Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Indonesia; dari Acuh Sampai Nyinyir

12 Januari 2015   20:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:18 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14210439781154249488

[caption id="attachment_345925" align="aligncenter" width="600" caption="Aku Cinta Bahasa Indonesia (sumber gambar : pemudaasap.blogspot.com)"][/caption]

Tulisan ini saya buat setelah membaca tulisan Kompasianer Seneng Utami yang berjudul “Terus Menulis, Acuhkan Jabatan!”.  Bukan, bukan isi tulisannya yang hendak saya koreksi karena isi tulisannya sangat bagus sebagai motivasi agar kita terus menulis – tak peduli latar belakang sosial kita.

Saya hanya tergelitik dengan pemilihan kata ‘acuh’ pada judul tulisan tersebut.

Lewat tulisan ini saya mencoba memberikan koreksi serupa bagi Kompasianer yang selama ini cukup sering ‘terpeleset’ dalam mengartikan sebuah kata, dan mohon koreksinya juga apabila saya melakukan kesalahan saat menggunakan kata.

Rujukan yang saya gunakan adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).  Siap?

Acuh


Selama ini kata ‘acuh’ sering diartikan sebagai ‘tidak peduli’, ‘cuek’, ‘ora urus’, dll yang memiliki arti serupa.

Contoh :

Aku terus berjalan dan mengacuhkan suaranya yang memanggilku.

Kedua orang itu saling acuh meski kerap bersama.

Mungkin karena bunyi ‘cuh’ yang memiliki intonasi negatif seperti orang –maaf- meludah sehingga kata ‘acuh’ diasumsikan memiliki arti seperti di atas.

Padahal menurut KBBI, ‘acuh’ justru memiliki arti sebaliknya sbb :

Acuh (verba, kata kerja) peduli; mengindahkan

ia tidak acuh akan larangan orang tuanya;

acuh tak acuh tidak menaruh perhatian; tidak mau tahu;

mengacuhkan /meng·a·cuh·kan/ (verba, kata kerja) memedulikan; mengindahkan
tidak seorang pun yg mengacuhkan nasib anak gelandangan itu;

acuhan /acuh·an/ (nomina, kata benda) hal yg diindahkan; hal yg menarik minat

(sumber : KBBI)

Geming


Cukup sering saya menemui penggunaan kata ‘geming’ yang dipadukan dengan ‘tidak’ sehingga menghasilkan frasa dengan arti ‘tidak bergerak’, ‘kokoh pada tempatnya’, dll yang memiliki arti serupa.

Contoh :

Sosok itu tak bergeming dari tempatnya walau sudah dihajar berkali-kali oleh penduduk desa.

Seberapa keras dia berteriak, aku tak bergeming.

Jika kita merujuk pada KBBI, maka inilah arti sesungguhnya dari kata ‘geming’ sbb :

geming /ge·ming/ (bahasa Jakarta Melayu), bergeming /ber·ge·ming/ (verba, kata kerja) tidak bergerak sedikit juga; diam saja;

tergeming /ter·ge·ming/ (verba, kata kerja) terdiam

(sumber : KBBI)

Seronok


Kata ‘seronok’ sering diartikan sebagai ‘tidak patut’, ‘tidak sesuai dengan nilai kesusilaan yang berlaku umum’, dsb yang memiliki arti serupa.  Umumnya dikaitkan dengan gaya berpakaian yang ‘provokatif’ dan ‘mengundang’.

Contoh :

Ia menyanyi di panggung dengan pakaian yang seronok.

Wow!  Apakah penyanyi itu berpakaian seksi?  Terbuka?  Memperlihatkan bentuk tubuhnya?  Bahasa Indonesia saat ini mengartikannya semacam itu, padahal bila merujuk ke KBBI, arti kata ‘seronok’ adalah sbb :

seronok /se·ro·nok/ (adjektiva, kata sifat) menyenangkan hati; sedap dilihat (didengar dsb)

dl dunia keronggengan ini suara pesinden itu sama-sama seronok dan menarik hati

menyeronokkan /me·nye·ro·nok·kan/ (verba, kata kerja) menimbulkan rasa seronok;

keseronokan /ke·se·ro·nok·an/ (nomina, kata benda) perihal (yg bersifat) seronok

(sumber : KBBI)

Jadi, ‘seronok’ itu mempunyai arti yang lebih luas.  Hanya saja penggunaan kata ‘seronok’ mungkin perlu melihat-lihat kondisi supaya tak terjadi salah paham seperti contoh di bawah ini :

Papa      : “Ma, papa punya film baru.  Kita nonton yuk!”

Mama   : “Boleh (manja), film apa sih Pa?”

Papa      : “Rahasia, pokoknya filmnya seronok banget!  Anak-anak ajak juga.”

PLAK!  PLAK!  *sound effect tamparan

Mama   : “Nonton film gituan kok ajak anak-anak.  Yang bener dong Pa!” (melotot)

Papa      : “Aduuh Ma, ini kan film Transformers…” (sambil mengusap pipinya yang ditampar)

(Catatan iseng : tadinya tokoh Papa di sini mau saya ganti dengan nama Kompasianer jenaka yang biasa menulis di tema humor dewasa, tapi mbayanginnya kok nggak tega ya hehehe)

Nyinyir


Naah, kata ‘nyinyir’ akhir-akhir ini sedang populer di media sosial.  Biasanya istilah ini disematkan pada orang-orang yang dituding nggak bisa move on.  Move on kenapa?  Waduh, itu bukan urusan saya karena tulisan ini membahas dari sisi bahasa, bukan dari sisi lainnya.

Jika saya tak salah tangkap, ‘nyinyir’ kerap diartikan sebagai ‘sinis’, ‘selalu mencela’, dll yang memiliki arti serupa.

Jika kita melihat KBBI, maka inilah arti ‘nyinyir’ yang sebenarnya :

nyinyir /nyi·nyir/ (adjektiva, kata sifat) mengulang-ulang perintah atau permintaan; nyenyeh; cerewet

nenekku kadang-kadang nyinyir , bosan aku mendengarkannya;

kenyinyiran /ke·nyi·nyir·an/ (nomina, kata benda) hal (keadaan, sifat) nyinyir

(sumber : KBBI)

Wow, ternyata dalam kata ‘nyinyir’ tersirat makna bahwa si pelaku (orang yang nyinyir) memiliki status yang lebih tinggi dari orang lain.  Jadi jika kita mengatakan,

Nyinyir banget sih lo!”

Secara tidak langsung kita sudah mengakui diri lebih inferior (rendah) dibanding orang yang kita kata-katai tersebut.  Meski KBBI juga menyertakan kata ‘cerewet’, maknanya tetap sama, ada hubungan hirarkis dimana si nyinyirer berada di posisi yang lebih tinggi.  Mungkin perlu cari kata yang lain?  Yang lebih makjleb?

Itulah sedikit kata-kata yang cukup sering disalah-artikan dalam penggunaan sehari-hari, mungkin netter bisa menambahkan?  Semoga tulisan saya kali ini bermanfaat, selamat siang!

Rujukan :

KBBI

Tulisan ini masuk kategori "Bahasa" dan dipublish pertamakali di www.blog.ryanmintaraga.com.  Copasing diizinkan dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun