Perlukah dalam mendidik siswanya guru menerapkan sugesti? Ini pertanyaan lama yang sejak dulu konon selalu menjadi perdebatan. Di antara para ahli pendidikan memiliki pandangan yang berbeda dalam menyikapi permasalahan ini.Â
Ada yang menganggap bahwa penerapan sugesti pada diri siswa kurang manusiawi sebab cenderung memperlakukan siswa sebagai obyek semata. Padahal dalam pendidikan anak-anak itu harus dihargai sebagai subyek.
Pada sisi lain sebagian dari para pakar pendidikan memandang bahwa penggunaan sugesti terhadap siswa sah sah saja karena sugesti dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sugesti memiliki tujuan yang terukur, ia berbeda dengan hipnotis yang lebih bergerak pada alam bawah sadar. Dalam sugesti kesadaran siswa tetap utuh dan tidak ada paksaan untuk melakukan sesuatu yang di luar kemauannya.
Dalam kesempatan ini penulis merasa perlu untuk menjelaskan apa sebebarnya sugesti itu. Sugesti dalam ilmu jiwa sosial dapat kita rumuskan sebagai suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan, atau pedoman-pedoman dalam tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu".
Macam-macam sugesti:
a. Sugesti karena hambatan dalam berpikir:
Sugesti ini terjadi pada saat orang sebagai pihak yang disugesti sedang lelah berpikir, atau sedang pula mengalami perangsangan-perangsangan secara emosional. Sugesti semacam inilah yang dulu biasa diterapkan oleh Hitler pada jaman Nazi.
b. Sugesti karena pikiran terpecah-pecah:
Sugesti ini disebut pula sebagai sugesti disosialisasi dengan cara memanfaatkan pikiran orang yang sedang disugesti yang sedang terpecah-pecah. Misalnya di saat orang tersebut dalam keadaan bingung, karena dihadapkan pada persoalan tertentu. Contoh dalam kehidupan sehari-hari dalam hal ini adalah tukang sulap.Â
Dalam memulai pertunjukannnya selalu dengan cara memberikan pertunjukan yang bermacam-macam sehingga perhatian penonton terpecah-pecah.
c. Sugesti karena otoritet