Toleransi didalam Islam pada prinsipnya adalah tegas dan otentik, dengan doktrin teologis yang jelas (muhkamat) dan berasal langsung dari kitab suci Al-Quran sebagaimana Perintah Allah, yakni prinsip “lakum dinukum waliyadin” – yakni bagimu agamamu dan bagiku agamaku (QS Al-Kafirun ayat 6). Toleransi alam Islam justru cakupannya lebih luas yakni konsep as-samahah/tasamuh atau “lapang dada”. Sejak Islam ada, makna toleransi telah jelas dan eksis, yang sering menjadi masalah adalah dinamika di kalangan umat pada persoalan implementasi serta komitmen penerapannya secara konsiten.
Kekeliruan yang sering muncul adalah menganggap toleransi itu sama dengan sinkretisme, padahal itu dua hal yang sama sekali berbeda. Sinkretisme adalah suatu proses perpaduan dari beberapa paham atau aliran-aliran agama atau kepercayaan, dan hal seperti terlarang dalam Islam. Harus ada ketegasan dalam memahaminya, jangan sampai toleransi dianggap sinkretisme atau sebaliknya, sinkretisme yang disamarkan menjadi atau dianggap sebagai sikap toleransi. Toleransi beragama dalam Islam bukanlah untuk saling melebur dalam keyakinan apalagi mencampur-adukkan ritual ibadah. Harus ada garis pemisahan yang jelas dalam konteks interaksi sosial (muamalah) dimana toleransi dikaitkan, sehingga tidak saling mengganggu keyakinan ibadah masing-masing ummat beragama.
Toleransi antarumat beragama adalah istilah yang tepat guna menggambarkan otentisitas ini, bukan dimaknai sebagai “toleransi antar agama”. Toleransi antar umat beragama yakni adalah jenis toleransi di mana kita saling menghargai perbedaan, hidup rukun damai, bersahabat dan bergaul akrab dengan umat agama lain. Dapat berhubungan bisnis, boleh berhubungan sosial namun tidak boleh saling campur aduk dalam ritual ibadah. Syariat Islam sendiri telah menjamin bahwa tidak ada paksaan dalam memasuki agama Islam (La ikraha Fiddiin). Makna toleransi yang lebih tepat dalam Islam adalah samahah atau tasamuh artinya bersikap mudah dan tenang, halus atau moderat, lapang dada alias tidak ekstrim dalam konteks pergaulan sosial.
Orang Arab biasa membuat ungkapan asmih yusmah, permudahlah niscaya akan dipermudah. Tahanawi dalam al-Ta’rifat mengartikan tasamuh sebagai melakukan sesuatu yang tidak berlebihan. Dalam kamus Arabic-English Dictionary, samaha diartikan toleran. Dalam hadith riwayat Ibn Abi Syaybah dan Bukhari Nabi bersabda : “Ahabbu al-din ila Allah al-hanafiyyah al-samhah” (beragama yang paling disukai Allah adalah yang lurus dan mudah). Dalam hadith lain Nabi bersabda: “Ursiltu bi al-hanafiyyat al-samhah” (aku diutus ALLAH dengan sikap lurus dan mudah). Sejatinya sikap-sikap toleran diperlukan dalam aktivitas sosial, sebab keberagaman dan keber-agama-an adalah sebuah keniscayaan. Sikap toleran akan sangat bermanfaat guna membangun sikap saling menghormati dan menghargai keyakinan agama masing-masing, tanpa harus mengkotak-kotakkan diri menjadi kelompok-kelompok sektarian yang tidak mau bekerjasama membangun bangsa dan Negara.
Keragamaan sesungguhnya adalah kekuatan untuk saling mengingatkan, saling koreksi sementara toleransi adalah upaya saling menghargai ritual ibadah dari pemeluk masing-masing agama. Isu toleransi pada prinsipnya sudah selesai dengan pemaknaan lakum dinukum waliyadin. Dan makna toleransi seharusnya jangan dijadikan suatu “komoditas politik” yang menjadi sebab konflik antar anak bangsa, namun sebaliknya harus menciptakan solidaritas dan soliditas sosial. Warna keberagaman seperti itulah yang menjadi ikon Indonesia sejak dahulu, bersikap toleransi dalam hal yang tidak terkait dengan ritual ibadah masing-masing pemeluk agama. Bekerjasama membangun dan mengisi kemerdekaan, bergotong royong saling membantu diantara sesama warga bangsa, namun manakala sudah menyentuh zona peribadatan, maka masing-masing umat beragama akan sadar diri, tahu posisi sehingga tidak masuk dalam koridor intervensi apalagi mencampuradukkan ibadah masing-masing.
Kesadaran yang tinggi atas otentisitas makna toleransi tersebut harus dimiliki setiap masyarakat kita. Untuk itu hendaknya perlu ditanamkan sejak usia dini atas makna toleransi yang sesungguhnya. Kesadaran atas implementasi makna toleransi tersebut perlu, sebab terkait erat dengan sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Bisa ditafsirkan bahwa siapapun yang tidak bersikap toleran terhadap kehidupan beragama di masing-masing agama, maka yang bersangkutan tidaklah berjiwa Pancasilais. Koridor Toleransi juga mampu meredam sikap saling curiga dan saling tidak percaya yang kontra produktif, Dengan toleransi, maka setiap warga masyarakat akan merasa maklum dengan ritual agama masing-masing tanpa harus saling menghujat apalagi merasa yang paling benar, hingga memprovokasi timbulnya konflik-konflik di masyarakat.
Di tataran implementasi lapangan misalnya, masih kita jumpai karut marut penggunaan atribut ataupun logo simbolik agama tertentu yang digunakan oleh agama lain, hal ini juga tidak sejalan dengan semangat toleransi yang sebenarnya. Fatwa MUI No.56/2016 tanggal 14 Desember 2016 lalu contohnya, secara tegas menyatakan haramnya penggunaan atribut ataupun simbol-simbol non Muslim oleh umat Islam, apalagi disertai tekanan atau pemaksaan, karena hal tersebut sudah masuk dalam ranah intoleransi. Terhadap hal ini tentu saja golongan agama non-muslim juga harus memaklumi sekaligus menyadari arti toleran yang sesungguhnya, sekaligus ikut menyosialisasikan bentuk toleransi yang otentik.
Semoga kita semua mampu menjadi anak-anak bangsa yang bermartabat, yakni saling hormat-menghormati dalam ranah kehidupan beragama. Dalam bertoleransi perlu ditanamkan kultur dan alam pikir untuk bisa saling menghormati, memahami pluralitas sebagai sesama mahluk ciptaan ALLAH, berbagi, dan bekerja sama antarumat beragama. Namun disisi lain tidak boleh menyatukan elemen-elemen dan simbol keagamaan supaya tampak satu. Jadi harus ada prinsip yang jelas dan tegas dalam masalah akidah dan muamalah. (*).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI