Telah diceritakan pada kisah "Denting Pedang di Pantai Tuban" bahwa Karta pengawal setia Nyai Ageng Manyuro datang menyusul Kemang Arum.Â
Melihat keadaan Kembang Arum yang terluka, Karta segera ingin tahu penyebabnya. Karena itu lelaki tua ini menggeram, ia tahu pasti babwa para pemuda itu adalah orang-orang yang datang atas permintaan Sri Aji dan Ki Palang Sisir.Â
Dengan mata yang menyala dipandanginya Sri Aji dan Ki Palang Sisir berganti-ganti. Dan tanpa disadarinya tangan Karta memegang hulu pedangnya.Â
Namun sebelum Karta terlanjur melangkah sekonyong-konyong Kembang Arum berkata pula, "Paman, untunglah Kakang Sri Aji dan Paman Palang Sisir segera datang dan menolong aku. Kalau tidak, maka Paman hanya akan mengenang namaku."
"Oh, benarkah ?" Karta setengah tak percaya mendengar keterangan itu. Orang tua itu berdiri keheranan.Â
Ia seolah tidak yakin akan pendengarannya, bahwa Sri Aji dan Ki Palang Sisirlah yang telah menolongnya. Tetapi perasaan itu disimpannya.Â
Ia terpaksa mempertimbangkan keadaan untuk menyatakan suatu sikap. Ia merasa berdiri di tempat yang tidak diketahui dengan pasti.
Meskipun demikian menilik keadaan agaknya orang tua itu percaya kepada keterangan Kembang Arum, meskipun masih agak ragu.
Sejenak orang-orang itu hanya saling memandang dengan perasaan masing-masing. Ki Palang Sisir dan Sri Aji yang masih marah, Kembang Arum yang masih pucat, Karta yang keheranan, dan laki-laki liar itu yang nampak bertambah liar.Â
Sedang Ki Jala Sabrang masih juga duduk sambil mengerutkan keningnya.
Kesenyapan itu dipecahkan oleh Ki Jala Sabrang, "Apakah maksudmu berani datang kemari, Karta?"