Mohon tunggu...
Rustiani Widiasih
Rustiani Widiasih Mohon Tunggu... -

Teacher at SMA Negeri 1 Badegan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dengan Cambuk dan Pil Pahit, Aku Bisa Berlari Kencang dan Sehat

3 April 2015   05:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:36 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Rustiani Widiasih Peran seorang  kepala sekolah sangatlah penting dalam kehidupan saya. Sejak menjadi seorang guru, saya dipimpin oleh dua orang kepala sekolah yang keduanya telah mengantarkan saya melewati perjungan panjang meraih salah satu cita-cita saya. Cara pandang mereka sangat berbeda ibarat langit dan bumi. Tetapi justru perbedaan itulah yang menjadikan saya kuat. Betapa tidak, kepala sekolah saya yang satu telah memberikan motivasi,  optimisme, tekad yang kuat, semangat dan kepercayaan diri. Sedangkan kepala sekolah yang satunya lagi telah memberiku obat yang pahit dan menyehatkan; cambuk yang bisa memacu saya berlari kencang; dan perasaan teraniaya yang membuat doa-doaku terkabulkan. Tampa mereka berdua entah apa aku bisa mewujudkan cita-citaku atau tidak. *** Sebelum saya menjadi seorang guru PNS, saya adalah guru di sekolah swasta yang termasuk favorit di kota saya. Sekolah tersebut dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang sangat peduli terhadap pendidikan, terhadap peningkatan kualitas guru, dan prestasi seorang guru. Oleh karenanya kepala sekolah tersebut menyediakan anggaran pinjaman lunak bagi siapapun guru yang ada di sekolah tersebut untuk melakukan studi lanjut di jenjang S2. Beliau yakin bahwa  anak-anak akan lebih baik diajar oleh  guru-guru yang memiliki kualitas yang baik pula. Selain mendorong para guru untuk berprestasi, dan meningkatkan kompetensinya, beliau sendiri juga memberikan contoh kepada anak buahnya. Beliau telah menyelesaikan kuliah S3nya di sebuah Kampus Negeri yang memiliki reputasi baik di pulau Jawa. Mungkin tidak banyak kepala sekolah SMA yang pendidikannya sampai S3. Setiap ada pembinaan, kata-kata yang terucap adalah motivasi dan motivasi untuk lebih maju. Saya pun selalu dimotivasi untuk melanjutkan pendidikan selagi saya masih muda. Namun sayang, pada waktu itu  belum memungkinkan bagi saya untuk kuliah karena masih memiliki anak kecil. Walau demikian, saya memiliki tekad untuk menempuhnya kelak jika keadaan telah memungkinkan. Selanjutnya saya diangkat menjadi guru PNS di  sebuah sekolah Negeri di wilayah kecamatan. Sekolah tersebut dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang memiliki pemikiran jauh berbeda dari kepala sekolah saya sebelumnya. Setelah SK PNS turun, saya berniat melanjutkan studi saya di Universitas Sebelas Maret. Pertama, saya harus mengisi blangko pendaftaran dimana salah satu syaratnya adalah adanya persetujuan kepala sekolah untuk melanjutkan kuliah. Pada saat saya meminta tanda tangan, beliau bertanya tentang  jadwal kuliahku. Saya pun menjawab kalau harinya adalah Minggu dan Senin. Dia keberatan kalau saya harus kuliah pada hari Senin karena hari Senin adalah hari wajib masuk semua guru dan karyawan. Lalu saya membela diri kalau saya hanya butuh waktu satu tahun untuk dikosongkan pada hari Senin. Untuk selanjutnya, hari Senin adalah hari yang istimewa bagiku karena hari Senin rupanya merupakan hari istimewa pula bagi bapak kepala sekolah. Akhirnya dengan berat hati sang Kepala sekolah memberikan tanda tangan dengan catatan saya harus mengorbankan kuliah jika sewaktu-waktu ada pembinaan penting.  Saya juga harus tetap mengajar 24 Jam. Saya menerima semua persyaratan itu dengan  senang hati. Saya pun menikmati kesempatanku untuk meng-update ilmu di bangku kuliah. Betapa bahagia bisa menempuh pendidikan. Sungguh saya merasakan ilmu yang begitu luasnya dan merasa ilmuku yang begitu sempitnya.  Apa yang saya pelajari adalah apa yang saya perlukan karena saya mengambil jurusan yang liniar dengan pendidikan sebelumnya. Saya harus mengerjakan setiap tugas yang diberikan oleh dosen. Saya harus presentasi, harus mengumpulkan ini dan itu. Selain itu saya juga harus berperan sebagai ibu rumah tangga di rumah dan sebagai guru di sekolah tanpa mengurangi peranku sedikitpun. Namun semua itu bisa saya lalui dengan baik walau penuh perjuangan. Permasalahan muncul ketika saya mengurus surat izin belajar. Saya harus meminta surat rekomendasi dari Kepala sekolah untuk mencari surat izin dari dinas pendidikan dan dari Bupati. Ketika saya menghadap, saya pikir dia akan langsung memberiku tanda tangan begitu saja. Ternyata tidak demikian. Sungguh diluar dugaan. Dia bertanya lagi kapan jadwalku kuliah. Saya menjawab, hari Minggu dan Senin. Lalu dia mengatakan seperti apa yang pernah dikatakan sebelumnya bahwa hari senin adalah hari wajib masuk pada guru dan karyawan. “Hari senin harus mengikuti upacara bendera. Jika setiap Senin diadakan pembinaan, berapa kali kamu tidak ikut pembinaan? Saya keberatan jika nantinya ada pengawas yang mengetahui kalau ada guru yang tidak pernah masuk pada hari Senin,” begitu  yang dikatakan beliau.  Dan masih banyak lagi kata-kata yang lain. Saya tidak siap pada waktu itu untuk mendengarkan kemarahannya. Tidak terpikirkan olehku sebelumnya untuk mendapatkan omelan yang menyakitkan.  Dengan berat hari diapun memberikan  tanda tangan. Selepas dari Runag kepala sekolah, saya ibarat bunga yang kekeringan, loyo dan lemas. Namun, saya sekali lagi menganggap ini sebagai cambuk yang membuatku berlari dan berlari begitu kencang. Susah untuk berbicara dengan Beliau. Apapun yang saya ucapkan pasti salah. Dalam perjalanan pulang, apa yang diucapkan masih terngiang di telinga. Saya merasa ada batu terjal yang harus saya lalui untuk mencapai cita-cita saya ini. Sungguh tidak mudah untuk melaluinya. Saya teringat dongeng pengantar tidur yang diberikan ibuku sewaktu kecil. Dikatakan ibuku, dahulu ada tiga anak yang berusaha untuk mengambil air suci di hutan. Air tersebut bisa mengobati ibu mereka yang sakit. Anak pertama, gagal karena dia tidak kuat mendengar suara-suara yang mengerikan di hutan. Anak kedua juga gagal pula karena tidak kuat mendengar suara-suara bujukan dan rayuan di hutan. Anak ketiga menutup telinganya dengan kapas sehingga dia tidak mendengar apa-apa.Tujuannya satu yaitu ingin mengambil air suci. Akhirnya dia berhasil mendapatkan air suci karena dia tidak mendengarkan bisikan-bisikan dan gangguan dari luar. Intinya, kita hendaknya menutup telingga terhadap kata-kata yang bersifat menjatuhkan mental kita. Kata-kata itu hanya menciptakan mental block pada diri kita. Cerita ibuku tersebut aku terapkan dalam kehidupan saya jika mendapatkan ucapan-ucapan yang bisa melemahkan mental dan semangat dalam melakukan suatu kebaikan. Kata bijak berikut agaknya sangat cocok untuk saya. Akhirnya saya bisa mendapatkan surat izin belajar dari Bupati Ponorogo. Satu  copy surat tersebut saya berikan kepada kepala sekolah.  Setelah satu tahun berlalu, saya masuk pada semester ketiga. Pada semester ketiga, tidak ada kuliah lagi, tinggal penelitian dan penulisan thesis. Oleh karenanya, saya bersedia untuk dijadwal pada hari Senin.  Namun dalam perjalanan, saya masih harus ke kampus lagi untuk beberapa urusan pada hari Senin. Terpaksa saya izin dengan surat tanpa menghadap ke kepala sekolah. Saya fokus untuk bisa menyelesaikan thesis secepatnya. Saya memaksimalkan kerja saya. Pagi hari saya mengajar, siangnya saya berangkat ke Solo untuk menemui dosen pembimbing. Salah satu dosen pembimbing thesis saya lebih senang ditemui di rumah beliau dan yang satunya lagi justru bersedia membimbing di kampus saja. Hal ini membuat saya harus berangkat ke kampus pagi untuk menemui dosen yang satu dan sore hari untuk menemui dosen yang satunya lagi. Setelah bimbingan seperti itu, saya sampai rumah lagi sudah larut malam. Pada malam hari setelah semua anak-anak tidur, saya kadang mengerjakan thesis sampai pagi. Dan paginya saya harus mengajar lagi. Itu saya lakukan berkali-kali. Karena tidak sekali waktu dosen langsung menyetujui tulisanku. Saya harus merevisi dan merevisi lagi. Kadang-kadang saya hanya mengirim thesis saja untuk dibaca dosen. Baru setelah dua atau tiga hari dosen selesai membaca dan saya mengambilnya. Selanjutnya saya merevisi sesuai dengan anjuran dosen. Sampai-sampai saya sakit kecapekan. Walau saya sudah meminum vitamin, namun rupanya istirahat sangat diperlukan oleh tubuh saya. Untungnya suami dan anak-anak bisa memahami apa yang harus saya lalukan. Itu sudah menjadi bekal yang cukup bagiku. Setelah perjuangan yang panjang, akhirnya kedua dosen memberikan ACC untuk ujian thesis. Masalah timbul lagi. Puncaknya adalah pada saat saya harus mendaftarkan diri untuk mengikuti ujian thesis. Ini adalah saat yang tidak mungkin saya lupakan dalam hidupku. Hari itu hari Senin. Sekali lagi, hari senin adalah hari istimewa. Saya berencana untuk menghadap kepala sekolah untuk izin tidak mengajar karena akan mendaftarkan diri mengikuti ujian thesis. Ternyata Beliau tidak hadir. Saya meminta izin kepada Wakasek Kurikulum tetapi dia tidak berhak  memberikan izin. Saya disarankan untuk menelepon kepala sekolah. Sebelum menelepon saya berusaha untuk menyusun kata-kata yang tepat dan benar agar tidak sampai memuat kepala sekolah marah. Ternyata beliau saat itu sedang berada di rumah sakit mengantar cucunya berobat. Saya diminta untuk menantinya. Saya lama sekali menanti. Pukul sepuluh pagi beliau belum juga datang. Padahal untuk sampai di kampus saya harus menempuh perjalanan selama 4 jam di atas bus. Sementara banyak sekali yang harus saya lakukan di kampus untuk melengkapi semua persyaratan ujian, diantaranya saya harus mengapload abstrak, menyerahkan daftar nilai, meminta surat keterangan bebas tanggunagn perpustakaan, serta menyerahkan lembar persetujuan dosen penguji. Saya sangat gelisah menanti kehadiran kepala sekolah yang tidak kunjung datang. Pada saat itu, saya duduk di depan ruang kepala sekolah. Tiba-tiba temanku yang mengetahui kegelisahanku mendekat. Saya menceritakan apa yang saya alami. Dia memberikan kekuatan kepada saya dan menyarankankan saya untuk berangkat saja ke Solo dan tidak usah menanti kepala sekolah. Saya tidak berani karena beliau meminta saya untuk menantinya sampai beliau datang. Air mata saya sampai tak tertahankan lagi. Teman saya tadi menjadi marah kepada kepala sekolah yang mempersulit izin anak buahnya. Saya pada posisi yang sulit. Jika saya tidak segera berangkat, saya akan terlambat untuk mengikuti ujian  pada semester ketiga. Jika saya menanti kepala sekolah, tidak bisa dipastikan beliau akan datang pukul berapa. Jika saya tidak meminta izin beliau, pastilah saya kena marah lagi. Setelah jam 10.30, kepala seolah baru datang. Saya langsung mengadap dan meminta izin. Dia marah-marah besar karena saya terlalu sering izin.  Dikatakannya, “Guru SMA tidak perlu kuliah S2. Tidak ada Undang-Undang yang mengatakan demikian. Jika mau kuliah, cari kampus yang toleran.” Selanjutnya setelah berkata demikian beliau membacakan surat izin belajar saya. Tertulis di surat tersebut salah satunya adalah tidak meninggalkan tugas kedinasan. Saya berusaha untuk mebela diri dengan mengatakan kalau saya izin karena ada kepentingan seperti tadi beliau juga ada kepentingan ke rumah sakit. Mendengar pembelaan saya, dia semakin marah besar. Dia katakan, “Beda urusannya. Izin menikah, melahirkan, sakit, dan ada saudara yang meninggal dunia itu sangat wajar. Tetapi jika izin untuk urusan di luar itu, harus dipertimbangkan.” Akhirnya saya disuruh memilih antara melakukan kawajiban mengajar atau mengurusi urusan di luar kewajiban mengajar. Bukannya saya tidak mau mengajar, itu sudah menjadi panggilan jiwa saya, namun saya tidak punya  waktu waktu lagi.  Saya pun keluar dari ruang kepala sekolah dan segera meninggalkan sekolah. Di dalam perjalanan, air mata saya tidak dapat dibendung lagi. Saya tidak habis pikir ada kepala sekolah seperti itu. Saya ingin sekali menghormatinya selayaknya orang  tua yang pantas dihormati  dan mendoakannya sebagaimana nasihat dari buku yang saya baca, tetapi kenapa  pada saat itu saya justru berdoa agar beliau segera pensiun? Saya berusaha untuk menenangkan diri dan melupakan apa yang beliau ucapkan. Pukul 11.30 saya masih di terminal Ponorogo. Padahal saya perlu waktu 4 jam di atas bus. Saya berharap agar Allah memberikan saya pertolongan sehingga saya masih bisa mendaftarkan diri untuk mengikuti ujian thesis pada semester ketiga. Jika sampai saya terlambat, saya harus membayar lagi karena telah masuk semester keempat. Akhirnya saya sampai juga di kampus. Kantor sudah akan tutup.Aku tidak tahu apakah aku bisa selesai mengurus persyaratan atau tidak. Di sepanjang jalan aku menfaatkan waktu untuk istirahat. Aku tiba di kampus sudah pukul 2.30 sore. Aku langsung mengurus kwitansi pembayaran semester 3. Lalu aku dikasih tahu untuk menyetorkan CD abstrak. Sayangnya aku tidak membawa CD. Aku pun harus pergi ke KOPMA yang jaraknya lumayan jauh dari kampusku. Untungnya, akubisa bareng seseorang untuk tiba di KOPMA. Aku memindahkan abstarak dari laptop ke flash dish lalu ke CD.Untungnya lagi, ada seseorang ibu yang baik hati mau mengantarkanku kembali ke kampus pasca. Jika tidak, aku harus berjalan cukup jauh dan kantornya pastilah akan segera tutup. Aku lalu menyerahkan CD ke puskom. Namun ternyata aku lupa untuk menterjemahkan judul thesisku dalam bahasa Indonesia. Aku harus membaikinya. Setelah itu aku Segera pergi ke perpus untuk mendapatkan surat bebas tanggungan perpus. Tugasku selanjutnya adalah meminta tanda tangan dari dosen pembimbingku sebagaibukti bahwa saya telah menyelesaikan thesis saya. Aku lalu mendapat kabar dari temanku kalau dosen pembimbingku tidak bisa dihubungi. Aku pun memtuskan untuk pergi ke rumahnya.Untungnya lagi, ada temanku yang juga ingin menemui dosen tersebut. Perjalananku lewat jalur barat mengobati rasa rinduku. Dulu saya dan teman-teman sekotaku selau bersama-sama menelusuru jalan itu. Kami singgah di masjid untuk memesan siomay atau makanan yang dijual di sana. Lumayan bisa untuk mengobati rasa lapar kami. Akhirnya, hari itu aku dapat mengapload abstarak dan mendapat tanda tangan dari pak dosen pembimbingku. Sungguh banyak urusan yang masih harus aku selesaikan. Namun aku lega karena walau tiba di kampus sudah sore aku bisa mendaftar untuk ujian thesis. Hari telah larut malam ketika aku tiba di rumah. Capek dan lelah tetapi esok aku harus bangun pagi untuk melaksanakan kewajianku mengajar. Alhamdulillah... Doa orang teraniaya dikabulkan Allah. Saya masih bisa mendaftarkan diri. Ini berarti saya bisa menyelesaikan kuliah pada tiga semester. Terbayar sudah semua perjuanganku. Saya telah menyelesaikan kuliahku di UNS tahun 2012 lalu. Salah satu pemicu saya bisa menyelesaikan kuliah adalah dari Bapak Kepala Sekolahku. Oleh karenanya saya berterima kasih atas semua yang diperlakukan  Beliau kepada saya.  Saya ibarat sapi  atau kuda yang dicambuk sehingga saya bisa berlari sangat kencang. Dia juga ibarat memberikan pil  pahit yang setelah kutelan,  saya merasa sehat dan kuat. Selain itu, saya juga merasa teraniaya sehingga Allah  mengabulkan doa saya. Dan bahkan tidak hanya kepala sekolah yang telah memberi saya cambukan melainkan rekan sesama guru juga. Berkat cambukan merekalah kini saya belajar untuk menjadi orang yang tahan banting. Maka, jangan hiraukan ucapan negatif orang, sebaliknya manfaatkan suara-suara miring orang lain untuk menambah kekuatan dalam berjuang. Jika kita  ingin meraih suatu cita-cita, dan ada penghalang yang menghadang,  kita terus berusaha, berusaha,  dan berusaha. Suatu saat pasti kita akan berhasil.   Justru kita bisa tumbuh apabila kita mendapati suatu tantangan yang berat. Kalau digambarkan mungkin seperti gambar berikut:

Akhir kata, semoga kawan-kawan bisa belajar dari kisah ini. Untuk mencapai suatu cita-cita memang perlu pengorbanan dan perjuangan mengatasi segala rintangan. Rintangan yang menghambat bisa jadi tidak dari dalam diri sendiri memainkan dari faktor luar. Salah satu misalnya adalah dari teman ataupun kepala sekolah.  Jika memiliki atasan atau teman yang menghambat cita-cita kita, justru sebenarnya itu bisa kita menfatatkan sebagai energi positif yang akan memicu kita segera meraih cita-cita. ***

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun