id

Apa yang dikatakan Cak Nun memang benar dan saya telah membuktikan, setidaknya dari apa yang saya tahu dari seorang teman. Begini, sebut saja ada orang bernama Darno. Darno ini terkenal sebagai orang yang seenaknya sendiri dan relatif banyak konsekuensi yang lahir dari sikapnya itu.

Darno ini jenis orang yang menjadikan uang sebagai tujuan utama. Suatu saat, ia disuruh  memasang spanduk yang mengumumkan akan diselenggarakan sebuah acara. Darno pun berangkat memasang spanduk. Usai spanduk terpasang, Darno pun mendapat upah. Tahu apa yang diucapkan setelah menerima upah? Ia mengomel: "Upah kok mung semene. Dienggo pijet wae ra sedeng." (Upah kok cuma segini, dibuat bayar pijet saja tidak cukup). Apes baginya, ternyata perkataan itu sampai ke telinga pemberi upah. Mulai saat itu, rekam jejak Darno tersebar ke seantero tempat Darno berada. Darno pun di-blacklist dan tidak ada lagi yang berminat menggunakan jasanya.

Di seberangnya, terdapat rekan Darno bernama Ratman. Berbeda dengan Ratman, ia adalah tipe pekerja yang prigel, tipe yang apa saja mau mengerjakan, dan tidak peduli berapa yang akan didapatkannya. Ia pernah mengatakan kepada saya: "Saya yang terpenting menjalani apa saja yang halal, Mas. Nanti rejeki 'kan ada."

Dan lihat apa yang terjadi sekarang. Ratman terus saja terpakai jasanya. Lalu Darno? Darno sama sekali tak ada yang melirik dan terus saja nyinyir terhadap rejeki yang didapat Ratman. Ini nyata. Kisah Darno dan Ratman menuliskan fakta tentang perbedaan tujuan akan berbeda pula pada hasil dan produk turunannya.

Pada scope yang lebih general, Cak Nun pernah berpesan: "Tuhan tidak menuntut kita untuk sukses, Tuhan hanya menyuruh kita berjuang tanpa henti".  Perkataan Cak Nun tersebut memantapkan kita untuk melakukan apapun secara sungguh-sungguh sampai batas maksimal, karena memang hanya sampai di situlah privilege yang kita miliki. Lalu, setelah itu yang kita lakukan tinggal tawakal dan berdoa, menunggu realisasi prerogatif Tuhan terhadap apa yang telah kita usahakan.

Perkataan Cak Nun di atas dapat kita gunakan sebagai pegangan bahwa kita harus terus berupaya, namun jangan dulu memikirkan hasil. Karena hasil telah ada di ranah kuasa Tuhan. Tidak dapat dimungkiri, seringkali kita berusaha sambil terus memikirkan bagaimana hasilnya kelak. Lha padahal itu mubadzir, membebani pikiran, dan menjauhkan dari kebahagiaan.

***

Memang, memang bergelimang harta sungguhlah manis sekali. Segala keinginan terpenuhi tanpa perlu menahan-nahan. Tetapi yang perlu diingat, default setting manusia adalah makhluk yang tiada pernah merasa puas. Bila terus memperturutkan, yang kita dapatkan hanya kelelahan jiwa raga yang terus-menerus mendera. Walhasil, bahagia semakin jauh dari jangkauan.

Kita seringkali melupakan apa yang telah dimiliki karena yang ada di pikiran hanyalah keinginan yang belum tercapai. Terus saja, sampai hal-hal di depan mata terlewati tanpa ternikmati, dan tahu-tahu kita sudah tua, lalu tersadar sebentar lagi harta sudah tiada berguna.

Belum ternikmati Avanza, tiba-tiba Rush tipe terbaru meluncur, terus panik, terus menyesal. Belum merasakan sensasi adrenaline menggeber Toyota 86, sudah kepingin Ferrari 458, terus lupa enaknya 86. Belum memaksimalkan kekeceanLamborghini Aventador, sudah kepincut Pagani Huayra. Kesengsem Bentley Continental sebentar, lalu baper saat Rolls-Royce rilis seri Phantom terbaru, padahal praktiknya itu odometer Bentley baru jalan berapa kilo. Begitu terus sampai Dilan berkeluarga.

Ada variabel lain yang terkadang terlupa dan pada batasan tertentu sama sekali tidak dapat kita lawan, selain nrima ing pandum dan mensyukuri karuniaNya. Variabel itu tiada lain jatah rejeki yang sudah tertulis. Maka, jangan heran kalau ada yang bisanya cuma beli Porsche Carrera dalam bentuk Hot Wheels dan menyetirnya di Need For Speed. Tapi ada pula yang beli Huracan cuma buat nongki-nongki di Kopi Joni.

Horas, Bang Hotman!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun