Mohon tunggu...
Dewi Ari Ari
Dewi Ari Ari Mohon Tunggu... -

Semangat dalam tulis.. Tulis dalam semangat..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Fiksi Fantasi] Peri Terasi

18 September 2014   02:46 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:23 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

PERI TERASI

Dewi Ari Ari, no. 81

MonsterPiria hidup di antara manusia. Tubuh raksasanya sangat ditakuti anak-anak. Tetapi kadang juga membuat anak-anak suka padanya. Semua itu berawal dari kejadian 35 tahun silam.

Di Kerajaan Moruska terjadi perang antar saudara yang memperebutkan Putri Nimisi. Perang berlangsung hampir setengah tahun. Bukan sembarang perang. Hanya orang-orang tertentu saja yang boleh mengikutinya. Prajurit-prajurit perang itu tidak hanya dari kalangan lelaki saja. Banyak perempuan yang juga mengikutinya. Hadiah pemenang bagi perempuan bukan dinikahkan dengan Putri, tetapi diberi kekuasaan penuh mengelola Puri kesayangan Putri.

Putri Nimisi terkenal dengan lidah apinya. Untuk itulah perang ini dilaksanakan. Siapapun yang berhasil membuat lidah apinya tidak berkobar, maka dialah pemenangnya. Piria, gadis desa yang tidak memiliki kelebihan bersikeras mengikuti perang ini. Akhirnya Piria pergi ke sebuah tempat yang jauh dari perkampungan- Walkonde, sebuah gua yang dihuni berbagai peri- untuk mengundi nasib.

Untuk sampai ke tempat itu, Piria harus melewati berbagai rintangan. Rintangan pertama ia bertemu dengan nenek sihir. Untunglah Piria membawa senjata dari rumah. Nenek sihir itu memberinya apel yang diberi racun. Namun sebelum memakan apel itu, Piria memberi apel juga kepada nenek sihir. Dan Piria meminta nenek sihir memakannya terlebih dahulu. Karena tidak ingin ketahuan rencana jahatnya, akhirnya nenek sihir itu memakannya. Dan alhasil nenek sihir itu sendiri yang mati. Rintangan kedua Piria bertemu dengan jin penunggu pohon. Jin itu menjelma menjadi pangeran yang sangat tampan. Tapi beruntung Piria tak pernah tertarik kepada lelaki, sehingga selamatlah ia. Rintangan ketiga sampai ketujuh pun mampu ia lewati dengan segala keberuntungannya.

Yang membuat heran saat Piria sampai di gua itu adalah di sana banyak sekali orang-orang. Mungkin dengan tujuan yang sama. Dan mungkin ini juga yang membuat Piria gampang melewati segala rintangan. Para pengganggu itu pasti kelelahan setelah mengganggu orang yang sekian banyak. Piria mendapat antrian yang hampir terakhir. Sehingga ia mendapatkan peri sisa pilihan orang-orang. Piria mendapatkan Peri Terasi. Seperti namanya, peri itu memiliki bau yang sangat menyengat.

***

Perang pun dimulai. Piria ikut di dalamnya. Selama lima bulan perang berlangsung, tidak satupun prajurit yang mampu memangkas lidah api Putri Nimisi. Piria ikut dalam barisan prajurit terakhir. Barisan prajurit ini ditantang membuat petasan dengan “Sambal Teri Daun Belinjo”. Setiap prajurit pun meramu bahan-bahan petasan itu. Piria tak kesulitan, karena peri yang bersamanya adalah penyelamat baginya.

“Piria, ada prajurit di barisan ini yang memiliki peri yang sama seperti aku. Tapi kamu jangan takut. Kebusukan pasti kalah dengan kebenaran.” Bisik Peri Terasi di telinga Piria.

Sesuai dengan pesan Sang Peri, Piria mengikuti saja. Ia tak boleh takut. Piria harus tetap berkonsentrasi dengan meracik dan menyusun petasan. Peri Terasi memperhatikan dan sesekali mengomando Piria agar petasan yang dibuatnya menjadi cetar. Tak hanya itu, Peri Terasi juga mengawasi tiap gerak-gerik Peri Terasi Hitam musuhnya. Karena sesekali, peri, musuhnya itu membuat onar. Di sela-sela kesibukannya membuat petasan, Piria masih sempat berpikir tentang ucapan Peri Terasi yang terakhir.

Waktu yang ditntukan untuk membuat petasan pun berakhir. Dan ini adalah barisan prajurit terakhir pula. Jika dalam barisan ini tak ada yang bisa memangkas lidah api Tuan Putri, maka seluruh prajurit, bahkan semua penduduk akan habis dilalap lidah api Tuan Putri.

Satu persatu prajurit melempar petasan ke arah lidah api Tuan Putri. Namun naas, 30 prajurit gagal. Sekarang giliran prajurit pemilik Peri Terasi Hitam. Dan ternyata prajurit itupun gagal. Giliran Piria di urutan 81. Dengan hati sedikit berdebar, Piria maju dan segera melempar petasan ke arah lidah api Tuan Putri. Semua yang hadir terperanjat. Beberapa kali petasan buatan Piria dilahap Tuan Putri. Wajah merah Tuan Putri tiba-tiba berubah menjadi putih bersinar.

“Lidah apiku telah padam. Dan hanya kebenaranlah yang mampu mengalahkan kebusukan.” Suara Putri Nimisi terdengar menggelegar ke seantero negeri.

Sorak-sorai semua penduduk menggema di langit Moruska. Keluarga kerajaan merasa senang dengan terpangkasnya lidah api Putri Nimisi. Tapi yang lebih gembira lagi adalah Piria. Dialah yang bisa mengalahkan ribuan prajurit perang. Dan tentu saja yang membuatnya bahagia adalah hadiah yang akan diberikan kepadanya.

Sesuai yang telah ditentukan, Piria menjadi prajurit terkuat yang akan menjaga Puri kesayangan Tuan Putri. Acara penobatan Piria dilaksanakan hari itu juga. Disaksikan puluhan ribu penduduk Moruska. Dan hari itu juga, Piria tinggal di istana Raja Moruska.

“Peri, bolehkah aku bertanya?” Tanya Piria saat berada di dalam Puri.

“Adakah yang tidak bisa aku lakukan dengan pertanyaanmu, wahai Piria?” Peri balik bertanya.

“Kebenaran mampu mengalahkan kebusukan. Kenapa engkau dan Tuan Putri mengucapkan kalimat itu. Apa ada rahasia di balik kalimat tersebut?” Ucap Piria sambil duduk di kursi gading dekat tempat tidurnya.

“Piria, kau tahu, Peri Terasi Hitam itu musuhku. Dia penuh dengan kebusukan.”

“Apa dia suka mencelakaimu?”

“Tidak.” Peri terbang dari meja ke pangkuan Piria, “tapi karena dia menciptakan ilmunya dari sari-sari kepala ikan yang telah busuk. Bukan dari sari-sari udang sepertiku. Asal kamu tahu, Piria. Semua prajurit yang ikut berperang, menggandalkan Peri Terasi Hitam. Dan hanya kau, yang mengambil aku, Peri Terasi Putih.”

“Lalu, apa maksud ucapan Tuan Putri?”

“Lidah api tuan Putri, memiliki perasa yang sangat tajam. Mampu membedakan mana “Sambal Teri Daun Belinjo” yang berbau amis dan tidak. “

“Jadi maksud kamu, Tuan Putri itu tidak bisamengeluarkan api dari lidahnya?”

“Benar Piria.” Peri Terasi Putih lalu terbang ke luar ruangan.

Kuasa yang dipegangnya atas Puri kesayangan Putri Nimisi, Piria berbuat sesukanya. Karena perbuatannya itu, Piria dihukum oleh Putri Nimisi. Piria harus membuat petasan yang sama dengan petasan yang dibuatnya ketika perang. Namun petasan itu bukan untuk Tuan Putri. Tetapi untuk dirinya sendiri. Akibatnya semakin lama tubuh Piria semakin gemuk dan menjadi monster yang mengerikan. Dan ia pun diusir dari istana.

Setelah kembali menjadi rakyat biasa, Piria tetap membuat petasan. Namun petasan itu diberikan kepada anak-anak dan warga di sekitarnya. Itulah hal yang disukai orang-orang. Namun tetap, wajah seramnya ditakuti anak-anak.

NB: Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community http://www.kompasiana.com/groups/

Dan silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community http://www.kompasiana.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun