Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Money

Strategi Bisnis di Masa Pandemi

3 Agustus 2021   20:05 Diperbarui: 3 Agustus 2021   20:23 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Salah satu bisnis di masa pandemi yang justru tumbuh subur seperti jamur di musim hujan adalah bisnis kuliner rumahan (home industry). Di masa pandemi awal-awal banyak orang baik secara individu maupun keluarga yang tiba-tiba berubah menjadi penjual makanan baik secara online maupun offline, seiring dengan berjalannya waktu banyak dari mereka yang mulai berguguran dan meninggalkan bisnis ini namun banyak juga yang justru baru mulai masuk ke bisnis kuliner rumahan ini seiring dengan berlarut-larutnya ketidakpastian penganganan pandemi saat ini karena munculnya gelombang kedua yang lebih ganas.

Dampak pandemi terhadap laju roda ekonomi secara nasional dan global telah memukul hampir semua sektor bisnis dan semua pekerja tanpa kecuali, yang mengalami dampak terbesar adalah sektor hotel dan pariwisata, namun sektor lain juga mengalami kontraksi. Mereka yang mengalami dampak secara langsung memang tidak punya pilihan lain, selain beralih profesi dan masuk ke bisnis kuliner, namun pada saat yang sama ada jutaan pekerja lain yang tidak terdampak secara langsung juga masuk ke bisnis kuliner untuk berjaga-jaga bila hal yang lebih buruk menimpa mereka. Memang bukan hanya bisnis kuliner rumahan yang bertumbuh dimasa pandemi ini, bisnis lain seperti pertanian organik dan hidroponik, bisnis pengiriman barang dan bisnis online seperti distributor, reseller atau dropshipper juga berkembang pesat, namun bisnis kuliner rumahan punya kelebihan dibanding lainnya yaitu tidak perlu modal besar dan cash flow yang cepat sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja, dimana saja dan saat itu juga.

Dengan kemudahan untuk memulai bisnis kuliner rumahan maka banyak orang yang memilih bisnis ini sebagai bisnis sampingan atau bahkan bisnis utama mereka selama masa pandemi ini, akibatnya adalah banyak pemain yang masuk ke dalam pasar bisnis ini sehingga persaingan yang ketat dan keras tidak terelakkan lagi. Persaingan ini berpotensi menjadi tidak sehat dan berdarah-darah karena jumlah pemain sudah terlalu banyak sementara pasar ada batasnya, pada kondisi ini akan terjadi perang harga atau menurunkan harga agar lebih rendah dari pesaing sehingga profit akan makin tipis bahkan tidak jarang nol atau minus. Pada kondisi ini hanya yang “kuat” yang mampu bertahan sehingga banyak pemain kecil atau pemain baru berguguran akibat “seleksi alam” ini.

Kondisi persaingan diatas digambarkan sebagai kondisi persaingan Samudra merah yang berdarah-darah. Sebagai pemain pemula dengan modal kecil untuk bisa bertahan bahkan bertumbuh ditengah kondisi persaingan yang berdarah-darah, mereka harus punya strategi yang tepat. Salah satu strategi yang tepat adalah dengan tidak meladeni kompetisi yang terjadi, tidak terjebak pada perang harga yang ujung-ujungnya hanya yang kuat yang akan menang. Jadi intinya kita harus keluar dari persaingan dalam pasar yang sudah ada ini, tapi bukan berarti kita menghentikan bisnis yang sudah kita mulai, namun kita menciptakan pasar baru yang relatif tanpa persaingan. Ini adalah intisari dari Strategi Samudra Biru.

Pertanyaannya adalah apa mungkin ada pasar baru yang tanpa persaingan ? seperti kita ketahui pasar bisnis kuliner rumahan ya itu itu saja, mereka yang membutuhkan makanan sehari-hari dengan harga yang murah dan kualitas yang baik. Mereka ini adalah konsumen tingkat pertama, sebenarnya ada konsumen tingkat kedua dan tingkat ketiga yang selama ini belum kita ketahui. Namun sebelum kita bahas lebih lanjut siapa saja konsumen kita perlu tahu kenapa konsumen membeli dari kita dan bukan dari pesaing kita, apalagi kalau kita adalah pemain baru yang belum dikenal. Pada prinsipnya konsumen akan membeli suatu produk karena  ada “nilai” lebih yang didapatkan dibanding produk lain, entah itu harga yang lebih murah, kualitas yang lebih tinggi, berfungsi sesuai kebutuhan, pelayanan yang baik dan sebagainya. 

Nilai inilah yang harus kita eksplorasi dan kita gali secara mendalam dari konsumen kita, kita harus cari sampai ketemu karena ini adalah inti dari strategi kita. Pertanyaan kedua adalah untuk menciptakan “nilai” akan membutuhkan biaya sehingga nilai yang tinggi identik dengan harga yang mahal padahal konsumen menghendaki harga yang serendah mungkin, bagaimana cara menggabungkan kedua hal yang bertentangan ini ? Bila kita berpikir biasa-biasa saja tentu sangat sulit untuk melakukan itu, namun bukan berarti ini tidak mungkin. Salah satu caranya adalah dengan melakukan “Inovasi nilai” dan untuk itu kita perlu suatu alat atau tools yang dinamakan matriks ERRC (Eliminate – Reduce – Raise – Create). Untuk mengetahui apa itu matriks ECCR dan bagaimana cara menggunakannya dengan benar sehingga kita bisa mengembangkan sebuah produk yang memiliki nilai yang bermanfaat bagi konsumen namun harganya terjangkau, akan dibahas secara tuntas pada kesempatan berikutnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun