Mohon tunggu...
Ryan Maulana Husen
Ryan Maulana Husen Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNIDA Gontor

Lebih baik bersuara lewat goresan (ketikan) kata dari pada berbusa setiap saat tanpa makna.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

The Indigenous Psychology

5 Januari 2022   11:00 Diperbarui: 5 Januari 2022   11:05 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Psikologi seharusnya dikatakan sebagai ilmu yang berbicara tentang jiwa sebagaimana lazimnya definisi ilmu pengetahuan, tetapi psikologi tidak berbicara tentang jiwa.

Ia berbicara tentang tingkah laku manusia yang diasumsikan sebagai gejala dari jiwanya. Penelitian psikologi tidak pernah meneliti tentang jiwa manusia, yang diteliti adalah tingkah laku manusia melalui perenungan, pengamatan dan laboratorium, kemudian dari satu tingkah laku dihubungkan dengan tingkah laku yang lain selanjutnya dirumuskan hukum-hukum kejiwaan manusia. (Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA, Psikologi Dakwah)

Plato sudah mengatakan bahwa manusia adalah jiwanya, sedangkan badannya hanyalah sekedar alat saja. Berbanding terbalik dengan Plato, Aristoteles mengatakan bahwa jiwa itu adalah fungsi dari badan sebagaimana penglihatan adalah fungsi dari mata.

Kajian tentang jiwa di Yunani selanjutnya menurun bersama dengan runtuhnya peradaban Yunani.

George A. Miller dalam bukunya Psychology and Communication merumuskan definisi yang lebih bersifat terapan, yaitu "Psychology is the science that attempts to describe, predict, and control mental and behavioral events",

Yaitu bahwa psikologi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan dan mengendalikan peristiwa mental dan tingkah laku manusia. Maka dari itu psikologi juga bisa digunakan untuk memprediksi suatu peristiwa sosial politik dan bahkan bisa untuk mengendalikan kekuatan politik.

Sudah pasti optimalisasi dakwah juga membutuhkan psikologi.

Seorang psikolog asal Korea, Uichol Kim (1990), mengkritik psikologi barat yang menyamaratakan pandangan psikologisnya sebagai human universal dengan menawarkan konsep psikologi pribumi (the indigenous psychology).

Menurut Kim, manusia tidak cukup dipahami dengan teori psikologi barat karena psikologi barat sesungguhnya hanya tepat untuk mengkaji manusia barat sesuai dengan kultur sekuler yang melatar belakangi lahirnya ilmu itu.

Untuk memahami manusia di belahan bumi lain, di Jawa Timur misalnya harus digunakan pula basis kultur dimana manusia itu hidup.

Psikologi agama mencoba menguak bagaimana agama mempengaruhi perilaku manusia, tetapi corak pada setiap prilaku individu juga menggambarkan cara berfikir dan cara merasanya.

Seberapa besar psikologi mampu menguak keberagaman seseorang sangat bergantung kepada paradigma psikologi itu sendiri.

Bagi Freud (mazhab psikoanalisa) keberagaman merupakan bentuk gangguan kejiwaan, bagi mazhab behaviorisme, perilaku keberagaman tak lebih sekedar perilaku karena manusia tidak memiliki jiwa. Mazhab kognitif sudah mulai menghargai kemanusiaan, dan mazhab humanisme sudah memandang manusia sebagai makhluk yang mengerti akan makna hidup yang dengan itu menjadi dekat dengan pandangan agama.

Dibutuhkan paradigma baru atau mazhab baru psikologi untuk bisa memahami keberagaman manusia.

Keberagaman seseorang harus diteliti dengan the indigenous Psychology, yakni psikologi yang berbasis budaya masyarakat yang diteliti.

Untuk meneliti keberagaman orang Islam juga hanya mungkin jika menggunakan paradigma The Islamic Indigenous Psychology.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun