Dalam kasus ini, pil KB bekerja dengan mencegah terjadinya menstruasi (peluruhan dinding rahim), sehingga jaringan dinding rahim yang tumbuh di luar rahim (endometriosis) juga tidak mengalami menstruasi, dan nyeri dapat berkurang
Meski demikian, Dr. Gatot mengingatkan bahwa kontrasepsi hormonal tidak disarankan untuk digunakan dalam jangka panjang. Bahkan, para ahli merekomendasikan agar jangan lebih dari dua tahun dalam mengonsumsi pil KB.
"Semua jenis kontrasepsi yang dipakai tentu akan memengaruhi kesuburan. Inilah yang disebut dengan recovery, dan untuk setiap kontrasepsi, lamanya bisa berbeda-beda," tegas Dr. Gatot.
Misalnya, untuk spiral, masa recovery adalah rata-rata 3 bulan untuk bisa hamil. Sementara itu, untuk pil, lamanya adalah dua bulan.
Kontrasepsi berbentuk suntik memiliki recovery  yang lebih lama, yaitu bisa sampai 4 bulan. Ini karena tubuh membutuhkan waktu untuk mengembalikan kondisi hormon seperti semula.
Bicara risiko, Dr. Gatot menekankan bahwa risiko pemakaian kontrasepsi hormonal memang paling mendekati ke arah kanker payudara, terutama untuk pil yang mengandung estrogen. Oleh karena itu, pil KB harus digunakan dengan benar.
Caranya? Selalu berkonsultasi dengan dokter Anda, terutama mengenai penggunaan dan dosis. Inilah yang menjadi kunci keberhasilan penggunaan pil KB.
"Berkonsultasilah pada ahlinya sebelum memutuskan untuk ber-KB. Jangan memutuskan sendiri. Konseling dan pemeriksaan fisik tetap dibutuhkan," tandas Dr. Gatot.
"Jangan datang ke dokter setelah muncul efek samping saja. Datanglah sejak tahap awal, sebelum Anda memutuskan untuk menggunakan pil kontrasepsi," pungkasnya.