Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Siap Menjadi Pengusaha: Semua Ada Masanya

22 Agustus 2014   00:04 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:55 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber gambar : best.ac.me)

[caption id="" align="aligncenter" width="564" caption="Ilustrasi (sumber gambar : best.ac.me)"][/caption] Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan saya sebelumnya. Jika di tulisan sebelumnya saya membahas soal memilih bidang usaha, permodalan, dan pricing, kali ini saya ingin berbagi pengalaman saat usaha sudah berjalan.  Harapannya agar Kompasianer yang sudah memutuskan menjadi seorang pengusaha bisa melihat sisi-sisi lain yang mungkin selama ini tidak pernah dibahas dalam buku maupun seminar tentang kewirausahaan. Dan sekali lagi, karena dibuat berdasar pengalaman yang baru seumur jagung, mohon koreksi dan bimbingannya dari para Kompasianer yang sudah lebih dulu berpengalaman soal menjalankan usaha ini. Siap?

Semua Ada Masanya

Ada masanya usaha kita moncer sehingga kita merasa menjadi pengusaha sukses, namun ada masanya juga usaha kita jatuh terpuruk membuat diri merasa gagal sebagai manusia.  Berdasar pengalaman dan pengamatan saya, hingga masa enam bulan pertama biasanya grafik pendapatan cenderung naik - meski mungkin masih di bawah target yang diharapkan.   Saya masih ingat bulan pertama membuka usaha editing saya hanya mendapat pemasukan Rp 300.000 yang kemudian naik jadi Rp 1.200.000 di bulan berikutnya dan terus naik sampai di angka sekitar 4-5 juta rupiah di bulan ke-9 (target saya waktu cukup Rp 6.000.000 setiap bulan, sebesar gaji saya sebagai seorang editor di sebuah stasiun televisi). Untuk soal tersebut saya mengibaratkannya seperti kondisi di bawah ini :

  1. Tiga bulan pertama = masa bulan madu, dimana beberapa orang tertarik menggunakan produk/jasa kita sebagai sebuah perusahaan yang baru berdiri.  Ini sama halnya seperti ketika ada sebuah restoran yang baru dibuka, relatif akan ramai pengunjung karena pengen tau seperti apa sih rasa makanan di situ?
  2. Masuk bulan ke-6 biasanya klien sudah lebih realistis, dia sudah bisa menimbang untung-rugi menggunakan produk/jasa kita. "Hasil kerja di tempat A bagus, tapi mahal.  Hasil di tempat B memang so-so, tapi harganya murah." Sekadar informasi, pertimbangan ini tidak melulu soal harga.  Jarak dari tempat kita ke tempat klien, kualitas pekerjaan, ketepatan waktu, hingga jam operasional juga bisa menjadi bahan pertimbangan.  Karena itu saran saya, "Di masa ini kita harus mengerti apa yang menjadi keinginan klien." Saya dulu membuat sebuah kuesioner berupa daftar pertanyaan yang dikirimkan pada klien melalui surel (e-mail).  Dan dari jawaban mereka, saya tahu bagaimana harus bersikap menghadapi masing-masing klien seperti misalnya :
    • Klien A minta harga lebih murah, biarin sedikit berkorban di pengemasan
    • Klien B minta pengemasan bagus, biarin butuh waktu pengerjaan agak lama
    • Klien C minta pengerjaannya cepat, biarin harga sedikit tinggi, dan seterusnya
    Kuesioner ini juga bisa digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan klien pada hasil kerja kita - meski mereka mungkin sungkan untuk menjawab yang sebenarnya.
  3. Masuk bulan ke-10 (atau menjelang satu tahun) biasanya ujian pertama kita dimulai.  Ujian itu biasanya berupa konflik internal seperti karyawan yang minta naik gaji, karyawan yang mengundurkan diri, karyawan yang menyalahgunakan kepercayaan, konflik dengan partner, tekanan dari investor, mismanajemen, dsb. Kebanyakan start-up hancur di ujian pertama ini - biasanya karena kurangnya pengalaman sehingga tak menduga hal semacam ini akan terjadi.  Waktu itu saya diuji dengan mundurnya asisten saya padahal saat itu pekerjaan sedang banyak dan saya butuh orang untuk membantu saya.  Akhirnya saya meng-hire seorang freelancer untuk menyelesaikan project yang sedang berjalan. Masih belum cukup, saya kemudian diuji dengan sepinya order.  Kondisi ini berlangsung selama enam bulan sehingga hampir membuat saya putus asa dan ingin kembali ke kuadran saya sebelumnya sebagai pekerja. Untungnya saya seolah diingatkan pada impian saya untuk memiliki sebuah usaha, karena itu saya bertahan meski cukup kepayahan.  Dan akhirnya saya lulus dari ujian pertama!

Itulah sebagian sharing saya soal dunia usaha, masih ada hal-hal lain yang akan saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi.  Sekali lagi mohon maaf apabila ada hal yang tidak berkenan, saya tidak bermaksud menggurui, hanya ingin berbagi pengalaman. Mohon koreksinya juga apabila ada hal yang kurang tepat. Semoga bermanfaat! Tulisan ini masuk kategori “Karir” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun