Mohon tunggu...
Rullysyah
Rullysyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Belajar dan Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kubu 01 Vs Kubu 02, Siapa Pandawa Siapa Kurawa?

21 Februari 2019   05:33 Diperbarui: 21 Februari 2019   15:09 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi gambar : indocropcircles.wordpress.com/

Saya cukup terkejut pada hari Valentine kemarin (tanggal 14 Februari) ketika ada berita yang isinya  Wakil Ketua TKN-Jokowi , Jendral Moeldoko menyatakan sudah memulai "Perang Total" dalam Pilpres 2019 ini. Beliau mengatakan  tim nya sudah menentukan Center of Gravity pertempuran Pilpres 2019.

Diksi Perang Total dari Moeldoko ini  tidak nyaman buat hati kecil saya seperti halnya diksi Perang Badar yang disebut  Amien Rais. Sejatinya Pilpres itu Pesta Demokrasi  Terbesar negeri tercinta ini, dan sama sekali bukan Perang Hebat maupun Perang Saudara. 

Jadi narasi yang ideal menurut saya seharusnya kurang lebih seperti: Kami sudah siap memenangkan Jokowi.  Perjuangan akan habis-habisan untuk memenangkan Jokowi , akan  mengerahkan  tim akar rumput untuk mensosialisasikan  visi dan misi Capres dan lain-lain sebagainya.  Kurang lebih yang seperti itu yang lebih terkesan menghadapi Pesta Demokrasi , bukan menghadapi Peperangan Perebutan  Kekuasaan.

Memang benar. Dalam realitanya dibalik gaung megahnya  Pesta Demokrasi sebenarnya,  di belakangnya  ada pihak-pihak yang  memiliki tujuan tertentu maupun ambisi besar  untuk menangguk keuntungan sebesar-besarnya bila jagoannya menang dan berhasil menjadi Presiden .  

Pihak-pihak tersebut antara lain para elit partai , para penyandang dana dan lainnya.  Elit partai tentu menginginkan Kursi Menteri dan jatah Komisaris BUMN/BUMD dan kekuasaan lainnya.  Penyandang Dana tentu menginginkan  Akses besar untuk mendapatkan Proyek-proyek  pemerintah dan akses untuk mendapatkan izin pengelolaan sumber daya alam negeri yang kaya raya ini dan lainya.

Realitanya memang demikian
Semua orang yang sudah matang pemikirannya pasti tahu persis bahwa Pilpres bukan sekedar pesta demokrasi  ataupun  pertarungan antar masing-masing Capres.  Pilpres itu perebutaan kekuasan dari  masing-masing kubu yang berada di belakang Capres yang ada.

Saya akan membahas hal ini di lain artikel dimana ingin sekali saya menjelaskan kepada public yang belum paham bahwa  Pilpres 2019 ini bukanlah pertarungan antara  Jokowi dengan Prabowo.  Pilpres 2019 adalah pertarungan antara mereka yang berada di belakang Jokowi dan mereka yang berada di belakang  Prabowo.  Merekalah yang akan menangguk keuntungan bila jagoan mereka berhasil menjadi Presiden selama 5 tahun.

Kembali lagi ke Diksi Perang Total ataupun Perang Badar, saya menyayangkan saja kalau ada elit dari masing-masing kubu secara terang-terangan mengatakan akan perang di Pilpres 2019. Mereka harus ingat bahwa Sejatinya Pemilu  Presiden adalah Pesta Demokrasi terbesar negeri ini.

Silahkan saja punya niat tertentu di balik Pilpres ini tapi tolong  sebaiknya  tidak ditampilkan ke public karena berdampak  masyarakat akan terprovokasi dengan hal itu.  Kita lihat sendiri di media-media social sudah terjadi perang besar antar pendukung. Dan pada dasarnya mereka  tidak paham dampak kemenangan Jokowi seperti apa terhadap rakyat begitu juga dampak kemenangan Prabowo seperti apa terhadap  rakyat.

Lebih bijak kalau para elit menonjolkan ataupun mensosialisasikan visi-misi dan Program ketimbang mengumumkan perang dan mengumbar strategi perangnya.

Selanjutnya , saya ingin mencoba  menggambarkan sedikit tentang Perang Barata Yudha dalam kisah Mahabarata.

SEBENARNYA ANTARA PANDAWA DAN KURAWA , PIHAK MANA YANG BENAR?

Hampir semua orang Indonesia sudah mendengar, sudah membaca dan sudah pernah menonton film-film tentang kisah legenda Maha Barata dengan Perang Barata Yudhanya yang hebat.

Tentu saja bagi masyarakat yang sudah berpikiran matang , dalam kisah legenda Mahabarata itu yang menjadi pertanyaan besarnya bukan Siapa yang Menang dan Siapa yang Kalah. Pandawa memang Menang tapi sebenarnya Pihak mana sih yang Benar?.

Benarkah Pihak yang Benar adalah Pandawa sementara Pihak yang Salah adalah Kurawa?

Berbelok sedikit dari Kisah Mahabarata.  Tentu kebanyakan dari kita pernah menonton film Rambo yang dibintangi Sylverster Stallone. Ada Rambo 1 hingga Rambo 4 kalau tidak salah.

Film itu tentang Perang Vietnam. Dan dalam Film Rambo itu yang menang Amerika. Yang hebat Amerika. Tetapi faktanya  dalam Perang Vietnam setahu saya Amerika mengalami Kekalahan Total.  Dan saya lebih percaya hal tersebut daripada percaya film Rambo.

Begitu juga dengan film Pemberontakan G30S/PKI.  Saya bicara tentang filmnya saja. Tidak berbicara tentang fakta sejarah soal PKI.

Sampai saat ini saya belum yakin bahwa film itu sudah menggambarkan semua peristiwa yang terjadi di bulan September-Oktober tahun 1965.  Alasannya karena film itu dibuat pada zaman Soeharto berkuasa. Itu saja alasannya.

Dan kembali ke Kisah Mahabarata, Kisah-kisah yang sudah kita tonton dan baca ceritanya kebanyakan adalah versi yang dibuat pada zaman Pandawa berkuasa.

Kenapa tidak ada versi lainnya? Karena setelah Perang Baratha Yudha pihak Kurawa sudah dihabiskan sampai ke akar-akarnya.  Itulah versi lain yang saya baca dari beberapa artikel. Dan dibawah ini saya gambarkan sinopsisnya.  Mari kita cermati sedikit kisahnya.

PEWARIS TAHTA YANG SAH SEBENARNYA ADALAH KURAWA
Kerajaan Hastinapura pada awalnya diperintah oleh Prabu Bharata atau Raja Sentanu.  Raja Sentanu memiliki 2 anak lelaki yaitu yang sulung bernama Destarata dan adiknya Pandu.

Putra Sulung Prabu Destarata sebagai Pewaris Tahta punya kekurangan fisik yaitu Buta matanya.  Meskipun demikian Destarata punya beberapa istri  sehingga memiliki belasan orang anak.  Dalam Kisah Mahabaratha versi  Resi Viyasa ataupun versi popular disebut Destarata punya 100 anak.  Banyak sekali ya? :D Tapi mungkin itulah kisah versi Pandawa untuk mendiskreditkan pihak Kurawa.

Karena punya kekurangan tersebut akhirnya Tahta diberikan kepada Raja Pandu. Pandu memiliki 5 Anak yaitu Yudhistira, Bima, Arjuna dan si kembar Nakula-Sadewa.  Dan dalam kisah versi popular  5 Pangeran  yang disebut Pandawa ini dikisahkan  baik-baik sifatnya dan sakti-sakti mandraguna.

Dalam versi lainnya yang tidak populer, disebut sebenarnya Yudhistira itu Pangeran yang lelet tindak-tanduknya.  Bima sendiri adalah si Raja pesta dan raja Makan.  Arjuna sendiri merupakan Playboy Cap Kampak punya belasan istri dimana-mana. Dan seterusnya.

Bahkan ibu Pandawa Dewi Kunti yang diperistri Raja Pandu adalah Wanita Nakal. Sudah punya anak tanpa menikah sebelum diperistri Raja Pandu. Anaknya adalah Karna.  Dewi Kunti disebut sebagai anak Raja Matahari (Dewa Surya) sehingga punya anak-anak yang sakti-sakti.  Yang tersakti sebenarnya Karna dan Arjuna.

Dalam kisah versi lain, pada saat keturunan Pandu berkuasa (Yudhistira dan adik-adiknya)  tetapi  tidak benar dalam menjalankan pemerintahan kerajaan akhirnya Kurawa sebagai keturunan Destarata (Pihak yang sah) mengambil alih kerajaan. Langkah ini direstui oleh kakek mereka yaitu Kakek Bhisma.  Dibuanglah Pandawa ke daerah terpencil atas perintah Bhisma.

Kemudian Pandawa berkeliling penjuru negeri dan menghimpun kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Hastinapura dan mengajak mereka bersama-sama untuk  merebut kekuasaan Kurawa. Perang besar mereka terjadi di Padang Kuruseta yang dikenal sebagai perang Bharatayudha.

Perang Bharatayudha dalam versi yang tidak popular disebut Pandawa menang karena melakukan berbagai kecurangan. Kecurangannya antara lain mengelabui panglima-panglima tertinggi dari pihak Kurawa yaitu Resi Dorna, Pangeran Karna dan Pangeran Duryudana.

Resi Dorna menyerah dalam pertempuran setelah ada kabar putranya yang bernama  Aswaratama tewas. Padahal yang tewas itu Gajah tunggangannya yang bernama Asuratama.

Karna sang pemanah hebat yang memliki anak panah Pasopati  akhirnya kalah dari Arjuna adik tirinya karena Arjuna dibantu Gatotkaca untuk mengalihkan Senjata Pasopati yang bersifat seperti Rudal. Memburu terus sampai sasarannya tewas. 

Kresna penasihat Pandawa yang menyuruh Gatotkaca mengganggu Karna dan terbang  berputar-putar sehingga Arjuna punya kesempatan memanah Karna. Gatotkaca yang merupakan putra Bisma juga tewas akibat Panah Pasopati yang mengejarnya.  Itulah Pandawa yang rela mengorbankan anak mereka demi kekuasaan Hastinapura.

Berikutnya putra sulung Kurawa yaitu Duryudana kalah dari Bima dalam perang Gada (senjata Gada). Ini adalah duel terakhir yang disepakati kedua pihak untuk mengakhiri Perang Bharatayudha yang sudah berlangsung berminggu-minggu.   Duryudana mewakili Kurawa dan Bima mewakili Pandawa. Mereka berduel secara Ksatria.  Tapi akhirnya Bima berlaku curang dengan memukul paha ( bagian bawah perut) yang dilarang dalam pertempuran Gada dari para Ksatria.

Dan masih banyak lagi kisah-kisah lainnya tentang "kecurangan" Pandawa  seperti  mengirim Srikandi melawan Bisma karena tahu bahwa Bisma punya sumpah tidak akan mau melawan apalagi mencederai seorang wanita dalam pertempurannya dan lain-lainnya.

Akhirnya sepotong kisah Mahabharata ini saya cukupkan saja. Karena sebenarnya yang ingin saya gambarkan adalah Kisah Tragis Perebutan Kekuaasaan. 

Inilah kisah yang seharusnya menjadi pelajaran bagi  kita semua bahwa perebutan kekuasaan itu sebenarnya bukanlah hal yang seharusnya dibanggakan. Bukan itu tujuan kita.

Pertanyaan besarnya kemudian, Bila saya mengasumsikan bahwa Pandawa adalah Pihak yang salah sementara Kurawa Pihak yang Benar maka pertanyaannya kemudian :

Pendukung Jokowi ingin mereka dianggap sebagai Pandawa atau Kurawa?

Pendukung Prabowo ingin mereka dianggap sebagai Kurawa atau Pandawa?

Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun