Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Benarkah Konflik di Tempat Kerja Sengaja Diciptakan?

7 November 2021   18:57 Diperbarui: 10 November 2021   08:15 2743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk kasus yang terakhir ini memang jarang terjadi, namun dalam praktek ada kalanya dilakukan. Dalam kasus ini sebenarnya tergantung dari dua individu yang akan "diadu", bila keduanya berambisi menjadi pemenang maka skenario "adu domba" ini akan berlangsung sengit, sebaliknya bila salah satu menarik diri maka yang lebih berambisi akan naik posisinya.

Hal seperti ini terkadang dilakukan oleh manajemen karena faktor ambisi juga penting dalam menentukan karir seseorang. Seorang yang berbakat dan punya kapabilitas tinggi namun kurang ambisi terkadang tidak dipilih karena terkadang situasi membutuhkan pemimpin yang "strong" atau "pede", bukan hanya pintar.

Salah satu tugas manajemen adalah mengelola konflik yang terjadi di lingkungan kerja baik yang berdampak positif maupun negatif. Oleh karena itu manajemen harus berdiri di tengah dalam menyelesaikan konflik-konflik yang ada agar tidak merugikan perusahaan.

Mengelola konflik di tempat kerja sama seperti mengelola api, kalau api dijaga terlalu kecil nyalanya bisa padam dan menjadi dingin, namun bila terlalu besar nyalanya dan tidak terkendali bisa menghanguskan dan merusak semuanya.

Dari sudut pandang manajemen, stress di tempat kerja harus tetap ada dan memang dibutuhkan pada takaran tertentu. Batasan stress yang paling optimum untuk menghasilkan kinerja yang maksimum adalah titik dimana karyawan mulai merasa kelelahan atau fatique. Bila melewati titik ini, stress yang dialami oleh karyawan justru akan menghancurkan semangat kerja dan pada akhirnya menurunkan kinerja dan produktifitas karyawan secara keseluruhan.

Dan terakhir yang perlu diingat adalah, konflik biasanya melibatkan emosi masing-masing individu yang tidak bisa dilihat secara nyata. Selain itu ketahanan menerima stress pada tiap individu juga berbeda-beda.

Pemahaman ini sangat penting dalam mengelola konflik. Batasan tingkat stress yang paling optimum tidak sesederhana seperti yang nampak di permukaan. Jajaran manajemen puncak harus mampu melihat apa yang tersingkap dibaliknya. Diperlukan kearifan, kebijaksanaan dan kedewasaan dan tentu saja pengalaman serta "jam terbang" yang tinggi untuk menentukan batasan tingkat stress yang optimum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun