Mohon tunggu...
Ryan Charlie
Ryan Charlie Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bahu-membahu Retail Tradisional dan Retail Modern

6 Desember 2018   17:59 Diperbarui: 6 Desember 2018   18:49 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehadiran retail modern memang menjadi ancaman bagi retail tradisional yang bahkan sudah berpuluh-puluh tahun berdiri. Psikologis kebanyakan masyarakat saat ini cenderung memilih berbelanja di toko swalayan seperti Hypermart, Giant, dan sejenisnya dibanding pergi ke pasar induk. Alasannya sederhana, karena kenyamanan.

Bahkan sampai lingkup terkecil pun seperti warung-warung tradisional yang berada di sekeliling rumah kita, kini harus tersaingi dengan kehadiran retail modern lain seperti Alfamart dan Indomart yang sudah merambah sampai ke kelurahan bahkan pedesaan.

Saya tinggal di salah satu kelurahan yang berada di Kota Hujan, Bogor. Terdapat satu ruas jalan kurang lebih 2 km panjangnya, diawali ruas jalan itu oleh bangunan Indomart, ditengah terdapat Yomart dan diakhiri oleh Alfamart. Lucunya, di sepanjang ruas jalan tersebut juga disisipi belasan warung-warung tradisional.

Secara tata letak saja sudah bisa dikategorikan amburadul, belum lagi bicara tentang persaingan dagangnya, tentu sudah tidak sehat. Bagaimana warung tradisional bisa bertahan jika harus bersaing dengan retail modern seperti itu? Karena tentu bukan saingan yang sepadan.

Tanpa kehadiran retail modern sekalipun masih banyak warung yang terpaksa tutup akibat kalah saing dengan warung tradisional lain yang lebih besar, apalagi kalau harus ditambah dengan kehadiran retail modern, bisa-bisa usaha mereka makin amsyong.

Pemerintah daerah kota/kabupaten seharusnya menjadi pihak yang bertanggung jawab atas permasalahan ini. Aturan perizinan yang tidak tegas mengakibatkan retail modern semakin menjamur sedangkan toko tradisional malah gulung tikar. 

Seharusnya pemerintah daerah yang memiliki kekuasaan otonom atas setiap daerahnya membuat regulasi yang adil sesuai dengan rekomendasi pemerintah pusat.

Untuk menanggulangi hal tersebut, Kementerian Perdagangan sudah meluncurkan program yakni  kemitraan retail modern dan warung tradisional. Dilatar belakangi atas data Nielsen pada 2014 menyatakan terdapat lebih dari tiga juta warung tradisional yang memerlukan bantuan pemerintah. Karena bagaimana pun warung tradisional harus mampu bersaing dengan retail modern untuk menjaga keberlangsungan usaha di era modern seperti saat ini.

Asosiasi Pedagang Retail Indonesia (Aprindo) menjadi wadah bagi retail modern, yang akan mengurus proses kemitraan ke depan. Untuk tahap awal ini, model kemitraan baru akan dijalankan oleh pusat perkulakan milik grup Indomaret yakni Indogrosir.

Skema kerja sama yang dibentuk nantinya ialah, pedagang kecil dipersilakan memasok barang dagangannya dari Indogrosir. Dengan begitu, mereka bisa mendapat produk dengan harga bersaing dengan minimarket di sekitarnya.

Namun yang perlu digaris bawahi, sistem kemitraan ini sama sekali tidak mewajibkan warung tradisional membeli barang dari retail modern. Akan tetapi, retail modern hanya memberikan opsi penjualan barang saja dengan harga yang lebih murah kepada warung tradisional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun