Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Quiet Quitting: Rasa Tenteram yang Palsu?

25 September 2022   18:50 Diperbarui: 26 September 2022   02:02 1412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi worklife balance dan hubungannya dengan quiet quitting, Sumber: Pexels

Kalau saat ini mereka masih belum menikah kedepannya mereka akan menikah, yang baru menikah akan membentuk keluarga baru, punya anak dan butuh biaya yang tidak sedikit untuk membesarkan anak dan memberikan bekal pendidikan yang baik.

Semakin lama biaya hidup semakin besar, sementara pendapatan relatif tetap hanya naik mengikuti laju inflasi sehingga akan terjadi defisit atau penurunan kualitas hidup.

Tentu saja masa depan seperti itu bukanlah masa depan yang diharapkan mereka, bahkan bisa dibilang masa depan yang suram, kecuali bagi mereka yang beruntung memiliki warisan dari orang tua yang dapat menutup kebutuhan biaya hidup di masa depan.

Jadi untuk jangka pendek quiet quitting akan memberikan rasa tenteram namun tidak untuk jangka panjang. Sebuah rasa tenteram yang palsu karena hanya " sesaat" dan ujung-ujungnya adalah sebuah penderitaan atau penurunan kualitas hidup.

Bila demikian apakah salah untuk memilih dan melakukan quiet quitting ini? Apakah ada pilihan lain yang lebih baik untuk merespon "kesewenang-wenangan" pemberi kerja atau beratnya tekanan kerja akibat persaingan sesama pekerja yang makin menggila?

Memilih opsi quiet quitting tidak sepenuhnya salah, setidaknya untuk jangka pendek agar kita tidak kehilangan kewarasan dan mempunyai kehidupan pribadi atau worklife balance yang sehat.

Yang salah kalau kita berekspektasi bahwa quite quitting adalah langkah terbaik dan satu-satunya yang akan terus relevan dalam menghadapi kondisi dunia kerja saat ini dan di masa yang akan datang.

Dalam permainan catur, quiet quitting hanyalah langkah antara, mundur satu langkah untuk kemudian menyusun langkah yang lebih baik dan efektif.

Jadi jangan sampai terlena dengan rasa tenteram palsu yang kita alami karena melakukan quiet quitting. Ini hanya sebuah masa untuk mundur ke belakang (retreat), berkonsolidasi dan merancang life-plan yang lebih baik.

Sesungguhnya bagian yang paling sulit dan berat bukan melakukan quiet quitting namun merancang life-plan yang lebih baik agar bisa keluar dari lingkungan kerja yang toxic sebagai dampak dari quiet firing dan quiet quitting.

Merancang life-plan yang lebih baik membutuhkan pengenalan diri yang menyeluruh, mengetahui dan menyadari kekurangan dan kelemahan diri, mengetahui bagian mana (karakter, mindset) yang harus dihilangkan atau dikurangi dan bagian mana yang harus dibentuk dan dikembangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun