Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

6. Rusman: Raden Sekartanjung, Adipati Tuban yang Terbunuh

15 September 2018   06:19 Diperbarui: 1 Maret 2019   14:54 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Adipati Sekartanjung dan rombongan kecilnya melakukan tetirah ke wilayah timur, pulangnya dihadang oleh Ki Ajar Talun dan teman-temannya. Mereka mengaku sebagai utusan Raden Ngangsar. Ki Ajar Talun yang juga mengaku sebagai paman guru  Raden Ngangsar memaksa agar Adipati Sekartanjung menyerahkan tampuk pimpinan Tuban kepada adiknya, yaitu Raden Ngangsar Putra Balewot.

Terjadilah peperangan dua kelompok kecil itu, dan Ki Ajar Talun langsung berusaha membunuh Adipati Sekartanjung.

Kini Ki Ajar Talun yang tidak dapat menahan diri lagi telah meloncat menyerang Raden Sekartanjung. Tetapi Raden Sekartanjung sudah bersiaga, karena itu iapun segera bergeser menghindari serangan lawannya.

Ternyata serangan Ki Ajar Talun tidak mengenai sasarannya. Namun orang tua itu tidak membiarkan Raden Sekartanjung lolos, iapun segera berkisar, dan serangannyapun telah meluncur pula dengan derasnya.

Sekali lagi Raden Sekartanjung bergeser. Dan sekali lagi Adipati muda itu berhasil melepaskan diri dan serangan lawannya. Bahkan. iapun telah mengimbangi serangan-serangan lawannya dengan serangan pula yang tidak kalah cepatnya dengan gerak lawannya.

Ki Ajar Talun tersentak melihat serangan Raden Sekartanjung yang cepat. Tetapi iapun masih mampu mengimbangi kecepatan gerak sang adipati, sehingga dengan demikian maka iapun mampu pula menghindari.

Pertempuran itu semakin lama menjadi semakin cepat. Seperti yang telah diperhitungkan oleh Raden Sekartanjung. maka Ki Ajar Talun pun mulai berputaran. Tetapi Raden Sekartanjung tidak mau lagi terkurung oleh putaran prahara yang membuat kepalanya menjadi pening.

Ketika Ki Ajar Talun mulai dengan mengetrapkan ilmunya. Raden Sekartanjung telah meloncat keluar lingkaran. Sekali dua kali Ki Ajar Talun seolah-olah bagaikan kehilangan korbannya. Tetapi ternyata bahwa Ki Ajar Talun memang menguasai ilmunya dengan mapan. Karena itu ia tidak memberi kesempatan lagi kepada Raden Sekartanjung. Ketika sekali lagi Raden Sekartanjung meloncat keluar dari putaran Ilmunya, maka Ki Ajar Talun tidak meloncat menyerangnya, melainkan segera meningkatkan daya kemampuan ilmunya dan mengikuti kemana loncatan sang Adipati Tuban itu.

Begitu Raden Sekartanjung meloncat keluar, maka putaran itu seolah-olah telah bergeser langsung mengurungnya, meskipun sekali-sekali dengan arah yang berlawanan.

Dari agak jauh Raden Sunan memperhatikan pertempuran yang aneh itu dengan saksama. Bahkan sekali-sekali nampak keningnya berkerut. Sementara Ki Guru Ngangsar sambil tersenyum berkata, "Persoalannya terletak pada waktu."

Raden Sunan menarik nafas dalam-dalam. Diluar sadarnya ia mengedarkan pandangan matanya kesekeliling pertempuran kecil itu. Dipandanginya pertempuran antara Kusir Adipati dan orang bersenjata tombak sejenak. Namun pertempuran itu tidak menarik perhatiannya. Keduanya memang memiliki kelebihan. Tetapi seolah-olah keduanya telah dapat mengurus diri mereka sendiri. Bahkan ada semacam keyakinan bahwa akhirnya Kusir Adipati akan dapat mengalasi lawannya. karena sebenarnyalah orang bersenjata tombak itu bukan orang yang pantas dicemaskan.

Pandangan Raden Sunan tertambat sebentar pada pertempuran antara pengawal kadipaten dengan seorang anak muda. Pengawal kadipaten itu ternyata benar-benar seorang yang pilih tanding. Meskipun lawannya yang muda itu memiliki kelebihan, namun dihadapan pengawal kadipaten itu ia tidak banyak mempunyai kesempatan.

Meskipun demikian benturan-benturan Ilmu telah terjadi. Jauh dari jangkauan nalar orang kebanyakan. "Cucu permaisuripun kurasa masih aman juga. Karena itu rasanya aku belum perlu menampakkan diri, apalagi sampai terlibat secara langsung."

Namun dalam pada itu. pusat harapan Ki Guru Ngangsar adalah putaran pertempuran antara Ki Ajar Talun dan Raden Sekartanjung. Dengan ketajaman penglihatannya, sebagaimana juga Raden Sunan, ia melihat putaran ilmu Ki Ajar Talun yang sangat dahsyat, meskipun oleh orang lain kedahsyatannya itu tidak dapat dilihat dengan mata kewadagan. Dengan demikian, maka Ki Guru Ngangsar masih tetap menganggap bahwa akhir dari pertempuran itu akan terjadi seperti yang ia harapkan.

Tetapi yang kemudian sangat menarik perhatian Raden Sunan dan Ki Guru Ngangsar adalah Raden Sekartanjung. Ki Guru Ngangsar dengan nada tegang berkata, "Apapun yang terjadi dengan yang lain. namun sebentar lagi Raden Sekartanjung akan dikuasai sepenuhnya oleh Ki Ajar Talun. Jika demikian. maka segalanya akan cepat selesai."

Raden Sunan tidak menjawab ia melihat putaran Ki Ajar Talun yang cepat dan memiliki kekuatan khusus itu semakin lama menjadi semakin dahsyat. Betapapun kemanapun Raden Sekartanjung meloncat namun ternyata putaran itu seakan-akan tetap tidak mampu dihindarinya lagi.

Raden Sekartanjung sendiri merasa, bahwa putaran itu seolah-olah selalu berhasil langsung mengurungnya jika ia meloncat keluar. Bahkan kadang-kadang ia masih mendengar suara tertawa kecil.

"Jangan menjadi putus asa Raden Sekartanjung," berkata Ki Ajar Talun yang seolah-olah sudah tidak nampak dalam ujudnya itu. Ia kini seperti tidak berwujud selain sebuah putaran prahara yang semakin garang.

Namun dalam pada itu. sebenarnya Ki Ajar Talun masih belum mampu menyakiti Raden Sekartanjung. Serangan-serangan Ki Ajar Talun masih dapat ditangkis atau dihindari oleh Raden Sekartanjung meskipun ia tetap berada didalam putaran. Kadang-kadang memang ada serangan-serangan yang luput dari pengamatan karena putaran yang sangat cepat itu, namun masih belum mampu menembus ilmu kebal Raden Sekartanjung. Tetapi ilmu kebal itu tidak membebaskan sang adipati dari perasaan pening sepenuhnya.

Sementara Raden Sekartanjung merasa kepalanya menjadi semakin pening. Ki Ajar Talun mulai di bayangi oleh satu pertanyaan, kenapa Raden Sekartanjung seolah-olah sama sekali tidak menderita kesakitan oleh sentuhan serangannya. Padahal orang tua ini yakin bahwa semakin lama serangannya menjadi semakin sering mengenai tubuh sang lawan.

Kini Ki Ajar Talun mulai meyakini bahwa kemungkinan anak muda ini mempunyui Ilmu yang khusus untuk malindungi dirinya.

"Bukan main, ternyata tidak mudah juga untuk mengalahkan Adipati Tuban ini, " gumam pendekar tua itu, "Aku harus hati-hati. Aku tidak mau mengalami nasib seperti adi Waleran."

Sedangkan Raden Sekartanjung sedang mencari jalan untuk melepaskan diri dari putaran yang membuatnya menjadi pening itu. Usahanya untuk meloncai keluar seolah-olah tidak banyak gunanya. Orang yang menagku sebagai paman guru Dinda Ngangsar ini selalu bergeser dan mengurungnya dalam putaran prahara yang dahsyat.

Tetapi untuk sementara Raden Sekartanjung tidak mempunyai pilihan lain. Sebelum ia menemukan jawaban atas ilmu lawannya, maka untuk mengurangi perasaan pening di kepalanya, ia masih saja berusaha untuk meloncat keluar.

Kadang-kadang dengan loncatan yang panjang, sehingga Ki Ajar Talun memerlukan waktu untuk menggeser ilmunya. Bahkan kadang-kadung Raden Sekartanjung berusaha untuk menghindari putaran prahara itu. meskipun akhirnya ia akan terkurung lagi.

Namun usaha Raden Sekartanjung itu agaknya tidak menyenangkan hati Ki Ajar Talun. Maka Ki Ajar Talun berusaha dengan sungguh-sungguh agar Raden Sekartanjung tidak dapat keluar dari putarannya. Sebagaimana dikatakan maka ternyata Ki Ajar Talun masih mampu meningkatkan ilmunya, sehingga ia akan benar-benar dapat mengurung lawannya didalam putaran angin prahara.

Karena itu ketika beberapa saat kemudian Raden Sekartanjung berusaha meloncat keluar, terasa betapa serangan lawan yang memutarinya itu telah menyentuhnya. Meskipun Raden Sekartanjung tidak merasa sakit oleh Ilmu kebalnya, namun ia dapat menilai bahwa serangan itu cukup kuat menghantam dinding ilmu kebalnya.

Bahkan ketika lawannya kemudian mengurungnya lagi dalam putaran. dan Raden Sekartanjung berusaha meloncat keluar, terasa dorongan yang kuat telah melemparkannya kembali kedalam putaran itu. Beberapa kali Raden Sekartanjung mencoba. Tetapi ia selalu merasa tenaga lawannya yang kuat telah mendorongnya kembali kedalam lingkaran angin prahara itu.

"Hem.., dasyat sekali," geram Raden Sekartanjung meskipun ia masih mampu bertahan dengan ilmu kebalnya, "bagi orang yang tidak memiliki ilmu melindungi dirinya, maka ia akan tertelan oleh kekuatan ilmu yang dahsyat ini."

Sebagaimana kebiasaan Raden Sekartanjung. maka iapun merasa bersukur, bahwa ia berkesempatan untuk menerima kurnia kemampuan ilmu yang dapat menjadi perisai yang terpercaya itu. Bersyukur bahwa Ramanda Balewot sempat menurunkan kemampuan itu pada anak-anaknya.

Namun dalam pada itu, Raden Sekartanjung tidak mau tetap berada didalam putaran yang membuat pening. Bahkan ia mulai membuat perhitungan dengan cermat untuk memecahkan ilmu lawannya itu. Apalagi ketika ia menyadari, meskipun serangan-serangan lawannya itu belum menyakitinya, namun ia merasa serangan lawannya semakin lama menjadi semakin kuat.

Seandainya serangan itu tidak akan dapat menyayat kulitnya, namun sampai pada suatu tingkat tertentu, bagian dalam tubuhnya akan mengalami akibat yang kurang baik bagi dirinya.

Raden Sekartanjung juga tidak ingin membenturkan diri pada dinding prahara itu, sebab ia masih belum mampu menjajagi kekuatan yang sebenarnya. Jika ia dengan serta merta membentur dinding itu dengan sengaja. mungkin ia akan mengalami kesulitan, ia akan dapat terlempar keluar putaran atau justru kedalam putaran yang dahsyat itu.

Karena itu maka Raden Sekartanjung pun mulai mempertimbangkan untuk mempergunakan kemampuannya yang lain. Selain ilmu kebalnya, lamat-lamat iapun ingat bahwa dulu Ramanda Balewot pernah membuat dirinya seolah-olah tanpa bobot. Dia dapat berloncatan dengan cepat dan tidak tertahan oleh berat tubuhnya sendiri karena kekuatan lontarnya yang cukup besar tetapi terkendali.

Sekarang ia ingin mempergunakannya untuk mengatasi ilmu lawannya itu. Jika ia dapat mendahului setiap gerak Ki Ajar Talun maka ia tidak akan dapat terkurung oleh putaran prahara yang cepat dan dahsyat itu.

Sejenak kemudian terlihat Raden Sekartanjung mempersiapkan diri. Ketika putaran diluar dirinya itu menjadi semakin sempit sementara sentuhan serangan lawan terasa semakin kuat menghantam dirinya maka tiba-tiba saja Raden Sekartanjung meloncat keluar dari putaran itu. Ia tidak menembus dinding prahara yang akan dapat membenturnya dan melemparkannya kembali kedalam putaran, tetapi ia meloncat dan melayang bagaikan terbang.

Karena Denmas Tanjung mengerti, bahwa betapapun dahsyatnya putaran itu. namun panjang tubuh Ki Ajar Talun dan panjang jarak jangkaunya tidak akan dapat menggapainya. Karena itu ketika Raden Sekartanjung kemudian meloncat keluar putaran ilmunya dengan loncatan yang cukup tinggi. Ki Ajar Talun mengumpat dan berupaya agar prahara itu bergeser dengan cepat mengurung anak muda yang baru saja menghentakkan kakinya ke tanah. Tapi begitu putaran itu mengurungnya, lagi-lagi Raden Sekartanjung telah mengulang loncatannya sehingga  keluar dengan cara yang sama.

"Anak gila," geram Ki Ajar Talun.

Bukan main marahnya pendekar tua itu karena Raden Sekartanjung mampu berbuat demikian berulang kali. Bahkan tanpu ancang-ancang pun Adipati Tuban itu dapat meloncat cukup tinggi, sehingga Ki Ajar Talun yang meloncat sambil menggapainya sama sekali tidak dapat menyentuhnya.

Keadaan seperti membuat orang-orang yang bertempur tidak jauh dari mereka menjadi sangat heran. Mereka melihat satu bentuk pertempuran yang sangat aneh.

Dalam pada itu sebenarnya yang dilakukan oleh Raden Sekartanjung itu bukannya sekedar ingin membebaskan diri. Tetapi ia mempunyai rencananya tersendiri.

Raden Sekartanjung berniat untuk menyisih saja dari arena pertempuran, ia ingin bertempur dengan segenap kemampuannya tanpa terganggu oleh hiruk pikuk pertempuran lain. Tetapi ternyata Ki Ajar Talun pun juga ingin berbuat yang sama, Ki Ajar Talun ingin menumpahkan segenap Ilmunya sampai tuntas tanpa mengganggu orang-orang lain di dalam pertempurun itu.

Dengan demikian, maka kedua orang itupun dengan cepat telah bergeser menjauh. Semakin lama semakin jauh. Ki Ajar Talun yang berusaha mendesak Raden Sekartanjung menganggap karena usahanyalah maka Raden Sekartanjung menjauhi kawan-kawannya. Sedang Raden Sekartanjung merasa bahwa ia sudah berhasil memancing lawannya dengan loncatan-loncatan panjangnya.

Sementara itu. orang-orang lain yang sedang berlempur telah menjadi cemas, sebab kedua orang itu bertempur pada jarak yang semakin jauh dengan cara yang semakin aneh pula. Seolah-olah keduanya hanya berloncatan, berlari-larian dan berputaran pula. Tapi lebih aneh lagi, mereka tidak melihat arus prahara yang melingkari Raden Sekartanjung seperti yang semula terjadi.

Demikianlah ketika keduanya sudah mengambil jarak yang cukup panjang ternyata bahwa Ki Ajar Talun tidak lagi berlari berputaran ia berdiri tegak menghadap Raden Sekartanjung yang sedang tercenung melihat perubahan sikap lawannya. Kini Raden Sekartanjung merasa harus mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan yang bakal terjadi.

Sesaat kemudian tiba-tiba saja Ki Ajar Talun menyerangnya dengan sangat dahsyatnya. Meskipun demikian orang tua itu masih belum mempergunakan senjata apapun selain kedua tangannya. Kini dengan tangkasnya pula Denmas Tanjung berkisar menghindari serangan itu.

Namun ketika ia siap untuk membalas menyerang, tiba-tiba saja terasa tubuhnya berguncang. Bukan oleh sentuhan wadag Ki Ajar Talun tetapi seolah-olah Raden Sekartanjung telah dihantam oleh arus badai yang dahsyat. Bahkan adalah diluar perhitungan Denmas Tanjung sebelumnya, bahwa tiba-tiba saja pasir di pantai utara itu telah beterbangan dan menghambur bagaikan dilontarkan oleh dorongan angin yang luar biasa.

Raden Sekartanjung masih melihat bahwa pasir yang tersentuh oleh kaki Ki Ajar Talun itu benar-benar mengejutkan. Pasir itu telah berserakan bagaikan dilontarkan oleh kekuatan angin prahara langsung mengarah ke tubuh Raden Sekartanjung.

Karena itulah rasa-rasanya tubuh Raden Sekartanjung telah terguncang.

Bukan saja oleh dorongan badai yang kuat. tetapi juga oleh hamburan pasir yang menghantam tubuhnya. Memang tubuh Raden Sekartanjung tidak terasa sakit dan tidak terluka pula karenanya. Tetapi dorongan angin itu seakan-akan tidak tertahankan.

"Ini bukan wujud semu seperti yang dapat dilakukan oleh para pendekar terdahulu," berkata Adipati Sekartanjung didalam hatinya, "tetapi ini benar-benar satu ilmu yang dahsyat. dan pasir itupun benar-benar telah terlonlar dan menghambur dengan kekuatan yang luar biasa."

Hampir diluar sadarnya. Raden Sekartanjung telah memejamkan matanya untuk melindungi matanya dari pasir yang berhamburan. Tesapi adalah diluar perhitungannya pula bahwa waktu yang sekejap itu telah dipergunakan oleh Ki Ajar Talun sebaik-baiknya.

Tiba-tiba saja Raden Sekartanjung merasakan serangan lawannya menghantam dadanya. Bukan oleh arus badai dan pasir. Tetapi kaki Ki Ajar Talun telah benar-benar mengenai dadanya. Raden Sekartanjung masih melapisi dirinya dengan Ilmu kebal, namun terasa betapa kekuatan itu menggoncangkan perisai ilmunya itu. Sehingga dengan demikian, maka terasa sekali dadanya menjadi sesak.

Satu-satunya yang dapat dilakukan oleh Raden Sekartanjung adalah menjatuhkan dirinya, tetapi dengan cepat ia melenting berdiri dengan kemampuannya memperingan tubuhnya. Tetapi sungguh celaka, begitu ia berdiri sekali lagi Ki Ajar Talun telah menghentakkan kakinya keatas pasir dengan dorongan kekuatan ilmunya.

Tetapi kini Raden Sekartanjung mulai mengenali ilmu lawannya. Dengan kecepatan tatit dilangit. Raden Sekartanjung meloncat menghindarinya. Loncatan yang dilambari kemampuan yang tinggi pula. sehingga loncatan itu benar-benar telah membebaskannya dari arus prahara yang menghamburkan pasir tepian.

Meskipun demikian Adipati Tuban ini menjadi berdebar-debar. Ilmu ini benar-benar ilmu yang dahsyat.

"Inikah ilmu yang disebut Gebyar Maruto?" bertanya Raden Sekartanjung kepada diri sendiri. (Bersambung) ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun