Mohon tunggu...
Healthy

Peran Farmasis dalam Mendukung Indonesia Sehat 2025

13 Januari 2018   19:48 Diperbarui: 13 Januari 2018   20:01 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sehat adalah suatu kata yang selalu kita ucap dan dengarkan sehari-hari ketika kita merasa nyaman berada ditempat tersebut dan dapat menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa ada kendala. 

Namun, menurut WHO sehat merupakan suatu kondisi seseorang baik fisik, mentak maupun social terbebas dari penyakit. Seseorang bisa menjadi tidak sehat apabila tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya baik secara biologis, psikologis maupun social budaya.

Indonesia sehat adalah sikap masyarakat Indonesia untuk memelihara, menjaga, dan melindungi kesehatan diri dari penyakit yang akan masuk kedalam tubuh manusia serta dapat berpartisipasi dalam kegiatan gerakan kesehatan agar peningkatan kesehatan pada masyarakat dapat terwujud setinggi-tingginya. 

Disitu, masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu karena layanan kesehatan yang sudah tersebar merata ke seluruh Indonesia.

Farmasi sebagai salah profesi dibidang kesehatan mendukung terciptanya Indonesia Sehat 2025. Farmasi adalah suatu ilmu yang mempelajari mengenai pembuatan sediaan obat baik melalui bahan alam maupun bahan sintesis yang akan digunakan sebagai pengobatan suatu penyakit. 

Sedangkan seorang farmasis atau Apoteker adalah orang yang memiliki wewenang untuk meracik dan memberikan obat secara langsung kepada pasien.

Di Indonesia, Farmasis sebagai profesi yang tergolong masih baru berkembang dengan baik setelah masa Kemerdekaan Republik Indonesia. Pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang, perkembangan di bidang farmasi masih sangat lambat dikenal oleh masyarakat luas Sampai saat Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia pun tenaga kerja farmasi Indonesia dan profesi Apoteker masih sedikit.

Pada periode setelah kemerdekaan Republik Indonesia jumlah tenaga kerja farmasis termasuk asisten apoteker mulai meningkat lebih banyak tercatat 30 lulusan profesi apoketer saat itu. 

Setelah itu, pada periode selanjutnya tahun 1960an mulai memproduksi sediaan obat yang banyak. Namun, kenyataannya industry farmasi mengalami hambatan yang cukup berat antara lain seperti kekurangan devisa dan terjadinya system penjatahan bahan baku obat sehingga industri yang dapat bertahan lama hanya industri yang memiliki relasi dengan luar negeri.

Bidang farmasi ini termasuk didalam lingkaran dunia kesehatan yang sangat berkaitan erat dengan pelayanan kesehatan. Dan hasilnya, pendidikan tinggi dari seorang farmasis di Indonesia yaitu menjadi seorang apoteker yang bertanggungjawab atas obat-obat mulai dari pembuatan, pengamanan, pengadaan, penyimpanan sampai pendistribusian obat.

Di seluruh Dunia Ketiga, dimanapun ada kekurangan layanan medis yang parah, terdapat kekurangan layanan farmasi dan apoteker, dan sebagian besar masyarakat tidak memiliki akses terhadap obat-obatan penyelamatan dasar. 

Pada saat yang sama, obat-obatan terlarang, banyak di antaranya tidak berguna atau berbahaya dan tidak perlu, tersedia di pasar terbuka dan tidak diatur luas. Di beberapa negara berkembang yang lebih maju, rasio apoteker terhadap penduduk relatif tinggi di daerah perkotaan namun sangat rendah di daerah pedesaan.

Namun secara umum, rasio kurang dari 1: 100.000 adalah hal yang umum dan beberapa negara memiliki rasio yang jauh lebih rendah. Di negara-negara, rasio dapat bervariasi dari 1:12 000 di ibu kota menjadi 1: 700.000 atau kurang di provinsi-provinsi, yang mencerminkan, dan terkait dengan, kekurangan dan mal distribusi tenaga kesehatan profesional pada umumnya, dan tingkat yang sangat rendah dari perkembangan sosioekonomi Ini harus dibandingkan dengan rasio rata-rata sekitar 1: 2300 di negara-negara industri.

Kekurangan besar apoteker di negara berkembang, terutama dalam layanan kesehatan pemerintah, adalah bagian dari masalah ketenagakerjaan umum - dari ketidakseimbangan numerik dan kualitatif antara kebutuhan dan permintaan. Penerapan kebijakan rasional untuk obat-obatan penting tentu memerlukan pengembangan kebijakan ketenagakerjaan farmasi yang rasional dalam konteks kebijakan umum mengenai layanan kesehatan dan pengembangan ketenagakerjaan. 

Sebagai langkah sementara, sampai produksi apoteker dan teknisi farmasi mereka dapat memenuhi kebutuhan mereka, banyak negara berkembang harus bergantung pada substitusi tenaga kerja yang lebih besar atau kurang, mengalokasikan tenaga kesehatan non-apoteker (petugas kesehatan, perawat, atau petugas kesehatan masyarakat) fungsi tertentu dilakukan oleh apoteker dan apotek di negara maju.

Untuk memastikan bahwa substitusi tersebut mencapai tujuannya, apoteker dibutuhkan dalam peran manajemen / administrasi / pendidikan, untuk menyediakan organisasi, pengawasan, dukungan dan pelatihan kepada apoteker dan petugas kesehatan apoteker yang memberikan layanan farmasi esensial kepada masyarakat. 

Mereka juga dibutuhkan untuk jabatan penting pria di pemerintahan terkait dengan kontrol kualitas obat-obatan impor dan obat-obatan buatan lokal, pembuatan obat-obatan terlarang, peraturan obat-obatan terlarang, undang-undang yang berkaitan dengan apotek, perumusan dan konsultasi mengenai kebijakan obat terlarang, dan secara umum memastikan operasi nasional program obat esensial.

Kategori profesional utama apoteker adalah:

  1.  apoteker masyarakat dan rumah sakit,
  2.  spesialis dalam berbagai aspek ilmiah apotek,
  3. spesialis pekerjaan, terutama apoteker industri yang bergerak di bidang teknologi dan penelitian farmasi, dan guru, dan manajer dan administrator layanan dan sistem farmasi.

Teknisi farmasi atau ajudan melakukan berbagai tugas sesuai dengan negara tempat mereka bekerja, pada prinsipnya di bawah pengawasan apoteker berlisensi. Petugas kesehatan profesional dan non-profesional lainnya dapat dialokasikan (atau didelegasikan) fungsi farmasi, terutama di negara-negara berkembang, untuk memastikan kebutuhan obat-obatan penting. Kategori lain, apoteker profesional yang tidak dianggap profesional, seperti apoteker dan dukun, diizinkan menjual obat-obatan tanpa resep obat.

Ketidakseimbangan berkenaan dengan kategori tenaga kerja terutama berasal dari kelebihan pakar, atau komunitas (ritel), apoteker di negara-negara ekonomi pasar, dibandingkan dengan kategori lainnya, seperti apoteker rumah sakit (terutama di rumah sakit yang lebih kecil), industri apoteker yang peduli dengan teknologi dan penelitian, dan apoteker dalam layanan pemerintah yang bertanggung jawab untuk administrasi layanan farmasi.

Di beberapa negara berkembang dengan industri farmasi yang sedang tumbuh (Mesir, India dan Pakistan, misalnya), lulusan farmasi tertarik ke industri daripada ke apotek masyarakat dan rumah sakit, yang keduanya merupakan daerah kekurangan tenaga kerja di negara-negara tersebut.

Sebagai seorang ahli kerja professional, seorang Apoteker hendaknya dapat terjun langsung dalam membantu upayah pemerintah Indoensia dalam menghasilkan masyarakat Indonesia yang sehat dan mandiri. Dan juga terkhususunya Apoteker harus berperan aktif dalam penanganan serta pengobatan penyakit-penyakit yang membutuhkan obat jangka panjang.

Namun, profesi Apoteker hingga saat ini belum dikenal banyak oleh masyarakat luas karena Apoteker dikalah pamor oleh seorang Dokter. Padahal sebenarnya profesi ini memiliki peran yang sangat penting dalam menyukseskan Indonesia Sehat 2025. Hal ini karena profesi Apoteker-lah yang paling berkompeten tentang hal-hal yang berkaitan dengan obat-obatan.

Adapun peran apoteker bagi Indonesia Sehat 2025 antara lain sebagai berikut :

  1. Menyelenggarakan upaya pencegahan penyakit secara dini yaitu dengan memberitahukan kepada masyarakat tentang penyakit-penyakit yang mudah terkena oleh tubuh.
  2. Selanjutnya dengan memberikan edukasi kepada pasien-pasien tentang bagaimana cara untuk mempercepat proses penyembuhan dan mencegah agar penyakit tersebut tidak kambuh dan bertambah parah.
  3. Kemudian menjelaskan mengenai obat-obatan yang mesti digunakan, dosis dan waktu penggunaan.
  4. Pemberian penyuluhan terhadap pasien untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dalam menjalani proses penyembuhannya serta meninjau bagaimana perkembangan yang dijalani oleh pasien tersebut.

Penyuluhan tersebut dapat dilakukan baik secara langsung yang dapat dilakukan oleh banyak orang maupun secara tidak langsung melalui dengan memberikan pesan-pesan penting dalam bentuk brosur atau poster misalnya bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan penyakit pada hati yang sangat perlu dilaksanakan secara intensif karena masih banyak masyarakat disekitar kita kurang akan pengetahuan tentang penyakit tersebut.

Selain itu ada juga peran lain seorang farmasis yang dikenal dengan istilah Nine Stars of Pharmacist:

  • Care-Giver

Dimana seorang Farmasi atau Apoteker merupakan tenaga kerja kesehatan yang sangat peduli dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat luas, dapat berhubungan langsung kepada pasien secara langsung, mendatangi pelayanan klinik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini (PP No 51 tahun 2009), contohnya seperti berkonsultasi dengan pasien, peracikan obat dan lain-lain.

  • Decision-Maker

Dimana seorang Farmasi atau Apoteker merupakan tenaga kerja kesehatn yang sanggup menentukan keputusan terkait dengan pekerjaan kefarmasian. Contohnya seperti menetapkan dispensing, penggantian jenis sediaan obat apabila ditemukan bahan-bahan yang berbaya didalamnya, penyesuaian dosis obat. Hal tersebut bertujuan agar pengobat saat ini lebih aman dari sebelum-sebelumnya.

  • Communicator

Dimana seorang Farmasi atau Apoteker merupakan tenaga kerja kesehatan yang sanggup dalam menjadi penghubung yang baik sehingga.

  • Manager

Dimana seorang Farmasi atau Apoteker merupakan tenaga kerja kesehatan yang menjadi manajer dalam bagian kefarmasian non-klinis, keahlian ini harus ditunjang dengan keahlian manajemen yang baik tentunya. Contohnya seperti manajer di Apotek, menjadi kepala Rumah Sakit dan harus mengatur pembekalan seorang farmasis dan mengatur karyawan agar mampu melayani dengan optimal dan produktif.

  •  Leader

Dimana seorang Farmasi atau Apoteker merupakan tenaga kerja kesehatan yang sanggup menajdi seorang pemimpin dan mampu menagmbil kebijakan yang sangat tepat dalam meningkatkan perkembangan perusahaan atau lembaga yang dipimpin. Contohnya sebagai Direktur Rumah Sakit dan lain-lain.

  • Life-Long Learner

Dimana seorang Farmasi atau Apoteker merupakan tenaga kerja kesehatan yang harus mempunyai keinginan belajar sepanjang waktunya karena informasi mengenai kesehatan terutama dibidang Farmasi akan terus berkembang dengan pesat dari waktu ke waktu sehingga kita sebagai penerus bangsa Indonesia harus memperbaharui lagi ilmu pengetahuan dan keahlian agar tidak ketinggalan dari yang lain.

  • Teacher

Dimana seorang Farmasi atau Apoteker merupakan tenaga kerja kesehatan yang mengupayakan dapat menjadi pengajar bagi masyarakat, pasien maupun tenaga kerja kesehatan yang lainnya. Contohna seperti dosen yang memberitahukan informasi kepada pasien yang memerlukan informasi.

  • Research

Dimana seorang Farmasi atau Apoteker merupakan tenaga kerja kesehatan yang menjadi seorang pengkaji terutama dalam penemuan dan pengembangan obat-obatan yang baik.

  • Entrepreneur

Dimana seorang Farmasi atau Apoteker merupakan tenaga kerja kesehatan yang diminta untuk terjun langsung menjadi wirausaha guna mengembangkan serta menunjang kesehatan masyarakat saat ini. Contohnya seperti dengan membangun perusahaan obat, makanan, kosmetik dan lain-lain.

Setiap rencana atau program untuk perbaikan sistematik dan berkelanjutan dalam suatu layanan harus mencakup komponen pemantauan dan evaluasi untuk mengukur kemajuan. Strategi nasional untuk mencapai kesehatan bagi semua orang biasanya akan menyediakan untuk pemantauan pengembangan tenaga kerja farmasi dan layanan farmasi dalam kerangka sistem kesehatan dan pengembangan ketenagakerjaan (HSMD).

Di antara indikator cakupan layanan kesehatan primer yang disarankan oleh WHO adalah:

  1. adanya daftar obat-obatan penting;
  2. tersedianya obat-obatan terlarang di fasilitas perawatan kesehatan primer kapanpun dibutuhkan sepanjang tahun.

Berkenaan dengan tenaga kerja, WHO telah menyarankan sebagai indikator:

  1. rasio populasi terhadap apoteker;
  2. rasio antara berbagai jenis petugas kesehatan, seperti dokter terhadap perawat atau petugas kesehatan lainnya; dan
  3. jumlah sekolah yang telah merevisi atau mereformasi kurikulum mereka untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan kesehatan untuk semua dan perawatan kesehatan primer.

Perencanaan ketenagakerjaan meliputi penetapan sasaran, dan pemilihan indikator pencapaian dan kemajuan. Ini tentu spesifik untuk negara. Profesi farmasi, melalui badan pengaturnya, harus menetapkan pengaturannya sendiri untuk memantau pengembangan ketenagakerjaannya, baik secara independen maupun bekerjasama dengan pemerintah nasional. Ini berarti, pertama, menyatakan tujuan ketenagakerjaan dan menentukan target yang harus dicapai pada waktu tertentu.

Sehubungan dengan pengembangan ketenagakerjaan, pemantauan akan diterapkan pada perencanaan, produksi dan pengelolaan tenaga kerja, dan interaksi ketiga elemen ini. Ini akan berkaitan dengan, misalnya, apakah ada cara nasional dan sistematis untuk mempertimbangkan semua variabel yang mempengaruhi, dan berubah, sifat dan ruang lingkup apotek. 

Pemantauan harus menyelidiki apakah perencanaan pendidikan mencerminkan perluasan peran apoteker di tim perawatan kesehatan - misalnya, meningkatnya peran penasihat dan pendidikan masyarakat mereka. Ini harus memeriksa penggunaan pendidikan berkelanjutan untuk memperbaiki ketimpangan ketenagakerjaan, misalnya untuk mengenalkan atau mendukung perubahan dalam praktik farmasi, dan juga kemungkinan memberikan insentif untuk menarik apoteker ke komunitas yang belum terlayani atau yang kurang terlayani atau spesialisasi yang tidak terkotak-kotak. Ini menanyakan bagaimana kebutuhan pendidikan berkelanjutan apoteker ditentukan, dan bagaimana dampak dari melanjutkan pendidikan tentang praktik farmasi dan kesehatan masyarakat dievaluasi.

Di negara-negara berkembang dimana apoteker kekurangan pasokan, profesi tersebut bekerja sama dengan pemerintah dapat memantau sejauh mana apoteker di tingkat pusat dan kabupaten menerima tanggung jawab atas pelatihan, pengawasan dan bimbingan petugas kesehatan masyarakat non-apoteker dengan tugas farmasi tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun