Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Hukum

KPK Berterimakasih atas Rapor dari ICW dan TII

14 Mei 2019   05:00 Diperbarui: 14 Mei 2019   20:10 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
jabar.tribunnews.com

Dalam sebuah diskusi bersama antara TII (Transparency International Indonesia) dengan ICW (Indonesia Corruption Watch), Minggu (12/5/2019).

TII yang diwakili Alvin Nicola dan ICW yang diwakili Kurnia Ramadhana telah memberikan rapor kepada KPK dibawah pimpinan Agus Rahardjo dkk selama empat tahun bertugas.

"Kritik dan pujian ini bukan untuk melemahkan tapi untuk mendorong KPK bekerja lebih baik lagi," kata Alvin.

Evaluasi terhadap KPK mulai dari sektor penindakan hingga konsolidasi internal.

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengucapkan terimakasih atas kritik dan pujian yang memberikan dorongan bagi KPK untuk lebih baik lagi ke depannya. "Sangat berguna untuk mengevaluasi sektor-sektor mana yang harus diperkuat dan masih belum maksimal," katanya, Senin (13/5/2019).

ICW dan TII masih memberikan rapor jelek kepada KPK perihal rendahnya tuntutan pidana serta adanya gejolak internal dalam masa kepemimpinan Agus Rahardjo dkk di KPK. ICW menyoroti menilai KPK belum asset recovery dengan maksimal. Dari jumlah perkara 313 cuma 15 perkara yang dikenai aturan TPPU.

Di era Agus Rahardjo, Febri menjelaskan justru periode 2015-2018 jumlah penindakan yang dibuat KPK malah meningkat.

Febri menerangkan di periode 2015-2018 malah selalu meningkat. Tahun 2016 ada 99 penyidikan, tahun 2018 naik menjadi 199 perkara. Penuntutan juga mengalami kenaikan dari 76 kasus menjadi 151 kasus.

Febri menunjukkan kasus besar yang diungkapkan di era Agus Rahardjo antara proyek e-KTP dengan biang Setya Novanto, perkara BLBI, juga kasus hukumnya 6 korporasi.

Mengenai penilaian ringannya tuntutan pidana yang diberi nilai jelek oleh ICW, Febri mengatakan KPK melihat apakah koruptor itu bertindak kooperatif atau tidak dan setiap perkara korupsi memiliki ancaman pidana yang berbeda-beda.

"Tuntutan kepada koruptor yang kooperatif harus adil sehingga tidak diberikan maksimal," kata Febri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun