Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jawab Pertanyaan Herd Immunity, Kemenkes Beri Contoh Penonton di Piala Eropa

20 Juni 2021   10:05 Diperbarui: 20 Juni 2021   10:05 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Syarat harus satu, vaksinasi (alodokter.com)

Semenjak merebaknya virus korona, kita seolah-olah merasa dipenjara. Tidak boleh keluar rumah, dan jika pun aktivitas yang sangat penting, maka segala sesuatunya harus dilakukan di rumah.

Maka dengan itu muncullah istilah "keren" Work From Home (WFH). Segala sesuatu, baik bekerja, belajar, atau pun beribadah dilakukan di rumah aja.

Tugas pemerintah dengan dukungan semua masyarakat untuk memberantas semua penyebaran virus Covid-19.

Salah satu cara untuk supaya kita bebas lagi berada di lingkungan masyarakat adalah dengan cara melakukan vaksinasi untuk mencapai kekebalan.

Pemerintah mengakui banyak pertanyaan dari masyarakat bagaimana kah kondisi herd immunity atau kekebalan masyarakat itu?

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, menjawab pertanyaan itu.

Hal tersebut keluar dari mulut Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi. Contoh konkret herd immunity itu, menurut Siti adalah penyelenggaraan Piala Eropa.

"Kami lihat penyelenggara Piala Eropa cukup percaya diri menggelar perhelatan yang melibatkan kerumunan banyak orang. Namun syarat satu harus vaksin," kata Siti, Sabtu (19/6/2021) dalam perbincangan virtual "Menyiasati Lonjakan Covid-19".

Siti mengatakan, para penonton Piala Eropa boleh hadir langsung di stadion. Bahkan mereka tidak memakai masker atau pun menjaga jarak.

Menurut Siti, itu dikarenakan adanya kewajiban vaksinasi bagi mereka yang akan menjadi penonton atau pun masyarakat lainnya. Alhasil, terciptalah herd immunity dari virus Covid-19.

"Itu karena seluruh penonton sudah divaksin sehingga risiko penularan sangat rendah bahkan mungkin tidak ada," kata Siti.

Siti juga menambahkan, seseorang bisa saja OTG, akan tetapi itu tidak akan menular kepada orang lain. "Itu bentuk herd immunity yang ingin kami capai," kata Siti.

Oleh karena Siti mengajak masyarakat untuk mendukung program satu juta vaksinasi per hari.

Siti mengatakan titik aman herd immunity adalah 70-90 persen dari keseluruhan sudah divaksin penuh.

Bebas dari protokol kesehatan adalah kado yang sangat istimewa bagi masyarakat. Dan itu mau tidak mau harus diperjuangkan. 

Laporan global menyebutkan sejumlah negara sudah membuang aturan menggunakan masker ini dan bahkan menjaga jarak. Hal tersebut semata-mata karena mereka berhasil melaksanakan vaksinasi kepada rakyatnya.

Setidaknya ada 8 negara yang sudah melepaskan maskernya. Dan Amerika Serikat sebagai negara adidaya mendapatkan sorotan bahkan Korea Selatan mengikuti langkah AS tersebut.

Pada bulan Mei 2021 lalu bahkan Presiden Joe Biden menyambut baik keputusan dari CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit) Amerika Serikat yang mengumumkan masyarakat AS sudah bisa melepaskan masker bahkan menjaga jarak.

Sudah melaksanakan 41 persen vaksinasi kepada rakyatnya, kasus Covid-19 di negara Paman Sam itu mengalami penurunan yang nyata.

"Ini tonggak sejarah yang sangat penting," kata Joe Biden.

Israel bahkan menjadi negara pertama yang melepaskan masker. Di sana telah dilakukan vaksinasi sebesar 70 persen.

Demikian pun dengan negara-negara lainnya seperti Australia, Selandia Baru, Bhutan, atau Cina. Cina yang digadang-gadang sebagai tempat asal muasal virus Wuhan itu hampir seluruh penduduknya sudah divaksin.

Seorang peneliti di Eropa mengatakan bahwa batas aman untuk herd immunity adalah jika masyarakatnya minimal sudah 70 persen divaksin penuh.

Jadi jelas pendapat itu senada dengan apa yang dikatakan Siti Nadia di atas.

Menanggapi keputusan CDC Amerika Serikat itu, Siti Nadia Tarmizi mengatakan keputusan itu adalah juga sebagai upaya mereka untuk mendorong masyarakatnya untuk mau divaksin.

"Dibebaskan nya tidak memakai masker dan menjaga jarak itu diterapkan dengan mereka yang sudah sama-sama divaksin. Ibaratnya dalam satu keluarga," katanya.

Indonesia saat ini masih tertinggal jauh dalam prosentase keberadaan vaksin dibandingkan dengan total populasinya.

Jika keberadaan vaksin di AS sudah tersedia 50 persen dari populasi, sedangkan Indonesia baru 23 persen dari total populasinya.

Melihat fakta-fakta itu nampaknya Indonesia masih jauh dari melepas masker. Lagi pula vaksin yang diteliti di AS itu berbeda dengan yang dipakai di Indonesia.

Vaksin yang dipakai di AS adalah Johnson and Johnson, Moderna, dan Pfizer. Sedangkan di Indonesia yang berdasarkan ijin edar dari BPOM adalah Sinopharm, Sinovac, dan Astra Zeneca.

Bahkan jika pun sudah menunjukkan peningkatan jumlah vaksinasi, Indonesia masih tetap harus menerapkan aturan protokol kesehatan. 3M. Demikian menurut Siti Nadia Tarmizi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun