Mohon tunggu...
Rullysyah
Rullysyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Belajar dan Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apa yang Terjadi Bila PKS Menang dan Berkuasa?

25 Maret 2019   05:38 Diperbarui: 25 Maret 2019   05:47 2924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Judul diatas berarti kita sedang berandai-andai. Kita mengandaikan partai PKS menang dan berkuasa. Apakah itu mungkin?  Tentu saja tidak mungkin karena faktanya PKS tidak punya Capresnya sendiri dan kekuatan PKS memang hanya sekitar 7% suara dari seluruh Indonesia.

Sebenarnya pertanyaan pada judul tersebut mungkin lebih tepat, Apa yang akan terjadi bila Prabowo menang dan berkuasa. Karena bila Prabowo menang sudah pasti PKS akan memiliki sekian menteri di Kabinet Prabowo. Inilah arah pertanyaan sebenarnya.

Mengapa saya tidak memberi judul "Apa yang terjadi bila Prabowo Menang dan Berkuasa"? Karena memang saya belum punya gambaran sama sekali untuk menjawabnya.  Akan sangat komplek analisanya sehingga tidak (belum)  mungkin bagi saya membuat artikelnya. Dasar Argumennya  akan terlalu lemah sehingga akan ngasal jadinya.

Padahal judul artikel : Apa yang terjadi bila Prabowo Menang akan sangat lebih menarik dibanding pertanyaan : Apa yang terjadi bila Jokowi menang lagi.  Kalau Jokowi menang lagi, semuanya bisa dikatakan tidak ada yang akan berubah. Sebaliknya kalau Prabowo menang, bisa jadi akan sangat banyak yang berubah.  Birokrasi berubah dan  Kabinet berubah itu sudah pasti akan membawa banyak perubahan.  Perubahan baik atau perubahan buruk,  tentu kita tidak bisa meramalkannya.

Kita lanjutkan dengan sedikit pembahasan tentang PKS.

Pada rentang waktu tahun 2012 hingga 2014, PKS adalah musuh politik saya. Saya ikut berperang opini dengan Cyber Army PKS.  Puluhan artikel politik saya tulis untuk itu.  Tapi akhirnya saya menyadari  bahwa yang saya lakukan itu sebenarnya tidak penting.

Sejak tahun 2009 hingga tahun 2014, hampir semua artikel yang saya tulis di Kompasiana merupakan artikel-artikel opini yang memihak  pada satu sisi saja. Selalu sangat memihak dalam membuat artikel politik. Tahun 2009 saya sangat memihak pada SBY dan tahun 2012-2014 sangat memihak pada Jokowi.

Akhirnya muliai tahun 2016 barulah saya menyadari bahwa sebenarnya saya tidak perlu seperti itu. Kalau mau menulis artikel politik ya bahas secara politik. Jangan sekali-sekali dengan maksud  untuk menggiring opini pembaca demi aspirasi politik kita. Itu sama saja kita memaksakan kehendak kita pada orang lain. Makanya sejak tahun 2016 hingga sekarang sangat jarang saya menulis artikel politik.

Kembali pada sikap yang  terlalu memihak pada satu tokoh apalagi sangat memihak pada suatu partai. Yang seperti Itu  memang  sangat tidak bermanfaat karena bila nanti mereka yang kita bela berkuasa,  belum tentu mereka mau melakukan apa-apa yang kita harapkan. Belum tentu mereka melakukan janji-janji politik mereka.

Tahun 2009 saya bela SBY mati-matian, tahun 2011 hingga ke belakang saya kecewa dan mengkritik SBY habis-habisan. Tahun 2012-2014 saya bela Jokowi mati-matian, tahun 2015 hingga ke belakang begitu banyak kekecewaan saya terhadap cara Jokowi memimpin bangsa ini.

Apakah saya salah memihak?  Tentu tidak.  Sebenarnya itu bukan salah mereka. Bukan salah SBY, bukan salah Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun