Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menjaga Kearifan Lokal dan Budaya Masyarakat di Sekitar Danau Toba

25 September 2021   22:15 Diperbarui: 25 September 2021   22:19 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Danau Toba dilihat dari Resor Simalem (Sumber : dokumen pribadi)

Menjaga atmosfir wisata seperti ini sangat penting karena ini adalah indikator apakah keunikan dan ke-khasan sebuat destinasi wisata masih terpelihara dengan baik atau sudah mulai memudar.

Bila kita ke Bali atmosfir khas budaya Bali sangat terasa sehingga kita merasa berada ditempat yang unik dan lain dari biasanya. Di mana-mana dapat ditemui dan dirasakan simbol-simbol dan ritual keagamaan seperti sesajen, patung atau pura. Dan yang terpenting adalah rasa aman, nyaman dan santai yang dirasakan oleh wisatawan yang berkunjung kesana.

Demikian pula di Jogja, budaya Jawa yang masih dijaga dengan baik oleh abdi dalem Keraton. Masyarakat setempat juga sangat antusias mendukung dan melestarikan budaya ini. Sistim yang menjamin kelestarian budaya Jawa di Jogja bisa tercipata karena peran dari Sri Sultan sebagai Raja sekaligus Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai pengayom dan pelindung masyarakat disana. Hal ini menciptakan atmosfir yang unik, aman, nyaman dan "ngangeni" yang membuat wisatawan ketagihan untuk kembali berkunjung lagi.

Bali tanpa budaya khas Bali dan Jogja tanpa rasa budaya khas Jawa, ibarat masakan tanpa garam. Demikian pula Danau Toba dengan budaya khas suku Batak Toba yang tinggal disekitarnya. Oleh karena itu kita wajib menjaga Heritage of Toba sebagai bagian dari pengembangan DSP Toba.

Menjaga kelestarian budaya lokal Toba atau Heritage of Toba, merupakan tantangan tersendiri, karena wilayah pinggiran luar Danau Toba masyarakatnya cukup beragam. Diperlukan kerjasama yang baik antara masyarakat yang tinggal di sekitarnya dengan Pemerintah daerah agar satu kata dan satu hati untuk membawa DSP Toba menjadi destinasi wisata Dunia.

Untuk mewujudkan cita-cita ini setidaknya dibutuhkan dua strategi yang berbeda untuk memperkuat citra dan keunikan wisata Danau Toba. Strategi yang pertama ditujukan untuk wilayah di pinggiran luar Danau sebagai zona pendukung dan strategi yang kedua ditujukan khusus untuk wilayah Pulau Samosir sebagai zona inti.

Wilayah di pinggiran luar Danau Toba sebagai zona pendukung perlu dibangun infrastruktur agar keindahan danau Toba dapat diakses dari semua sisi. Infrastruktur berupa jalan akses yang mengitari Danau Toba saat ini sudah ada namun jalannya masih sempit dan dibeberapa bagian belum tersambung. Jalan ini perlu diperlebar agar lebih aman karena konturnya naik turun dan dibeberapa titik yang belum terhubung perlu dibangun jalan baru. Mungkin seperti proyek Jalur Lintas Selatan (JLS) di Pulau Jawa. Proyek ini bisa dinamakan Jalur Lingkar Danau Toba (JLDT).

Danau Toba difoto dalam perjalanan dari Tomok ke Dolok Sipira, Jalan Pulau Samosir (Sumber : dokumen pribadi) 
Danau Toba difoto dalam perjalanan dari Tomok ke Dolok Sipira, Jalan Pulau Samosir (Sumber : dokumen pribadi) 

Pada jalur ini setiap beberapa kilometer perlu dibangun rest area atau gardu pandang sebagai tempat untuk rehat dan menikmati pemandangan bagi wisatawan yang melewatinya. Rest area ini harus dibangun dengan arsitektur dan ornamen khas rumah adat Batak yang merepresentasikan simbol budaya Batak Toba sehingga wisatawan dapat merasakan pengalaman yang unik. Tempat ini juga dilengkapi dengan toilet yang bersih dan juga sebagai tempat untuk menjual makanan dan minuman khas seperti kopi varietas lokal.

Keberadaan rest area atau gardu pandang ini sangat diperlukan oleh wisatawan atau fotografer untuk mengambil spot-spot foto yang menarik dan instagrammable. Dalam beberapa kali kunjungan saya ke Danau Toba seringkali saya menemukan spot foto yang indah namun kesulitan untuk berhenti dan memarkir mobil karena jalan sempit dan naik turun. Selain itu juga tidak ada tempat semacam rest area untuk sekedar memarkir kendaraan agar kita bisa turun dan mengeksplorasi keindahan Danau Toba dan mengabadikannya menjadi karya fotografi yang istimewa.

Masyarakat yang tinggal disekitar jalur tersebut, khususnya yang mengelola atau berjualan di rest area tersebut perlu diedukasi bagaimana cara menarik dan melayani wisatawan dengan standar internasional. Masalah klasik yang mungkin timbul di rest area atau tempat parkir seperti ini adalah "premanisme" berupa pungutan parkir liar. Ini harus dicegah karena sangat mengganggu wisatawan. Pemerintah daerah dan para tetua masyarakat setempat harus bekerjasama untuk mengelola fasilitas yang ada sehingga wisatawan yang datang merasa aman, nyaman dan mendapatkan pengalaman yang istimewa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun