Mohon tunggu...
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri)
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri) Mohon Tunggu... Guru - Guru SD, Penulis buku

Hidup bermanfaat lebih beruntung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bagaimana Cara Guru Menyikapi Kurikulum 2022?

31 Desember 2021   10:20 Diperbarui: 31 Desember 2021   17:57 1198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya masih ingat ketika pertama kali menggunakan kurikulum KTSP (2006/2007), tak ada keluhan apapun terkait kurikulum itu, hingga lahirnya Kurikulm 13 diberlakukan tahun 2013/2014.

Kurikulum itu pertama kali diimplementasikan secara terbatas pada sekolah yakni di kelas 1 dan kelas 4 di SD. Setelah tahun berikutnya kelas 2 dan kelas 5, selanjutnya kelas 3 dan kelas 5. Selama itu pula guru-guru secara berjenjang mendapatkan pendidikan dan pelatihan secara intensif .

Sampai saat ini pun saya masih thunak-thunuk dengan Kurikulum-13, bukan tidak bisa menyampaikan pembelajarannya, namun ada yang berbeda dari KTSP, misalnya kurikulum ini mengharuskan untuk mengaitkan tema atau membelender muatan pelajaran seperti Bahasa Indonesia, IPA, IPS, dan PKn, juga SBdP menjadikan satu tema yang terkait.

Kurikulum-13 mengusung tema, di mana dalam tema tersebut akan muncul banyak kompetensi dasar yang harus dijabarkan dalam indikator-indikator. Saya menyebutnya mengajar tanpa identitas pelajaran, karena hanya satu tema yang terdiri dari beberapa pelajaran, namun ketika dirapor akan muncul semua muatan pelajaran, seperti IPA, PKn, IPS, dan seterusnya.

Menjadi ironis ketika mengajar tanpa menyebutkan mata pelajaran apa, namun hasil evaluasinya dirapor muncul muatan pelajaran IPA, IPS dan yang lainnya. Sayangnya anak-anak tidak pernah tahu materi IPS itu yang seperti apa, pembahasan IPA itu yang mana, mereka hanya tahu tema apa sekarang.

Masalah K-13 bagiku masih mengganjal dan belum terselesaikan, namun sudah ada kebijakan kurikulum baru. Pertanyaannya, seperti yang disampaikan kompasianer Bapak Suparto JW "akan dibawa ke mana Indonesia ini?"


Ganti menteri ganti kurikulum, adalah pernyataan klise yang tak asing di telinga. Kami para guru yang ada di lapangan adalah orang-orang yang menjalankan kebijakan. Keluhan demi keluhan tersimpan yang tak pernah terurai, karena kami adalah wong cilik yang hanya bisa menjalankan kebijakan walaupun terasa kurang pas di hati.

Dalam tulisan ini penulis hanya ingin menyampaikan dengan kalimat sederhana, "Laiyo, wong K-13 wae rung iso tenanan, kok wis ganti kurikulum maneh",

Mengantisipasi hal tersebut di atas saya melakukan hal-hal sebagai berikut:

Pertama, guru harus selalu belajar, long live education

Belajar sepanjang hayat, artinya sebagai guru harus tetap belajar dalam memahami produk kurikulum yang akan dicanangkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun