Mohon tunggu...
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri)
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri) Mohon Tunggu... Guru SD, Penulis buku

Hidup bermanfaat lebih beruntung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keramatnya Bumi Tunggon di Dusun Trembul Kabupaten Tuban Jawa Timur

26 Agustus 2023   08:12 Diperbarui: 26 Agustus 2023   08:16 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makam Mbah Buyut Sumo dan Nyi Raminah.Dokpri

Latar Belakang

Mulyorejo adalah desa tempat tinggal saya. Saya sendiri bukan asli penduduk sini. Saya berasal dari Kota Reog Ponorogo. Namun, karena mengikuti tugas suami, mencari suket ijo kata orang Jawa. akhirnya saya terdampar di Desa Mulyorejo Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban.  

Perkembangan desa ini sungguh luar biasa, pertama kali masuk di desa ini sejak tahun 1996, kurang lebih 27 tahun saya berada di kampung ini. Saat pertama kali datang kampung ini dalam keadaan gelap karena belum ada listrik.

Masyarakat mengandalkan lampu diesel yang dikelola masyarakat setempat. Waktunya hanya pada malam hari, mulai pukul 18.00-23.00 WIB. Selebihnya gelap lagi. Saya ingat yang memiliki TV baru satu orang sehingga setiap malam orang berduyun-duyun menonton TV layaknya layar tancap. Maklum tak ada hiburan selain itu. 

Selain itu masyarakatnya pun belum begitu maju terbukti belum ada yang punya jamban sendiri. Hampir seluruh masyarakat yang ingin buang air besar pergi ke sungai.

Seiring dengan perkembangan zaman, listrik mulai masuk desa sehingga penerangan lebih mudah. Sudah ada beberapa rumah yang memiliki TV. Di samping itu masyarakat mulai sadar akan pentingnya jamban, Ada beberapa penduduk yang membuat jamban, termasuk saya yang memulainya terlebih dahulu.

Dengan perkembangan zaman yang semakin pesat,  Desa Mulyorejo sudah maju seperti desa-desa lain di kota Tuban.

Menurutku, Desa Mulyorejo sangat strategis, penduduknya sebagian besar petani. Desa ini terletak kira-kira 45 Km dari kota Tuban dan 25 KM dari Kota Bojonegoro. Sehingga walalupun berada di wilayah Tuban namun kebanyakan penduduknya banyak yang melakukan transaksi jual beli di Kabupaten Bojonegoro, selain lebih dekat juga lebih terjangkau.

Desa Mulyorejo terdapat dua Dusun yaitu, Dusun Pandean dan Dusun Trembul. Saya sendiri berada di wilayah Pandean. Di Dusun Trembul ada sebuah tempat yang diuri-uri masyarakat setempat.

Saya sendiri tidak begitu paham tentang adat istiadat Dusun Trembul, namun dengan berjalannya waktu, saya mulai mengenal kebiasaan penduduk sini. Salah satunya setiap tahunnya selalu melakukan upacara sedekah bumi di bumi Tunggon.

Tunggon berada di lokasi Trembul tepatnya di RT 5 RW 1. Saya baru dua kali datang di tempat ini, pertama saat ada lomba ‘Aku Hatinya PKK’ yang dipusatkan di Tunggon, dan yang kedua saat mengambil gambar untuk keperluan penulisan ini.

Menarik sekali untuk kita tulis sebagai warisan budaya leluhur yang perlu kita lestarikan karena mengandung banyak cerita dan hikmah yang bisa kita petik dari cerita ini.

 

Mbah Modin Marwan juru kunci Bumi Tunggon. Dokpri
Mbah Modin Marwan juru kunci Bumi Tunggon. Dokpri

Sejarah Bumi Tunggon

Menurut Pak Modin Marwan, sebagai juru kunci Tunggon, beliau mengatakan bahwa dahulu di sini ada pelarian prajurit dari Kabupaten Blora, yang bersembunyi di sini. Prajurit tadi membawa seorang wanita cantik, kekasih hatinya.

Saat itu masih berbentuk hutan akhirnya keduanya babat alas sebagai tempat tinggal. Pada suatu hari, saat keduanya petan(mencari kutu di rambut) tiba-tiba perut si wanita cantik tadi bergerak-gerak. Prajurit yang Bernama Sumo tadi curiga, bahwa kekasih hatinya berselingkuh dan hamil dengan orang lain.

Namun anggapan itu ditolak mentah-mentah oleh si wanita. Bahkan selama ia tinggalkan saat peperangan dia tidak pernah berhubungan dengan siapapun. Namun prajurit Sumo tetap curiga dan cemburu, karena di lihatnya sendiri bahwa perut wanita itu bergerak-gerak, seperti gerakan bayi yang ada di kandungan sang Ibu.

Merasa tidak pernah melakukan apapun, maka si wanita tersebut bersumpah dan dipersilahkan membelah perutnya untuk mengetahui kebenarannya.

Setelah adu mulut keduanya menyepakati, bahwa wanita itu siap dibelah perutnya atau dibunuh untuk membuktikan kejujurannya. Sedang si Sumo dengan rasa cemburu dia melakukan apa yang diminta oleh kekasihnya.

Namun apa yang terjadi, saat perutnya dibelah oleh prajurit Sumo, ternyata tak ada bayi dalam perutnya. Namun hanya ada walang yang bersarang di kemben( pakaian wanita tempo dulu). Dan kabur dari tubuh sang wanita.

Nasi telah menjadi bubur, Si Sumo menyesal telah membunuh kekasihnya,  ternyata apa yang di sangkakan tidak benar. Si wanita kekasih hatinya tidak mengandung bayi, namun yang kelihatannya bergerak-gerak dari perutnya hanyalah belalang di balik kemben.

Merasa menyesal telah diliputi api cemburu dan untuk menebus kesalahannya maka prajurit Sumo  bunuh diri. Akhirnya keduanya dimakamkan di makam Tunggon yang sampai hari ini masih dianggap keramat oleh penduduk setempat.

Tampak dari dalam makam Mbah Sumo.Dkpri
Tampak dari dalam makam Mbah Sumo.Dkpri

 Bumi Tunggon menjadi keramat

Tahun berganti tahun, Setelah peristiwa itu, mulai ada penduduk yang datang dan menghuni di tempat itu. Dasi Namanya. Dasi dan beberapa penghuni lainnya mulai bercocok tanam ketela pohon dan jagung. Setelah beberapa tahun menghuni daerah itu para penduduk menemukan makam yang bertuliskan Soma dan Raminah (diyakini kekasih Mbah Sumo).

Setelah menemukan makam, para penduduk sepakat untuk menziarahi di Hari Senin kliwon.  Mereka merasakan sejak melakukan ziarah dan memberikan jajanan pasar dan ubo rampe di makam  Mbah Sumo hasil panen mereka melimpah ruah, mereka meyakini Mbah Sumo mempunyai keramat.

Sebagai tanda Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya setiap Hari Senin kliwon penduduk sekitar selalu memberikan sesaji pada pemakaman Mbah Sumo. Bahkan akhir-akhir ini Bumi Tunggon menjadi terkenal. Cerita dari mulut ke mulut bahwa orang yang sering berziarah ke Bumi Tunggon hidupnya akan bertambah sukses dan kaya. Entah itu mitos ataukah hanya cerita belaka.

Cerita ini mengingatkan saya saat saya berada di desa ini untuk pertama kalinya, ada tamu yang datang kepada saya dan mengatakan : “Bu, jenengan yen pengin sugih, pengin sukses, jenengan tindak ke Mbah Tunggon, banyak yang jodo”, ucap tamu tersebut kepada saya.

“La syarate nopo Mbah”, tanyaku

“Jenengan yen Senin Kliwon mbeto tumpeng teng makam, la lek pas manganan, yen mbeleh sapi malah sae, malah luwih cepet lek sugih”, ujarnya padaku.

Saya hanya tersenyum dan mengiyakan tamu yang datang tadi, saya sendiri belum tahu siapa sejatinya orang tersebut. Hingga saat ini sayapun belum mengingatnya siapa sebenarnya tamu yang datang.

Begitulah cerita yang beredar di masyarakat kampung Trembul, namun dengan berjalannya waktu manganan di Dusun Trembul menjadi perayaan yang diikuti oleh seluruh penduduk bahkan pamong dan perangkat desanya. Sudah diinventarisir sedemikian rupa dan dibentuk panitia manganan. Sehingga pelaksanaannya lebih meriah dan transparan.

Hingga saat ini setiap tahunnya selalu dirayakan dengan sedekah bumi yang diikuti oleh seluruh penduduk Desa Mulyorejo. Tepatnya di Dusun Trembul. Mereka berduyun-duyun memberikan sumbangsihnya berupa jajanan, tumpeng, kambing, atau bahkan sapi yang sudah diolah untuk kemudian dikenduri bersam-sama.

                           

Dokumen pribadi. Pekarangan Bumi Tunggon yang asri
Dokumen pribadi. Pekarangan Bumi Tunggon yang asri
Berbagai cerita di Bumi Tunggon. 

Menurut penduduk setempat makam prajurit Sumo dan kekasihnya(Nyi Raminah) menjadi keramat. Hal ini terbukti banyaknya warga desa setempat yang meyakini kehidupannya menjadi bertambah sejahtera.

Banyak dari peziarah yang berasal dari luar kecamatan bahkan luar kabupaten seperti Gresik dan lamongan. Menurut Mbah Modin, sang juru kunci, banyak yang datang mula-mula ingin meminta sesuatu pada Mbah Buyut Sumo, namun dengan tegas Mbah Modin menyampaikan bahwa :

“Anda salah jika meminta kepada orang yang sudah meninggal, malah justru kitalah yang harus mendoakan”, itu seringkali terjadi. Namun, tidak jarang yang ke sini memenuhi nadzarnya.

Entahlah apa yang mereka minta saat datang di Tunggon, nyatanya setiap hari Senin Kliwon pasti ada yang datang 7-8 orang dengan membawa tumpeng dalam rangka memenuhi nadzarnya.

Biasanya Tunggon akan rame jika mendekati pemilu, pilkades, atau tes perangkat desa. Banyak para calon anggota legislatif, juga mereka yang akan mendaftar sebagai perangkat desa. Jika mereka berhasil maka bisa dipastikan akan selalu datang saat Senin kliwon lengkap dengan tumpengnya.

“Malah kemarin ada yang lucu, Bu,”Kenang Mbah Modin.

“Memang ada apa Mbah”, tanyaku penasaran

“Ada sepasang suami istri yang selingkuh dan minta sumpah di depan makam, akhirnya saya suruh pergi, saya hawatir jika terjadi sesuatu, saya yang disalahkan”.

Begitulah cerita Mbah Modin yang secara gamblang memberikan keterangan tentang keramatnya Bumi Tunggon di Dusun Trembul.

Asal usul Desa Trembul 

Setelah ditemukan makam mbah Sumo juga Mbah Raminah yang berada di tengah hutan belantara, kemudian di generasi berikutnya ada seseorang yang babat alas dan menghuni perkampungan ini. Namanya Diso. Diso inilah yang pertama kali menemukan makam mbah Sumo.

Setelahnya berdatangan beberapa orang hingga menjadi sebuah perkampungan yang berada di tengah alas. Penduduk setempat meyakini kehidupannya menjadi tambah tentrem walaupun berada di bawah gerumbul.

Diso yang saat itu diangkat sebagai Lumicok (sekarang kepala desa) memproklamirkan perkampungan di bawahnya dengan menamainya Trembul yang berasal dari kata tentrem dari gerumbul. Artinya walaupun hidupnya di bawah gerumbul namun hatinya makin tentrem. Sehingga dinaminya Dusun Trembul.

Macam-macam manganan

Masih menurut Mbah Modin sang juru kunci Bumi Tunggon, beliau mengatakan bahwa manganan itu ada tiga jenis yaitu Sedekah bumi, Sedekah bentolo dan sedekah siti.

Sedekah bumi yaitu bentuk manganan atau kegiatan masyarakat yang membawa tumpeng, panggang atau jajanan pasar dan srabi yang diperuntukkan untuk mensyukuri hasil panen. Bisa juga untuk orang yang sudah meninggal atau pasarehan.

Sedekah bentolo yaitu kegiatan manganan masyarakat yang diperuntukkan untuk jaran raya, rel kereta api supaya dijaga keselamatan dalam perjalanan. Sedang sedekah siti adalah manganan yang diperuntukkan untuk tegal, pekarangan juga hasil panen.

Semua kegiatan manganan tersebut utamanya sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas nikmat dan keberkahan yang selama ini telah diberikan juga supaya diberikan kesehatan dan keselamatan dalam menjalani hidup ini.

Bapak dan ibu, setiap tempat tentu mempunyai nama dan sejarah tersendiri, tak terkecuali dengan Dusun Trembul lengkap dengan budaya dan kearifan lokal yang dimilikinya. Sejarah dan cerita yang melegenda tentu menambah wawasan kita sebagai masyarakat yang mencintai budaya.

Apapun bentuk dan kegiatan budaya yang ada di tengah masyarakat hendaknya dihormati dan dilestarikan, jikapun masih ada hal-hal yang menyimpang dari ajaran yang diyakini, dengan berjalannya waktu akan ada masa untuk memberikan pencerahan.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun