Mohon tunggu...
R Iman
R Iman Mohon Tunggu... Guru - Penulis picisan

Lewat kata kudapati makna

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Inilah Pemimpin

18 Juni 2021   20:50 Diperbarui: 19 Juni 2021   08:05 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu waktu Rasulullah saw. bermusyawarah dengan para sahabat. Strategi perang dalam menghadapi serangan musuh adalah tema musyawarah saat itu.

Para sahabat menyimak dengan saksama pemaparan strategi perang dari Sang Kekasih Allah ini. Selesai pemaparan, seperti biasa Rasul memberi kesempatan kepada para sahabatnya untuk mengemukakan pendapat.

Adalah Salman al Farisi yang mengemukakan pendapat. Sebelum berpendapat, beliau bertanya perihal strategi perang yang telah dipaparkan Rasulullah saw.; berasal dari wahyu Allah-kah atau semata-mata pemikiran Sang Rasul? Dengan wajah berseri Rasul menyatakan bahwa itu adalah buah pemikirannya, bukan berasal dari wahyu Allah.

Dengan penuh takzim Salman mengemukakan pendapatnya. Strategi yang dikemukakannya diterima oleh Rasulullah dan para sahabat lainnya. Strategi perang yang diusung oleh Salman adalah strategi penggalian parit (khandaq) untuk menahan serangan musuh di sebelah utara Kota Madinah sebagai jalan masuk Kaum Quarisy yang kali ini bersekutu dengan beberapa Kaum Yahudi.

Singkat cerita, atas kuasa Allah Swt. strategi ini mampu memenangkan perang. Pasukan Quraisy beserta para sekutunya tak mampu menembus parit ini. Hanya beberapa yang mampu menembus, tetapi itu pun dapat dihalau pasukan kaum muslimin. Setelah 27 hari mengepung Kota Madinah, akhirnya musuh memutuskan untuk mundur membawa kekalahan. Perang yang terjadi pada tahun ke-5 Hijriyah itu terkenal dengan sebutan Perang Khandaq atau Perang Ahzab.

Ada beberapa hal menarik, menurut saya, yang patut kiranya dijadikan pelajaran amat berharga. Peristiwa yang akan terus relevan dengan konstelasi politik sampai kapan pun. Karena, sejatinya setiap apa yang dilakukan Rasulullah adalah ibrah (pelajaran) dan teladan yang akan terus abadi bagi orang-orang yang berpikir.

Pertama, Rasulullah mencontohkan dengan nyata sikap terbuka. Pendapat para sahabatnya yang notabene bukan Nabi dan Rasul tetap diperhatikan. Selain wahyu Ilahi, tak mustahil terdapat pemikiran yang lebih baik meskipun tercetus dari seorang mantan budak --Salman al Farisi.

Kedua, musyawarah adalah cara terbaik dalam memutuskan segala perkara. Hal demikian telah pula dicontohkan oleh leluhur Rasulullah, Nabi Ibrahim a.s. yang tetap melakukan musyawarah dengan Ismail ketika turun perintah harus menyembelih putranya itu.

Ketiga, segala ikhtiar maksimal atas dasar keyakinan Kepada Yang Mahakuasa akan mengalahkan segala ketidak-mungkinan. Secara hitungan matematika, sulit rasanya memukul mundur musuh dengan jumlah pasukan lebih dari dua pertiga jumlah pasukan Rasulullah. Sebagian riwayat menyebutkan 3.000 berbanding 10.000.

Inilah senyata Pemimpin Agung, Sang Uswatun Hasanah. Berpikiran terbuka, rendah hati,  bijaksana dalam memutuskan suatu perkara, tetapi tetap tegas menjalankan segala titah Ilahi.

Tak sedikit di antara kita, yang jadi pemimpin hanya pilihan manusia, kerap abai dengan sikap-sikap positf yang berdampak signifikan bagi kemaslahatan kehidupan ini. Egoisme dan prestise jadi faktor yang mengunci pendengaran dan melambungkan emosi. Akhirnya, sikap arif terhadap pendapat orang yang berada di bawahnya dari segi usia, gelar, maupun jabatan, menjadi sesuatu yang langka untuk ditemukan. Wallahu a'lam.***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun