Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rusman: Wayang, Wajah Pucat Pandudewanata (2)

16 Oktober 2018   23:25 Diperbarui: 28 Februari 2019   17:46 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam temaram, suasana keraton Astina cukup sunyi. Kadang-kadang saja terdengar candaan prajurit di sela tiupan angin lembut di sekitar istana.

Di ruang peraduan dua anak manusia yang berlainan jenis belum hendak mengenakan pakaiannya. Kegelisahan masih menyelimuti batin keduanya.

Prabu Pandu dan permaisurinya, itulah mereka. Jangankan kemesraan, untuk bertatap muka saja lelaki itu tak sudi. Yang ada hanya kegalauan, kemarahan.

"Dasar wanita jalang, pergi dariku Kunti... pergi, pergiiii ..!" Tiba-tiba saja raja muda itu berteriak sambil meloncat keluar dari bilik peraduan.

Seorang lelaki tergopoh-gopoh mendatangi Pandu yang masih berlari-lari tak tentu arah: "Oh, apa yang harus aku lakukan untukmu kangkang Prabu?"

"Ayo Suman, dampingi aku ke tepian gangga, aku ingin mandi besar di malam hari ini," sedikit gugup Hario Suman menyambut tubuh Pandu yang masih geloyoran

"Oh, malam-malam begini? Apa yang sudah terjadi Kakang Pandu?" Adik Dewi Gendari itu berlagak cemas, meski hatinya menggambarkan ia tahu segalanya. "Baiklah Kakang, kasinggihan."

Sementara itu di istana timur seorang wanita nampak terkekeh-kekeh menikmati kemenangannya. Teringat kisah Prabu Santanu ratusan tahun silam, yang delapan kali menangis pula di tepian Gangga

"Dewi Gangga, kali ini akulah yang punya persembahan untukmu. Terimalah Dewi, tolong kerdilkan jiwa lelaki jahanam itu. Padamkan semangat hidupnya, penjarakan batinnya."

"Bukankah anakmu Dewa Brata masih menderita karena ulah leluhur dia. Aku yakin Dewi Gangga mau membantuku. Rampaslah semua keperkasaannya hua hahaha...!

"Ha....ha.....ha.....Ouuwww..!" Singa betina itu meraung-raung sambil mengangkat kaki depannya. Dan tiba-tiba langitpun menjadi gelap gulita. Mendung hitam bertubi-tubi datang menggumpal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun