Mohon tunggu...
Rullysyah
Rullysyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Belajar dan Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Antara Soekarno dan Petugas Partainya Megawati

11 April 2015   14:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:15 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya suka istilah yang dipakai Kompasianer Fahri Hidayat dalam artikelnya yaitu : Terpilihnya Jokowi menjadi Presiden adalah Kecelakaan Sejarah buat PDIP. PDIP tidak pernah sama sekali merencanakan seorang kader partainya diluar Trah Soekarno untuk menjadi Presiden.

Dampaknya kemudian yang terjadi saat ini Pemerintahan Jokowi menjadi tidak efektif. Jokowi tersandera dengan kekuatan politik yang mendukungnya, terutama dari PDIP dan Megawati. Tidak ada keleluasaan Jokowi untuk melakukan kebijakan yang pro rakyat. sebagian besar Kebijakan Jokowi merupakan aspirasi dari PDIP dan Megawati.

Kompasianer Fahri Hidayat juga menulis keprihatinannya dimana Jokowi diundang oleh PDIP untuk menghadiri Kongres PDIP di Bali dalam kapasitas Jokowi sebagai Kader Partai dan bukan sebagai Presiden. Bahkan dalam sambutan pembukaan Kongres, Megawati tidak menyebut Jokowi sebagai Presiden. Menurut Fahri hal tersebut adalah Tekanan Psikologis (Peringatan) dari Megawati agar Jokowi selalu ingat bahwa dirinya menjadi Presiden adalah karena PDIP dan Megawati.

Saya separuh setuju dengan hal itu. Saya kurang setuju pendapat bahwa Jokowi diundang sebagai kader partai harus disalahkan. Justru bila Jokowi diundang sebagai Presiden dan kemudian datang malah akan menjadi hal yang dipermasalahkan.Tidak ada kewajiban bagi Presiden untuk datang ke acara Kongres ataupun Munas sebuah Partai politik manapun.

Tapi saya setuju pendapat Fahri karena saya memang berpikir bahwa dalam beberapa kesempatan Megawati sepertinya selalu mengingatkan Jokowi agar bersikap seperti layaknya seorang Petugas Partai. Megawati masih Nampak tidak iklas kalau Negara ini dipimpin oleh Jokowi sepenuhnya.

Soekarno dan Partai Politik

Dari Fakta sejarahIndonesia yang ada sampai dengan saat ini belum pernah ada bukti bahwa Presiden RI Pertama berhubungan dekat dengan salah satu Partai yang ada. Soekarno dilantik menjadi Presiden bukan dengan dukungan salah satu partaipun.

Dalam perjalanan pemerintahannya periode 1945-1959 Soekarno malah “Kurang Menyukai” Partai-partai Politik yang ada. Ketika pada Pemilu pertama tahun 1955 dimana hasilnya adalah beberapa partai menempatkan anggotanya di Badan Konstituante (DPR Sementara), akhirnya yang terjadi perang opini tanpa henti. Para Legisltatif berperang tanpa ada yang mau mengalah sehingga Presiden Soekarno akhirnya mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan DPR saat itu.

Sistim Pemerintahan Presidensial memang membuat Presiden Soekarno punya kekuatan Politik untuk membubarkan DPR yang saat itu berebut kue kekuasaan. Di sisi lain juga mungkin Soekarno merasa wewenang penentuan kebijakan sebagai Presiden direcoki oleh Badan Konstituante.

Tapi akhirnya juga Soekarno kurang konsisten dengan sikapnya terhadap partai karena pada masa-masa terakhir Pemerintahannya sebelum Pecah Kudeta G30S-PKI Soekarno diketahui dekat dengan Partai Komunis Indonesia.

Kita tidak membahas soal Soekarno dan PKI tetapi kita membahas kira-kira Apa Kata Soekarno tentang Esesnsi Petugas Partai yang digaung-gaungkan Megawati. Dan menurut saya bila Presiden Soekarno masih hidup dan ditanya apakah pantas seorang Presiden adalah Petugas Partai berdasarkan fakta sejarah yang ada maka tentu jawaban Soekarno adalah tidak.

Jadi eksistensi Petugas Partai dalam sistim Presidensial adalah Logika yang tidak akan bisa diterima oleh Presiden Soekarno. Ini berbeda dengan Putri Pertamanya Megawati.

Istilah Petugas Partai Sebaiknya Ditiadakan Lagi

Demokrasi kita bersistim Presidentil. Presiden dipilih oleh Rakyat itu adalah Ketentuan Mutlaknya.Memang untuk menjadi Calon Presiden yang bisa menjadi konstestan Pilpres ada persyaratan bahwa sang calon harus didukung oleh minimal 20% suara Partai/ Koalisi Partai. Hal inilah yang membuat Presiden Terpilih memiliki ikatan yang kuat dengan partai pendukungnya sewaktu mengikuti Pemilu Pemilihan Presiden.

Tetapi setelah seseorang Terpilih menjadi Presiden maka dirinya sudah tidak lagi menjadi kader partai pengusungnya maupun kader dari Koalisi Partai Pengusung. Presiden adalah Jabatan Publik. Presiden Indonesia adalah Milik Rakyat Indonesia yang diikat oleh Sumpah Jabatannya untuk mengedepankan kepentingan Rakyat Indonesia.

Setelah menjadi Presiden, maka yang bersangkutan sudah tidak boleh/ sudah dilarang untuk memperjuangkan kepentingan Partainya kecuali aspirasi partai/koalisi partai nya memang satu suara dengan aspirasi mayoritas masyarakat. Dan apabila aspirasi partai/koalisi partai pendukung berlawanan dengan aspirasi mayoritas rakyat maka Presiden harus mengedapankan aspirasi mayoritas rakyat. Ini mutlak karena mayoritas rakyatlah yang mengangkat seseorang untuk menjadi Presiden.

Bila kita berbicara Hirarki Pemerintahan sistim Presidensial tentu pada Puncak Piramida level yang ada adalah Presiden. Bagaimana mungkin diatas Presiden ada lembaga lain ? Jangankan sebuah partai atau koalisi partai, lembaga tinggi DPR pun dalam sistim presidential sama sekali tidak bisa mempengaruhi Presiden kecuali yang berkaitan dengan Legislasi, Supervisi dan Budgeting.

Kembali lagi ke Megawati, kalau bisa saya hanya ingin menyarankan kepada bu Megawati bahwa beliau harus ingat bahwa sistim pemerintahan kita adalah Presidensial. Entahlah kalau sistim Parlementer dimana Presiden dipilih oleh Parlemen/ Koalisi Parlemen sehingga mungkin saja terjadi titipan sehingga Presiden adalah Petugas dari Partai Pengusungnya.

Tetapi untuk sistem Presidensial hal yang mutlak berlaku adalah : Tidak boleh ada satu pihakpun yang h mempengaruhi maupun menekan seorang Presiden. Kami semua sudah sangat berterima kasih kepada PDIP dan Megawati yang telah memfasilitasi seorang Jokowi hingga menjadi Presiden saat ini.Tapi hanya sampai disitulah tugas PDIP dan koalisinya. Selanjutnya biarkan Presiden menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaannya dengan mendengarkan aspirasi mayoritas rakyat.

Seandainya itu terjadi maka Masyarakat luas akan semakin menghargai PDIP dan Megawati. Tetapi bila yang terjadi sebaliknya, maka kemungkinan besar PDIP akan semakin dijauhi masyarakat.

Referensi :

http://news.detik.com/read/2015/04/11/123302/2884308/10/pengamat-politik-presiden-sebagai-petugas-partai-itu-logika-yang-ditolak-bung-karno


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun