Mohon tunggu...
Rumah Belajar Persada
Rumah Belajar Persada Mohon Tunggu... -

Pokoknya dimana saja,kapan saja, dan bersama siapa saja; belajar itu sebaiknya jalan terus.... We Can Do It !\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Eksotika dan Ajaibnya Sungai di Kampung Naga

29 September 2013   08:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:14 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah sukses mengatasi keengganan, sedikit takut, dan aneka emosi negatif lain; akhirnya para homeschoolers HSKS Jatibening pun tiba di Kampung Naga (*). Usai pengarahan singkat di lapang desa, mereka pun bergerak secara beregu dipandu tuan/nyonya rumah masing-masing menuju pondok-pondok yang telah disiapkan sebagai tempat bermalam. Ada 110  rumah penduduk di Kampung Naga dengan desain arsitektur yang relatif seragam, termasuk bahan bangunannya yang didominasi kayu dan bambu dengan  atap ijuk berlapis daun tiwus. Luas pondok rata-rata 30 meter persegi,”Sesuai dengan warisan para leluhur, luasnya tak boleh diubah.”Papar Pak Ijad, pemandu rombongan.

Lantas bagaimana jika jumlah anggota keluarga bertambah karena pastilah masih akan banyak bayi yang lahir di kampung adat yang terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Selawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat ini ? Musyawarah keluargalah yang nantinya akan menetapkan siapa yang harus pindah dan membangun tempat tinggal di luar kawasan Kampung Naga,”Warga yang tinggal di luar itu diistilahkan Sanaga “ Tutur Pak Ijad.

Kesederhanaan yang terpancar dari penampilan penduduk dan suasana perkampungan ternyata sukses meredam kemeriahan para homeschoolers. Mereka melangkah tenang menapaki jalanan tanah yang di kanan-kiri sisinya dipadatkan dengan batu-batuan sungai berbentuk bulat dalam ukuran bervariasi. Ayam-ayam berkeliaran di kolong-kolong bangunan semi rumah panggung. Menjelang sore itu, beberapa warga duduk-duduk di semacam teras kecil yang terbuat dari bangku kayu/bambu panjang di depan pondok-pondok mereka. Suasana sejuk dihantar oleh keberadaan aneka jenis pepohonan dan vegetasi yang tumbuh subur di lingkungan itu. Para homeschoolers melintasi lorong-lorong penghubung antar kumpulan pondok yang terlihat nyaris seragam ukurannya. Posisi pondok berhadap-hadapan satu sama lain dengan interval seukuran kira-kira dua meteran. Sangat dekat mencerminkan tingginya tingkat perhatian antar mereka ...

[caption id="attachment_269164" align="aligncenter" width="516" caption="kesejukan senja dan damainya kebersahajaan....(dok WS)"]

1380415964309039248
1380415964309039248
[/caption]

Saat memasuki ruang depan pondok yang tak seberapa luas, mereka mendapati teko-teko berisi air putih dan teh panas telah tersedia di atas karpet menemani setoples besar camilanrenyah gurih rangginang serta kue manis wajit. Kedua penganan tradisional itu berbahan dasar beras ketan. Belakangan ada  cewek manis homeschooler yang bilang kalau dia baru pertama kali mencicip makanan itu seumur hidupnya dan....yesss, dia nyaris tak bisa berhenti mengunyah. Maknyusnya nyampe ke hati, booo...

Begitulah tanpa banyak protes, mereka meletakkan ransel-ransel, dan mengamati sekeliling dengan lebih seksama. Ada yang nangkring di depan pondok sambil mulai ngerumpi, ada yang memutuskan untuk ngopi-ngopi saja, ada pula yang mulai menjelajah. Para kakak guru takjub mendapati betapa tenang dan kalemnya anak-anak didik mereka berinteraksi. Padahal biasanya,kan, tahu sendiri ....heboh is their middle name !

Jika di perkotaan sedang mewabah trend interior rumah minimalis, maka pondok warga Kampung Naga bisa dibilang contoh aslinya. Gaya hidup lesehan , tak ada mebel yang menyesaki rumah, semua peralatan dibuat lebih berdasarkan fungsi pokoknya, dan keindahannya justru memancar dari anyaman, belitan tali-tali bambu, penyusunan bilah-bilah kayu yang mengesankan rasa percaya diri yang sangat kuat. By the way, jangan bermimpi tentang kamar mandi atau toilet mewah di dalam rumah,ya? Urusan ‘panggilan alam’ ini harus dipenuhi dengan melangkah beberapa ratus meter ke area peruntukan terpadu yang memang dikhususkan untuk jamban-jamban umum plus tempat penumpukan kayu bakar dan kandang ternak. Sedikit spooky juga, khususnya buat para cewek, karena dinding-dinding jamban ini terbuat dari anyaman bambu bilik yang tak 100 persen rapat plus ada juga jamban dengan atap terbuka ...pokoknya rawan intip,deh! Begitulah jadinya mereka pasti menyeret teman untuk difungsikan jadi bodyguard saat mereka mandi atau buang hajat. Ah, persahabatan memang bagai kepompong dan kandang-kandang kambing yang terletak di area yang sama juga meriah dengan sambutan para penghuninya. Mbeeeeek....

[caption id="attachment_269169" align="aligncenter" width="516" caption="Jamban,kayu bakar, dan ....mbekkkkkk (dok WS)"]

1380416414972829333
1380416414972829333
[/caption]

“Kalau ada kasus intip mengintip begitu biasanya sih pelakunya para pengunjung.” Ujar Pak Ijad. Maka Kampung Naga kini memastikan tidak ada dua sekolah/organisasi berbeda yang menginap dalam waktu bersamaan untuk mencegah saling tuding yang buntutnya bisa memicu tawuran.

Acara pertama para homeschoolers di pondok-pondok mereka adalah menikmati santap siang jelang sore yang menunya rata-rata terdiri atas sebakul nasi panas, sambal lalap plus tahu-tempe-ayam goreng dengan krupuk aci sebagai peramai suasana. Saat memantau berkeliling ke-10 rumah tempat mereka menginap, terlihat jelas betapa mereka menikmati kesempatan makan bersama teman-teman tercinta dalam suasana yang Kampung Naga banget itu. Terbukti hidangan kampung ternyata tak kalah berkelas dengan sajian resto bintang tujuh untuk urusan kelezatannya. Kedamaian menyebar ke segenap penjuru seiring perut kenyang, hatipun senang itu....

[caption id="attachment_269192" align="aligncenter" width="504" caption="Selamat makan, silahkan sekenyangnya...(dok WS)"]

13804193742147130400
13804193742147130400
[/caption] Lalu Kak Mirda membisikkan sesuatu, maka langkahpun diayun ke arah sisi kampung tempat terkumpulnya jamban dan kandang kambing. Teriakan-teriakan riang terdengar menyelangi suara aliran air Sungai Ciwulan yang memisahkan area pemukiman dengan Hutan Larangan, sebuah tempat yang terlarang keras untuk dijejaki oleh manusia baik para pendatang maupun warga setempat. Lantas apa yang membuat para homeschoolers itu memekik-mekik,yaa...?

Sekelompok remaja nampak asyik bercengkrama nun jauh di sungai sana. Bercanda lepas sambil menceburkan diri mengikuti aliran air, saling siram, atau duduk di bebatuan alam yang teronggok menyembul di sepanjang permukaan sungai. Basah kuyup namun riang gembira dan tetap narsis kamera...well, the real homeschoolers strike back, saudara-saudara! Segala macam horor yang sempat menggelayuti pikiran mereka sesaat sebelum keberangkatan dan awal memasuki Kampung Naga sepertinya sudah larut terserap jernih-sejuknya Sungai Ciwulan. Ajaib sekali, kan?Mereka bahkan sudah kembali mencandai Kak Faris yang memang penampilannya nyaris sama dan sebangun dengan anak-anak didiknya itu. Dia baru saja mandi dan para homeschoolers tanpa ampun menyiraminya dengan air sungai.

[caption id="attachment_269194" align="aligncenter" width="504" caption="Semua gembira, termasuk The Locker Man.... (dok WS)"]

13804196822136776908
13804196822136776908
[/caption] Tapi apa betul hororisme itu sudah benar-benar lenyap,ya? Malam,kan, masih menanti...(bersambung) (*) http://sosbud.kompasiana.com/2013/09/24/kampung-naga-vs-imajinasi-horor-para-homeschoolers-594694.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun