Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Pinjol, Versi Digital dari Fenomena Kartu Kredit yang "Ngeri-ngeri Sedap"

28 Oktober 2021   20:24 Diperbarui: 29 Oktober 2021   02:38 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Risiko yang tinggi tersebut dikompensasikan dengan bunga yang lebih tinggi dari pinjaman biasa dan metode penagihan yang cenderung menghalalkan segala cara.

Bagi bank penerbit kartu kredit risiko ini bisa dikelola dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menerima nasabah baru. Namun bagi pelaku usaha pinjol belum ada regulasi yang mengatur hal ini, sebaliknya mereka berusaha mendapatkan nasabah sebanyak-banyak dengan mengabaikan risiko yang ada.

Dalam praktiknya seringkali bank konvensional penerbit kartu kredit juga melakukan hal yang sama. Demi mengejar target untuk mendapatkan nasabah sebanyak-banyaknya, mereka "sedikit" mengabaikan prinsip kehati-hatian. Meskipun demikian dalam hal verifikasi calon nasabah, bank konvensional lebih baik dibanding pinjol karena ada prosedur standar yang sudah teruji.

Dari sisi penentuan besaran bunga dan denda, baik pinjol maupun kartu kredit menerapkan prinsip yang sama yaitu "high risk, high return". Dalam hal ini, pinjol risikonya lebih besar sehingga mereka menerapkan bunga dan denda yang lebih besar.

Dalam menangani kredit yang macet atau gagal bayar baik pinjol maupun kartu kredit sama-sama mengandalkan jalur informal melalui pihak ketiga atau debt collector. 

Perbedaannya, pada pinjol lebih menekankan teror mental dan menebarkan sangsi sosial dengan mengumbar masalah pribadi antara nasabah dan lembaga pinjol ke ranah publik. Mereka juga melakukannya dengan lebih intens dan masif karena risiko gagal bayar yang lebih besar.

Meskipun bunga yang dikenakan pada pinjol termasuk yang paling tinggi, denda karena telat bayar juga sangat tinggi, dan ancaman yang membayangi bila terjadi gagal bayar nyata. Namun hal ini tidak menyurutkan animo masyarakat untuk meminjam uang lewat pinjol.

Perputaran uang pinjol di Indonesia, menurut Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mencapai Rp251 triliun per 31 Agustus 2021 dengan total rekening pemberi pinjaman 749 ribu dan rekening peminjam 68,4 juta, serta melayani 193 juta transaksi.

Mengapa masih banyak orang yang memilih pinjam uang lewat pinjol?

Pertama karena tekanan ekonomi yang berat, salah satunya akibat pandemi Covid-19. Pada saat pandemi penghasilan menjadi tidak menentu sementara kebutuhan jalan terus. Untuk menutup kebutuhan mereka meminjam uang lewat pinjol.

Kedua karena perilaku masyarakat digital yang konsumtif. Kasus ini sudah muncul sejak maraknya kartu kredit sampai dengan kemunculan pinjol saat ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun