Mohon tunggu...
Rudy Sangian
Rudy Sangian Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi Pelabuhan

Praktisi Logistik Kepelabuhanan selama 20 tahun, telah menjadi konsultan pada 29 pelabuhan di Indonesia untuk tujuan revitalisasi, penyederhanaan proses serta pemanfaat teknologi terkini di Ranah Pelabuhan. Memiliki jaringan tenaga ahli kepelabuhanan baik secara domestik maupun internasional.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kepadatan Priok Jika Inspeksi Karantina Diberlakukan 1 Maret 2015

1 Maret 2015   18:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:19 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Luas lahan Lini I Pelabuhan Priok itu cuma 152.3 Ha. Lalu, dikurangi dengan 15% untuk manouver putaran parkir truk dalam mengambil petikemas atau menurunkan petikemas maka tinggal 129,48 Ha. Kemudian sekarang berdasarkan info dari http://industri.bisnis.com/read/20150301/98/407579/inspeksi-peti-kemas-impor-diharapkan-tak-ganggu-yor maka katakanlah Inspeksi Karantina itu membutuhkan luas lahan sebesar 10% dari luas 129,48 Ha di atas maka sisa lahan untuk menampung proyeksi bongkar muat Priok yang berkisar 7 Juta TEUs per tahun itu adalah 116,53 Ha.

Berikut adalah perkiraan perhitungan Dwelling Time Petikemas berdasarkan luas lahan 116,53 Ha adalah sebagai berikut:


  1. Ground Slot yang tersedia dari 116,53 Ha itu adalah dibagi dengan luas satu petikemas (14,8 M2) dan menghasilkan 78.900 GSL
  2. Throughput max luas lahan yang tersedia 116,53 Ha adalah 78,900 GSL dikalikan dengan banyaknya petikemas yang ditumpuk per GSL yaitu 3,5 tier menjadi 276,150 TEUs.
  3. Artinya per satu kali taroh di lahan seluas 116,53 Ha itu hanya mampu menampung 276,150 box petikemas berukuran 20 feet.
  4. Untuk mengetahui berapa lama per petikemas itu berdiam (ngendon) di lahan seluas 116,53 Ha agar dapat mencapai proyeksi bongkar muat 7 juta TEUs per tahun maka rata-rata Dwelling Time per petikemasnya itu memerlukan waktu 14 hari berdiam diri di Priok.
  5. Angka perkiraan Dwelling Time 14 hari tersebut didapat dari:  276,150 TEUs dikali 365 hari lalu dibagi dengan 7 juta TEUs dan menghasilkan 14.40 hari atau dibulatkan menjadi 14 hari.


Perhitungan kelima butir di atas adalah YOR sudah mencapai 100% yang diperoleh dari gelondongan 276,150 TEUs itu diharuskan keluar di setiap H+15 berikutnya dan berturut-turut sepanjang 1 tahun operasional kepelabuhanan agar tercapai 7 juta TEUs per tahunnya.

Untuk menjawab apakah Inspeksi Karantina itu mengganggu YOR maka perhitungan di atas sudah dikisaran 100% dengan perhitungan per H+15 harus keluar Lini I Pelabuhan yang dikarenakan sudah tidak ada tempat lagi di Lini I Pelabuhan untuk menerima bongkaran petikemas berikutnya dari atas kapal pengangkut.

Perhitungan 100% di atas sudah termasuk alokasi 15% manouver truk dan 10% untuk lahan bongkar tempat Inspeksi Karantina.

ESENSI LINI I PELABUHAN
Tidak ada di dunia ini esensi Lini I Pelabuhan bersifat GUDANG TETAP untuk penumpukan container/ petikemas. Esensi Lini I Pelabuhan adalah bersifat TEMPORER dan petikemas harus segera keluar namun dikarenakan tujuan Inspeksi Karantina agar negara tidak boleh menerima virus dari kemasan petikemas yang masuk wilayah Indonesia melalui pelabuhan maka diperlukan pemeriksaan fisik yang teliti.
Ada sejenis virus yang jika tidak segera diberantas maka dalam kurun waktu beberapa jam otak manusia yang terinfeksi virus tersebut melalu udara dapat kehilangan cairan lalu meninggal sehingga menjadi WABAH NASIONAL di negara kita.

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI
Pada dasarnya, petikemas-petikemas yang dari luar negeri itu sudah pasti melewati negara-negara lain sehingga kekuatiran WABAH NASIONAL dapat diantisipasi melalui pemanfaatan teknologi informasi, yaitu lebih mengutamakan adanya regulasi perjanjian antar negara melalui PEMERIKSAAN DOKUMEN dan sertifikasi komoditi yang menyatakan BEBAS VIRUS.
Keabsahan dokumen tersebut dapat di-teknologi-kan sedemikian rupa sehingga melalui jaringan internet dapat diterima di Indonesia sebagai PELABUHAN TERAKHIR yang menerima komoditi tersebut yang dikemas dalam sebuah petikemas/ container.

PATS (Port Advanced Trade System) adalah sebuah teknologi informasi yang memungkinkan terjadinya percepatan proses sehubungan dengan Inspeksi Karantina dimaksud di atas.

Siapapun dapat mengutip gambar dan paradigma pemikiran di atas, namun untuk mewujudkan sistem tersebut memerlukan orang-orang yang memang berpengalaman mengenai perilaku proses kepelabuhanan, kepabeanan dan karantina di Indonesia agar visi teknologi PATS tersebut dapat didirikan secepatnya pada tahun ini dan dapat memberikan kontribusi penurunan BIAYA LOGISTIK saat ini.

Praktisi Logistik Kepelabuhanan
Rudy Sangian

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun