Mohon tunggu...
Rury Trisnawati
Rury Trisnawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Masih belajar menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswa Fisip Universitas Nasional Ilmu Komunikasi (Jurnalistik)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

New Normal Berlaku, Kabar Baik atau Kabar Buruk Buat Masyarakat?

19 Juni 2020   16:13 Diperbarui: 19 Juni 2020   16:18 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

New Normal pada akhirnya menjadi kondisi yang harus dihadapi masyarakat agar dapat hidup berdampingan dengan ancaman virus corona ini. Presiden Jokowi menyebut sudah saatnya masyarakat dapat hidup berdampingan dengan covid-19, " Artinya sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan covid-19 untuk beberapa waktu kedepan", kata Presiden Jokowi.

Akibat pandemi ini, masyarakat dunia terpaksa mengambil resiko demi menyambung hidup didalam keadaan yang tidak menentu ini. Dimana pemerintah seakaan membiarkan rakyatnya hidup damai dengan virus. Rakyat tak punya pilihan, rakyat tak punya daya, mau tidak mau mereka harus siap dengan keadaan yang semakin sulit. Hingga alasan pemerintah akan menerapkan New Normal untuk tetap bisa memajukan perekonomian yang terus anjlok semenjak pandemic ini.

Meskipun para tenaga ahli sudah menyampaikan kemungkinan- kemungkinan yang terjadi jika kebijakan itu diberlakukan. Namun, ini tidak menyurutkan niat pemerintah untuk segera merealisasikan kebijakan tersebut. Pemerintah akan segera melonggarkan semua aktivitas sosial serta ekonomi dan bersiap kembali beraktivitas dengan skenario new normal.

Pemerintah semakin terkesan plin-plan dalam mengambil keputusan. Yang sebelumnya penerapan PSBB yang tidak memberikan efek dalam pemutusan menyebaran wabah covid-19, kembali lagi akan diterapkannya new normal. Rupa-rupanya penguasa semakin bingung dalam memilih opsi angkat tangan. Karena melawan wabah ternyata membutuhkan usaha yang tak ringan dan waktu yang berkepanjangan. Sementara kekuasaan yang selama ini, tegak di atas satu kepentingan: Melanggengkan sekularisme dan hegemoni liberalisme kapitalisme global.

Bisa dibayangkan, saat wabah tetap dianggap bencana, maka rakyat harus ada di bawah tanggung jawab mereka. Sementara semua sumber daya sudah nyaris tak ada. Sampai-sampai menteri keuangan pun begitu kebingungan mengatur anggaran negara. Berkali-kali mengambil jalan pintas membebani rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang tak pantas.

Nampak jelas alasan pemerintah terlalu memaksa merilis skenario new normal adalah pertimbangan ekonomi. Atas desakan para pemilik modal sejak diberlakukan PSBB, stay at home mengantarkan ekonomi pada jurang keanjlokan yang nyata. Sehingga dengan pemberlakuan new normal dapat mengembalikan lagi perekonomian yang lesuh akibat pandemi. Sejatinya Indonesia belum siap karena kurva penyebaran belum melandai.

Walau dipaksakan skenario yang ingin dinormalkan kembali adalah kondisi ekonomi para pengusaha bukan kondisi kesehatan masyarakat yang tak kunjung meningkatkan sarana prasarana untuk menangani wabah, ataupun melakukan riset untuk membuat vaksin. Maka tak heran, jika bagi para penguasa, berdamai dengan corona menjadi pilihan terbaik di tengah rasa putus asa atas ketidakmampuan memberi jalan keluar. Dalihnya, wabah corona adalah wabah tak biasa. Dia merebak sejalan dengan pergerakan manusia. Maka apa boleh buat, kita harus berdamai, bahkan bersahabat dengan corona.

Sangat disayangkan sekali jika kebijakan sebuah negara diambil hanya mengikuti tren dunia saja, tidak memiliki standar yang jelas dan benar. Dapat dikatakan Indonesia adalah negara yang tidak independen, negeri pengekor minim visi dan misi. Nampak dari kebijakan-kebijakannya yang cenderung mengikuti arahan dunia internasional, termasuk dalam menangani pandemi Covid-19. Tidak memiliki peta jalan bagi solusi Indonesia apalagi dunia.

Inilah jalan sistem Kapitalis demokratis yang terus mementingkan keuntungan, yang hanya berpikir cara membangkitkan ekonomi namun tidak memikirkan bahaya yang mengancam manusia. Pemerintah hanyalah alat menjamin kepentingan kaum kapitalis, dan nyawa manusia tak lebih berarti. Berbeda dalam Sistem Islam, Khilafah adalah negara yang independen, tidak tergantung pada asing.

Hal ini karena khilafah mengamalkan perintah Allah SWT yang melarang memberikan jalan apa pun bagi orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman. Adapun konsep utama roadmap penanganan wabah menurut Islam. Bahwa menjaga satu nyawa itu begitu berharga. Jangan menunda atau bahkan menunggu hingga angka sekian dan sekian. Khilafah menangani pandemi berdasarkan ajaran Rasulullah saw. Khilafah menerapkan karantina wilayah (lockdown) bagi kawasan zona merah. Melakukan proses isolasi serta pengobatan dan perawatan terbaik bagi yang sakit, sampai mereka sembuh. Serta menjamin warga yang sehat agar tetap sehat dan jangan sampai tertular wabah.

Jadi apa pun caranya, aturan Islam melalui sistem Khilafah akan berupaya sekuat mungkin agar angka korban tak bertambah. Karena bagi Khilafah, satu saja sumber daya manusia yang menjadi warganya, adalah aset yang harus dipertanggungjawabkan pengurusannya oleh penguasa di hadapan Allah SWT di akhirat kelak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun