Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis kehidupan, Menghidupkan tulisan

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

KPI Awasi Konten Digital, Langgar Regulasi

14 Agustus 2019   08:06 Diperbarui: 14 Agustus 2019   08:19 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sepengetahuan saya Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI) dalam regulasinya sesuai dengan Undang Undang Nonor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran tidak memiliki kewenangan mengawasi konten-konten digital seperti Netflix, Facebook dan Youtube. 

Regulasi untuk KPI hanya mengawasi 4 lembaga penyiaran yakni Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas dan Lembaga Penyiaran Berlangganan.

Ketika produk-produk acara televisi ditayangkan di konten digital, maka KPI tidak ada lagi kewenangan itu. Bila ingin masuk ke rana pengawasan tersebut ya regulasinya direvisi dulu, bila tidak KPI melanggar undang-undang. 

Menurut saya, kewenangan yang ada sekarang seperti diamanat dalam undang-undang tentang Penyiaran belum tampak keperkasaan KPI dalam menindak Lembaga Penyiaran Swasta misalnya ketika Pemilu Presiden dan Legeslatif 2019 Lalu. 

Bagaimana konten lembaga penyiaran dalam pemberitaan jelas-jelas memihak, serta tidak berimbang dalam pemberitaan menguntungkan pasangan tertentu tidak ada tindakan dari KPI.

KPI bertaji bila melarang dan mencekal artis tertentu saja. Saya ingat ketika KPI melarang sejumlah artis lelaki yang berpenampilan seperti perempuan yang mengakibatkan mereka kehilangan pekerjaan karena produser acara tidak lagi berani menggunakan mereka seperti Tesi Srimulat, Aming dan lain-lain. 

Lelaki mengenakan dandanan wanita, sebenarnya berangkat dari lako-lakon tradisional seperti Ludruk (di Jawa), Dul Muluk ( di Sumatera Selatan dan Bangka Belitung), banyak lagi Lakon tradisonal daerah lain dengan nama yang berbeda. 

Tapi artis yang menggukan diksi yang seakan-akan ia perempuan sesungguhnya ia laki-laki dan menggunakan ucapannya menyukai sesama lelaki, itu lebih tidak mendidik dibiarkan.

KPI sepertinya tidak adil dalam penegakan aturan. Belum lagi fungsi KPI di Daerah, juga tidak ada gregetnya. Selain itu sosialisasi yang kurang sehingga keberadaan KPI juga belum diketahui masyarakat. 

KPI yang juga memiliki kewenangan dalam mengeluarkan izin penyiaran, tidak memperlihatkan transparansinya khususnya dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang biaya dalam pemberian izin penyiaran. 

Sebaiknya KPI, daripada mengurus konten-konten di rana digital sebaiknya membenah di dalam tubuh KPI sendiri dalam menjalankan tugas sesuai dengan UU Penyiaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun